Lepaskan, Jika Tak Lagi Sayang
Coretan Daisya Humairah,
Sehari setelah menikah.
Judul: Tuhan, tolong sayang aku.
...▪︎Bisa dibilang jika ini mirip puisi, tapi aku menulisnya dengan sepenuh hati▪︎...
Aku, si manusia hina di mata keluarga suamiku. Aku, yang diinjak-injak harga diriku karena keberadaanku yang tidak tahu malu.
-Itu kata mereka.
Terkadang aku berpikir, apa benar cara manusia menggolongkan manusia dilihat perbedaan yang ada? Mudah memang menemukan perbedaan karena kesamaan sulit ditemukan sebab pada dasarnya makhluk diciptakan oleh Tuhan dengan banyak perbedaan.
Bisa kusebutkan salah satu contoh penggolongan manusia yakni dalam dua kelompok–antara si kaya dan si hina.
"Tidak, itu tidak benar!" Ucap orang-orang yang lurus, tapi itu bukan aku. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana cara mereka memperlakukan 'aku' seperti makhluk hina yang pantas menjadi bahan ocehan mereka si kaya.
Namun, yang selalu kuingat jika Tuhanku tidak pernah melihat hambanya berdasarkan penggolongan duniawi. Itulah kalimat motivasi supaya aku kuat berdiri di telapak kaki sendiri–karena aku percaya keberadaan Tuhan.
Tuhan Maha Bijak, Maha Adil, Maha Segalanya.
Semua itu terpatri dalam dadaku. Kalau begitu, harusnya aku tidak goyah dengan prinsip hidup yang seperti itu. Namun, mengapa?
Ya, semua terasa lebih nyata dan keadilan itu nyaris kurasa tidak ada saat aku melihat dunia luar yang selama ini aku butakan.
Dalam prinsip hidupku, sering kuberkata, "alah, semua pasti sudah ada yang mengatur, Tuhanku mengatur segalanya dengan sedemikian rupa. Kita hanya perlu menjalaninya saja," atau "sudahlah, tidak perlu menangisi semua yang telah terjadi, semua sudah diatur oleh yang Kuasa."
Terlalu remeh aku memandang jalan takdir Tuhan dengan kalimat, "semua telah ada yang mengatur." Well, aku yang salah mengartikan. Sebagai hamba, rasanya terlalu kurang ajar jika kita hanya berjalan leha-leha beranggapan semua jalan telah diatur-Nya tanpa melihat persimpangan yang Tuhan berikan sebagai salah satu ujian menuju keputusan hidup yang benar.
Jika benar jalan takdir tidak bisa diubah atau sudah tertulis sebelumnya dan menjadi hak paten Tuhan semata. Ya, itu benar.
Namun, keputusan baik dan benar, belok atau tidaknya di persimpangan jalan adalah pilihan manusianya sendiri. Jadi, tidak mungkin takdirku tertukar atau Tuhan sengaja memberikan ujian yang melampaui porsi kesabaranku? Tidak mungkin, walau tidak ada yang tidak mungkin.
Yakin, aku bisa mengatasi permasalahn jalan hidupku yang rumit karena mungkin aku yang salah mengambil jalan di suatu persimpangan.
Anggap saja itu sebagai word affirmation-ku.
Pernikahan.
Terdengar indah dan menyenangnkan dengan ciri pengantin baru yang duduk bersanding dan bersenda gurau, bagaikan raja dan permaisuri, tersenyum simpul bagaikan bidadari. Duhai senangnya pengantin baru.
Bohong! Justru, semua kepedihan dapat kurasakan setelah aku menikah. Awal kehidupan baru, tahap melangkahkan kaki ke perjalanan takdir yang baru. Andai kalian tahu, rasanya pahit benar. Memang tidak semuanya pahit, tapi kebetulan aku mendapatkan bagian yang pahit.
...▪︎Semua berawal dari sini▪︎...
Aku si gadis miskin yang menikah dengan pria–anak orang kaya–yang hartanya tidak habis sampai tujuh turunan. Minder? Memang. Aku sadar, memang kondisi perekonomian keluargaku tidak sebanding dengan mereka–termasuk harta dan kasta sosial–dari keluarga suamiku.
Bisa dikatakan, awal kami disatukan dengan cara dipaksa. Suatu hari, saat aku sedang libur bekerja dan posisi rumah sepi hanya ada orang tua, keluarga pria–yang baru saja kukenal sebulan yang lalu–datang ke rumahku dengan membawa rombongan keluarga besarnya.
Mereka hendak meminangku dengan memberikan perhiasan sebagai simbol pertunangan secara kekeluargaan. Namun, kondisinya yang tidak tepat. Karena aku yang tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir untuk memberi keputusan mantap,"ya atau tidak" pada lamaran atau pertunangan itu.
Harusnya aku berhak memutuskan, harusnya mereka mau memberiku waktu karena kami harus berdiskusi terlebih dahulu dengan anghota keluarga inti yang lain karena ini bukan hanya tentangku. Hal salah lainnya adalah karena mereka ingin segera mendapatkan jawabanku dan menganggap jika aku adalah anak orang kaya.
Saat melihat penampilanku–di media sosial dan kehidupan di luar rumah yang penuh haha hihi canda tawa, mereka beranggapan jika aku anak orang berada dan memiliki strata sosial yang sepadan dengan mereka. Sorry to say, memangnya orang miskin tidak boleh ya berpenampilan rapi? Tidak boleh ya tertawa dan happy-happy? Tidak boleh ya berpenampilan menarik? Tidak boleh ya berpose cantik?
Kuakui jika aku juga salah karena menganggukkan kepala pada saat acara pertunangan itu terjadi, ya, walaupun jawaban itu samar yang kulakukan dengan sekali anggukan. Mungkin hanya sebatas anggukan kepala, tapi mampu mengubah perjalanan kehidupanku berikutnya.
Kehidupan berikutnya yang kemudian membawaku ke lubang kesengsaraan hanya karena mereka tahu jika sebenarnya aku adalah gadis miskin yang hidup pontang-panting. Memilukan memang.
Bukan habis manis dibuang, tapi habis manis dan tidak pernah disayang.
Mertuaku memang baik, walau ada kalanya menyindir. Bukan masalah, karena memang aku merasa jika aku pun turut bersalah. Aku yang sebenarnya belum siap menikah, seharusnya bisa lebih tegas memutuskan untuk menolak sejak awal.
Ini semua berawal dariku yang menerima sebuah pertunangan dadakan dan cepat mengiyakan, parahnya itu membawaku pada kehidupan yang menyakitkan. Tidak lain dan tidak bukan, hanya karena aku terlahir sebagai gadis miskin yang nista di mata mereka para orang-orang yang berada.
Berlanjut...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Haeriyah
cerita nya seperti puisi
2024-05-02
0
Melia Andari
cerita awal udah menyentuh kk
2023-08-17
1