Claudia memasuki mobil hitam itu dengan wajahnya yang agak memerah.
"Apartemenku tidak jauh dari sini, mengapa kau mengajakku naik?" Tanya Claudia menatap pria pengemudi itu dengan seksama.
"Tapi ini sudah larut, kau tidak takut pria pria mesum menganggumu?" Jawab pria itu.
"Oohh, baiklah kalau begitu setiap lembur kau harus mengantarku ya kak?" Claudia mulai menggoda Egnor. Ya, pengemudi pria itu Egnor. Egnor memikirkan Claudia yang harus pulang sendiri dengan kondisi jalan yang cukup rawan.
"Kau tidak takut aku berbuat mesum seperti kemarin?"
"Tergantung berapa bayarannya." Claudia terkekeh bercanda.
"Kau Clau!"
"Aku bercanda Tuan Egnor, hihi .." Claudia melambai lambaikan tangannya. Sementara Egnor terus memandang ke depan.
"Sebentar lagi apartemenku terlihat Tuan Egnor. Kau jangan sampai terlewat." Kata Claudia lagi memperingatkan.
"Kau tenang saja!" Jawab Egnor dan ketika sampai gerbang apartemen, Egnor tidak berhenti. Dia malah memasuki pekarangan apartemen dan menuju ke parkiran bawah apartemen.
Seketika jantung Claudia berdetak sangat cepat. Dia berasumsi pasti Egnor akan ikut ke kamar apartemennya. Ada rasa khawatir hal kemarin akan terjadi, namun di sisi lain dia juga masih ingin berlamaan dengan Egnor. Mungkin ketika bersamanya tidak di ranah pekerjaan, Egnor menjadi sosok pria yang lembut seperti dulu, meskipun tatapannya selalu datar dan tajam.
Egnor memarkirkan mobilnya di parkir bawah tanah. Dia lalu membukakan seat belt Claudia.
"Kak, kau mau masuk ke apartemen?" Ajak Claudia spontan.
~Claudia bodoh!!! Mengapa kau menanyai hal ini? Kalau dia mau bagaimana? Kau benar benar membuat jebakan terindah Clau!!!!~ hati Claudia berkecamuk menanyakan hal yang memancing hasrat seorang pria.
"Kalau aku tidak masuk, untuk apa aku parkir di sini?" Egnor menatap tajam Claudia. Claudia diam tak berkutik.
"Cepat turun, aku lapar!" Perintah Egnor setelah seat belt Claudia terlepas.
Secepat kilat Claudia keluar dari mobil karna salah tingkah nya sudah merasuki tubuhnya.
Mereka lalu jalan berdampingan menuju kamar apartemen Claudia. Kalau sudah malam, apartemen kecil itu terasa seperti apartemen tua dan berhantu. Agak sedikit menyeramkan. Namun, Claudia tidak memikirkan hal hal semacam itu. Niatnya hanyalah bekerja di kota itu.
"Sudah satu minggu lebih kau melewati tempat ini apa kau tidak takut?" Tanya Egnor basa basi.
"Tidak! Mungkin hantu yang akan takut denganku, hihi!!" Claudia cekikikan.
"Mengapa kau tertawa?"
"Tertawa karna hantu akan takut melihat wanita penuh kesuraman sepertiku! Seorang asisten pribadi tapi diberi apartemen kecil seperti ini, bukankah majikannya sangat menakutkan sehingga asistennya diberi apartemen seperti ini? Dan hantu mungkin akan mempertimbangkan hal itu jika ingin menggangguku.." jawab Claudia sekenanya tanpa menyadari kalau majikannya ada di sampingnya dan seketika Egnor berhenti berjalan. Dia menatap Claudia benar benar tajam. Tak berapa lama Claudia menyadari dia hanya berjalan sendiri. Dia lalu menoleh ke belakang.
"Kak Egnor? Mengapa kau di situ?" Tanya Claudia polos.
~Sabar Egnor!! Dia hanya ingin membuatmu marah, selanjutnya kau menanggapinya atau tidak..~ kata Egnor dalam hati.
Akhirnya Egnor menarik napas panjang.
"Tidak apa apa! Ayo jalan!" Egnor kembali berjalan bersama Claudia.
Mereka kembali berjalan. Mereka menaiki tangga satu lantai lagi untuk mencapai kamar apartemen Claudia. Claudia hanya bersenandung untuk menghilangkan kegugupannya dekat dengan Egnor, karna sesekali aroma tubuh Egnor yang cukup maskulin berkeliaran di depan indera penciumannya. Ingin rasanya dia menggandeng lengan yang berbungkus jas hitam pekat itu.
Sementara Egnor memperhatikan kondisi apartemen kecil ini. Hawanya benar benar mencekam dan sepertinya Egnor berencana akan membuat Claudia pindah dari apartemen ini tanpa perhatiannya ini disadari oleh wanita itu.
Ketika mereka sudah menaiki tangga dan menyusuri koridor luar apartemen, seekor kucing hitam berjalan di atas tiang perbatasan koridor tersebut dan mengaungkan suaranya. Claudia tidak menyadarinya dan terkejut bukan main. Dia tanpa sadar memeluk lengan Egnor dan mengeluarkan sedikit suara.
"Hem, katanya tidak takut, itu hanya kucing!" Decak Egnor meledek Claudia.
"Sial, kucing kurang kerjaan! Maaf kak!" Claudia berdecih dan ketika dia hendak menjauhi tangannya dari lengan Egnor, Egnor malah menahannya.
"Begini saja terus sampai ke apartemenmu!" Kata Egnor dan membuat hati Claudia seketika menghangat. Dia tetap memegang lengan Egnor sampai kamar apartemennya.
~Persetanlah dengan kecanggungan ini, aku sudah lama tidak memegang lengannya.~ gumam Claudia tersipu.
Sesampainya di kamar apartemen Egnor sedikit terkejut, kamar apartemen yang tadinya ia anggap kotor dan berantakan ternyata sangat bersih dan harum. Cahaya lampu di atas juga sangat terang. Apartemen yang hanya satu ruangan tanpa sekat itu benar benar menjadi sebuah ruangan yang seperti memiliki empat ruangan yaitu ruang tamu kecil dengan satu sofa lalu di sampingnya ada tempat tidur. Di depan tempat tidur ada kamar kecil dan di sebelahnya ada dapur. Sudah. Dan semua sangat rapi.
"Masuklah kak! Kau bisa duduk di mana saja, di kasur ku juga boleh, ting!" Kata Claudia yang melihat Egnor sedikit terperangah dengan apartemennya yang sudah ia sulap. Hal inilah juga yang membuatnya kemarin sempat selalu terlambat masuk kerja.
"Untuk apa duduk di kasurmu?! Mengapa pikiranmu selalu seperti itu hah?!" Jawab Egnor memasuki apartemen dan tak lupa menutup pintu apartemen.
"Karna kau terlalu menggoda kak, ting!" Lagi lagi Claudia mengedipkan matanya sebelum dia menghilang ke kamar kecil untuk mencuci wajahnya dan kaki tangannya.
Egnor menggelengkan kepalanya. Dia meneguk ludahnya melihat wajah Claudia yang benar benar ingin ia sambangi dan mencium bibir yang selalu berceloteh seenaknya itu.
Egnor lalu duduk di meja makan. Dia mengira ngira apakah ada sesuatu yang bisa di makan selagi mengunggu Claudia membersihkan dirinya.
Tak lama Claudia keluar dari kamar kecilnya.
"Kau tidak ingin mencuci wajahmu kak? Besok besok aku akan menyiapkan sabun pencuci wajah untukmu, tapi kau harus sering kemari ya, hihi!" Claudia sangat senang menggoda Egnor. Sementara Egnor tetap menanggapinya dengan datar walau sedikit terguncang jiwanya.
Claudia lalu membuka kulkas kecilnya dan mengeluarkan sebuah adonan seperti adonan roti yang tidak terlalu beku. Dia menuju ke laci kitchen set kecilnya dan mengambil celemek untuk ia kenakan. Dia lalu membuka lapisan plastiknya dan mengambil satu bungkus tepung terigu kemasan dan membukanya. Dia mengambil beberapa genggam tepung tersebut dan menguleninya ke adonan roti tersebut. Egnor memperhatikannya dengan seksama.
Sebelumnya dia tidak pernah memperdulikan aunty Annie atau Viena ketika memasak di dapur karna ia hanya memperhatikan cita rasanya yang selalu menggeliurkan. Sedangkan ketika dia melihat Claudia, ada hasrat kekaguman yang tersimpan di sana. Egnor langsung membayangkan andai Claudia dijodohkan untuknya menjadi istrinya, dia pasti akan menyaksikan keadaan seperti ini selalu. Dan dia akan memeluk Claudia dari belakang, mengecupi lehernya ketika Claudia sedang membuat sesuatu untuk menjadi sumber kekuatannya. Namun, bukannya Claudia melanjutkan memasak tetapi mereka melanjutkannya dengan bercumbu di atas meja dapur. Sebuah khayalan yang sangat mesra dan bergairah.
"Kak! Mengapa melamun?" Tanya Claudia membuyarkan angan angan indah Egnor.
"Kau mau membuat apa? Cepatlah aku lapar!" Egnor malah bertanya kembali menghilangkan kecurigaan Claudia.
"Aku akan membuat pizza. Kau diam lah dulu, tidak akan lama!" Jawab Claudia dan melanjutkan pekerjaannya.
"Baiklah aku menanti!" Egnor terus memperhatikan Claudia yang kini sudah membagi adonan menjadi empat bagian.
"Eng Clau, jadi selama ini kau ada di mana?" Tanya Egnor mengusir kecanggungannya yang hanya diam sejak tadi memperhatikan kelentikan tangan Claudia membuat pizza.
"Aku ada di Oriental membuka kedai roti bersama Bibi dan Pamanku." Jawab Claudia singkat.
"Mengapa kau sampai ke sana?" Tanya Egnor lagi.
"Eng, kenapa ya? Karna sudah takdir." Jawab Claudia sekenanya karna dia belum siap menceritakan apa yang terjadi. Dia agak takut kalau Egnor menjadi hilang feeling dengannya.
"Ceritakan Clau. Aku penasaran dengan kepergianmu yang mendadak itu." Egnor memaksa.
Wajah Claudia menegang. Dia terdiam sesaat. Dia meletakan adonan pizza yang sudah ia beri saus dan toping ke atas loyang untuk segera ia masukan ke dalam oven.
Claudia lalu kembali ke meja makan. Dia melepaskan celemeknya dan duduk di samping Egnor.
"Paman dan bibiku harus mengunjungi rumahnya yang sebelumnya ada di sini kak. Tapi, Pamanku mendapatkan pekerjaan di Oriental jadi kami pindah ke sana. Yah, ternyata pekerjaannya kurang menguntungkan dirinya jadi kami mengalami sedikit krisis. Karna keahlian bibiku yang pandai membuat roti, jadi kami membuka kedai roti. Sudah paham dan puas?" Claudia akhirnya menceritakannya. Dia berbohong.
Dia harus melakukannya. Dia tidak ingin lagi Egnor mengasihaninya. Dia ingin Egnor yang tulus mendekatinya. Jadi, tidak harus ada balas budi yang selalu membebaninnya. Namun, seketika mata indah Claudia berkaca kaca. Dia merasa bersalah tidak mengatakan hal yang sebenarnya pada pria yang sangat menjatuhkan hatinya. Yang setiap detik membuatnya merindukannya dan mengharapkan segala prilaku lembut yang dulu pernah pria itu lakukan padanya.
Egnor tidak begitu puas dengan jawaban Claudia. Dia merasa kalau ada sesuatu yang disembunyikan Claudia. Namun, sepertinya dia tidak boleh memaksa. Dia harus perlahan mendekatkan diri pada Claudia.
Egnor melihat mata indah wanita itu. Sungguh teduh dan membutuhkan sedikit perhatian. Akhirnya Egnor memberanikan diri untuk satu tangannya memegang wajah Claudia dan tak lama satu tangannya lagi memegangnya juga. Ia menarik wajah Claudia perlahan namun Claudia malah memundurkan raganya. Egnor mengikuti gerakan Claudia yang berdiri tapi tidak menghempaskan tangannya. Egnor terus memajukan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Claudia. Sampai Claudia bersandar pada dinding yang diikuti Egnor. Egnor lalu mengubah pegangannya menjadi memegang leher Claudia dan mencium bibir Claudia.
Claudia membalas kecupan bibir Egnor dan memegang belakang kepala Egnor. Dia Sedikit mengacak ngacak rambut Egnor. Tangan Egnor pun sudah berpindah pada pinggul Claudia yang sedikit berisi dan montok.
Dan mereka berciuman dengan saling bergulat bibir dan lidah mereka. Claudia memejamkan matanya merasakan kelembutan bibir Egnor yang lihai memanjakan bibirnya. Tak lama Egnor menarik kecupannya. Dia menatap tajam Claudia dan menyandarkan dahinya di dahi Claudia.
"Kau jangan coba coba menipuku!" Kata Egnor kemudian.
"Menipu apa?!" Jawab Claudia dan kembali mengecup bibir Egnor. Egnor sebentar membalasnya lalu menariknya kembali.
"Kau akan menyesal Clau!" Egnor semakin mendekatkan Claudia pada tubuhnya sehingga mereka benar benar melekat. Egnor merengkuh bokong Claudia yang selalu menungging indah dengan rok fit body nya itu. Pria itu kembali mencium bibir Claudia dan turun ke dagu lalu ke leher. Egnor benar benar menikmati aroma tubuh Claudia yang seperti candu.
"Aaahhh Kak.." Claudia menjambak keras rambut Egnor yang cukup tebal.
Entah sihir dari mana yang mengitari pikiran Claudia, dia menerima perlakuan Egnor yang sungguh ia nikmati. Claudia lalu melepaskan jas Egnor dan Egnor mengikutinya. Kini Egnor memegang lengan Claudia. Lagi lagi dia menatap Claudia tajam.
"Clau, katakan dengan jujur apa yang membuatmu meninggalkanku?!" Tanya Egnor dengan sangat serius.
Claudia terdiam dan menggigit bibir bawahnya membuat Egnor tidak menunggu jawaban Claudia. Dia malah kembali mencium bibir eksotis Claudia.
Namun tak berapa lama mereka bergulat dalam kelembutan bibir mereka lagi, ting! Pizza yang sedang Claudia panggang sudah kunjung matang.
Egnor melepas kecupannya dan menoleh ke arah oven.
"Untung saja dia adalah benda mati, kalau tidak!" Decak Egnor.
"Sudahlah! Cepat siapkan, aku sangat lapar, hampir saja aku memakanmu Clau!" Lanjut Egnor lalu menuju kembali ke meja makan.
Wajah Claudia masih memerah. Dia lalu membenarkan roknya yang tadi sempat terangkat oleh Egnor. Dia akhirnya menuju ke oven dan menyiapkan pizza untuk dirinya dan Egnor.
"Aw!" Claudia sedikit melupakan kalau pizza nya baru saja matang dan panas. Egnor yang mendengarnya dan belum menyentuh pizza itu dengan sigap meraih tangan Claudia dan mengecupinya.
Jantung Claudia benar benar berdetak dengan kencangnya. Ingin rasanya dia lalu memeluk kepala Egnor karna terharu. Egnor ternyata masih sangat peka dengannya.
Tak lama Egnor melepasnya. Dia lalu mengambil alih pizza milik Claudia. Dia menggunakan garpu dan pisau lalu memotong pizza menjadi beberapa bagian. Dia juga memotong kecil pizza dan menyodorkannya ke mulut Claudia. Dia melakukan itu semua tanpa mengeluarkan suara. Benar benar sesuatu yang sangat membuat hati Claudia hampir jatuh tak berdaya.
Egnor juga menikmati pizza buatan Claudia tanpa bergeming. Dia merasa pizza ini sangat enak dan juga memiliki cita rasa yang tinggi dibandingkan pizza yang dijual di luaran. Namun Egnor tidak mengatakan pendapatnya. Dia mau hanya dia yang mengetahuinya.
"Kak, apakah enak? Mengapa sejak tadi kau diam saja?" Tanya Claudia akhirnya memecahkan keheningan.
"Ya lumayan menghilangkan rasa laparku." Jawab Egnor lalu meneguk segelas air.
"Rasanya?"
"Biasa saja. Sama seperti yang dijual di luaran." Jawab Egnor berbohong. Dia memang tidak mau terlalu memuji Claudia sehingga wanita itu malah makin berbedar diri.
Claudia seketika mengerutkan keningnya juga bibirnya.
"Yasudah! Yang penting kau sudah kenyang! Sudah kau pulang sana kak!" Kata Claudia menanggapi jawaban Egnor dengan sedikit kesal. Dia lalu mengambil piring tempat pizza mereka masing masing untuk segera ia cuci.
"Mentalmu kecil sekali! Seharusnya kau lebih bersemangat dan besok buatkan lagi untukku, mungkin akan lebih lezat." Egnor sengaja mengatakan ini agar dia bisa memakan pizza terenak yang pernah ia makan itu.
"Lupakan! Aku takut tidak akan membuatnya lagi!"
"Tidak! Kau harus membuatnya lagi besok sore! Aku akan mengijinkanmu pulang siang hari untuk menyiapkannya dan sorenya berikan padaku untuk ulang tahun ayahku, Tuan Johanes. Kau tidak akan menolaknya kan?!" Egnor menaik turunkan alisnya ketika Claudia menoleh kearahnya. Claudia kembali ke cucian piringnya.
~Pria aneh! Tidak jelas!~ umpat Claudia dalam hati.
Egnor lalu tersenyum puas. Dia lalu menuju ke kamar kecil sebelum dia hendak pulang.
Tak lama ponsel Claudia berbunyi. Pamanya menghubunginya. Claudia lalu mengangkatnya dengan cepat. Dia menuju ke tempat tidurnya setelah menutup tirai yang membatasi dengan ruangan lain. Dia mengangkat telepon dengan berbisik.
"Halo -- iya paman aku sedang mengusahakannya -- iya secepatnya akan kukirim, kau tenang saja -- tapi paman kumohon jangan sakiti bibi, biarkan dia dirawat dengan baik, aku akan mengusahakan lebih banyak lagi -- iya paman aku janji!! -- ada apa? -- apa?! -- kau serius? -- tolong paman, jangan beritahu dia aku ada di sini aku mohon!"
"Siapa yang menghubungimu Clau?!" Egnor membuka tirai kamar tidur setelah keluar dari kamar kecil dan membuat Claudia hampir mati terkejut.
...
Jeng jeng!!
Next part 10
Apakah Claudia akan jujur?
Apakah Egnor akan membantu SELURUH masalah Claudia?
.
Jangan lupa tinggalkan LIKE, KOMEN & VOTE
Berikan juga RATE di depan profil novel dan tip juga boleh 😁😁
.
Thanks for read, lafyouu all 💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
si pembaca komik
siapa yg sama kayak gue klo ngebayangin pemeran utama nya tokoh anime🤣🤣
2021-05-09
0
Nurimaya Sari
paman nya jahat banget si
2020-08-25
0
Novrischa Riyanto
heeemmmm ...lanjut thor
2020-07-24
0