Kisah Sebelum Akad

Hanya cerita fiksi yang mungkin akan menyayat hati.

Hari dimana terjadinya prosesi lamaran secara mendadak dari keluarga calon suamiku.

Dislaimer terlebih dulu. Awal mula aku dan dia berkenalan ialah lewat media sosial dan ditambah adegan saling dikenalkan dari teman ke teman sewaktu menghadiri kondangan pernikahan teman SMA. Kami saling salah tingkah dan mulai berkontak di sana dan semakin intens sejak sebulan terakhir, walau aku tidak pernah tahu jika dia rupanya serius dan berani mendatangkan keluarganya bertandang ke rumahku untuk meminta restu dan melamarku.

"Abah merasa bangga sama anak-anak abah. alhamdulillah, punya rumah di sini, kompleks perumahan yang layak, airnya pakai PAM, listriknya pakai token sebulan habis jutaan. Alhamdulillahnya lagi, abah yang kerja serabutan ini bisa menyekolahkan anak-anak sampai lulusan SMU semua. Anak abah yang pertama, Alhamdulillah, dia sudah menikah dengan pengusaha batu bara yang kaya raya," ujar Abah saat keluarga calon suami bertandang untuk pertama kalinya ke rumah kami.

Dari raut wajah keluarga sang pria yang duduk berlesehan di sana, mereka seperti ikut berbangga hati dengan kondisi keluarga yang tergambar bahagia dengan kesuksesan dan bergelimang harta karena punya menantu pegawai batu bara dan hunian yang layak di kompleks perumahan cukup elit.

"Ya, Pak. Jadi, karena ini sudah lamaran, untuk pernikahannya kira-kira bisa dilaksanakan kapan ya?" Tanya seorang wanita paruh baya yang merupakan calon mertuaku. Dia wanita dengan kharisma keibuan dan penuh keteduhan dalam tutur katanya. Jangan lupakan, jika beliau mempunyai tabiat yang ramah, murah senyum, dan pandai bergaul.

...🍁🍁🍁...

Seminggu sebelum akad.

"Ouh, jadi seperti ini kondisi keluargamu? Abahmu yang sakit-sakitan itu hanya bisa pamer harta, tapi gak bisa mewujudkan semuanya. Dia hanya berfantasi ingin jadi orang kaya, huh!" Ujar dia–pria yang melamarku beberapa waktu lalu.

Semuanya terbongkar, jika harta yang pernah abah ceritakan pada calon menantu sekaligus di hadapan calon besan tidaklah semuanya benar, meski tidak semuanya juga salah. Namun, ternyata tidak sesuai dengan ekspetasi keluarga calon besan yang mengira kami orang berkuasa.

"Keluargamu itu gak punya apa-apa, tapi sombongnya minta ampun! Mending keluargaku yang berada, tapi gak pernah tuh cerita-cerita punya ini dan itu." Calon suamiku itu terus memakiku, aku hanya bisa diam dan menunduk mendengarkan cemoohan darinya.

"Bilang punya rumah di kompleks perumahan mewah, prett! Padahal cuma ngontrak!" Ujar dia dengan mencibir tanpa ampun.

Masih kubiarkan dia berkata sesuka hatinya, selagi apa yang dikatakannya memanglah kenyataan.

"Sekarang apa? Nikahan kamu aja, mereka gak ada modal! Pret! Cuma bacot abah mamamu itu!" Hatiku rasanya sakit seperti tertusuk-tusuk ratusan pucuk jerami yang lancip.

"Siapa itu, kakakmu yang katanya suaminya kaya raya dan kerja jadi pengusaha batu bara? Pruttt! Siapa namanya? Nuri sama Fadlan? Apa kontribusinya untuk resepsi pernikahan adiknya sendiri? Nol! Gak ada, dia tuh cuma ngibul punya duit banyak di sana, padahal mah mereka makan batu atau jadi pengemis pun gak ada yang tahu, prutt!" Ujarnya seraya menjulurkan lidah, lalu menyesap ujung batang rokok yang tinggal separuh.

"Bacot doang digedein, sok jadi pengusaha batu bara kaya raya, padahal cuma karyawan biasa. Sebenarnya dia orang susah cuma jauh aja. Jadi, kita nggak tahu kalau ternyata di sana cuma jadi sampah!" Rasanya aku tidak tahan jika harus mendengarkan kalimat hinaan lainnya yang lebih menyakitkan di hatiku.

Keluargaku seperti tidak ada harganya di mata mereka. Abah dan mama tidak pernah tahu seberapa buruknya keluarga pria menjelekkan keluarganya. Mungkin, jika aku menceritakan penghinaan ini lebih awal pada keluargaku, aku tidak akan menjalani kehidupan perih bersama pria dan keluarganya ini yang kata-katanya sangat tajam dan berkali-kali menusuk jantung hatiku sampai rasanya organ dalamku hancur lebur karena belati yang tertancap berulang kali.

Giliran sekarang aku yang menanggapi, "ya, Mas. Memang keadaan keluargaku sedang di bawah. Sekarang mas tahu sendiri kalau aku bukan anak orang kaya raya, jadi, sekarang mau apa? Dibatalin aja pernikahan kita?" Ujarku memastikan akan dibawa kemana hubungan kita jika memang kenyataanya, aku bukanlah sesuai ekspetasinya.

Pria itu meneguk kopi hitam pekatnya dari cangkir kecil hasil buatanku sendiri dari dapur rumahnya–katanya, kopi buatanku enak. Jadi, aku selalu semangat saat diperintah membuatkan kopi untuknya.

"Ya, gak bisa dong. Semua undangan sudah tersebar luas. Aku cuma gak menyangka kalau keluarga kamu itu ternyata komplotan penipu, cuih!" Tega benar dia mengatakan kalau keluargaku komplotan penipu, padahal sama sekali tidak pernah aku atau keluargaku meminta-minta sepeser pun uang untuk keperluan pribadi.

Abah memang tidak sehat, beliau harus terus melakukan periksa rutin sebulan sekali, tapi semua biaya ditanggung oleh asuransi. Kalau pun butuh biaya, paling cuma buat transportasi yang gak seberapa dan gak sampai harus minta-minta.

"Ya sudah, mas sebenarnya sayang dan cinta nggak sama aku? Kalau iya, harusnya perkara ini tidak menjadi masalah yang diperbesar dan menghancurkan dua hubungan keluarga," ujarku dengan penuh kedamaian, meski di dalam hati mencoba menekan emosi sekuat tenaga.

"Ya, harusnya kamu bilang dari awal dong, Sayang, kalau keluargamu bukanlah orang yang berada dan gak punya apa-apa. Nggak usah ditutup-tutupin, di sini kan kamu jadi malu sendiri. Ternyata anak orang miskin," ujar pria calon suamiku itu.

Harusnya aku sadar, jika memang hubungan asmara kami tidaklah sehat dan tidak akan menjadi baik jika diteruskan. Namun, kembali aku berpikir dan berusaha menyakinkan hati bahwa ini adalah sementara karena dia dan keluarganya sedang kecewa. Dan lagi, karena aku tidak ingin tinggal berlama-lama dengan orang tua atau akan semakin membuat beban mereka semakin terasa berat. Jadi, pilihan untuk segera menikah menjadi keputusanku. Meski aku tidak tahu akan seperti apa kehidupan rumah tangga ke depannya.

Di setiap malam, kuberharap jika nanti setelah aku menikah, maka kehidupanku akan berjalan lebih baik dan syukur-syukur bisa membantu perekonomian abah dan mama dan bisa membangun rumah dengan hasil keringatku sendiri.

"Kalau mas masih tidak bisa menerima kenyataan ini semua, kalau mas mau pernikahan ini batal. Ya, silakan saja, aku tidak menghalangi." Aku membebaskan dia akan terus atau berhenti, terserah. Karena jujur saja, ini masih bisa dibatalkan sebelum semuanya semakin jauh dan sebelum kami saling jatuh semakin dalam.

"Ya gak bisa gitu dong, mau ditaruh di mana mukaku ini? Jangan berpikir picik begitu! Kamu tidak tahu seberapa banyak uang yang sudah dikeluarkan untuk pesta pernikahan kita? Kamu dan keluargamu mana tahu, karena mereka gak ikut iuran buat bayar ini dan itu. Semua uang keluar dari pihakku, mana sumbangsihnya keluargamu yang punya menantu pengusaha itu?" Sentaknya tidak terima. Aku hanya diam dan menelaah semua kalimatnya yang memang tidaklah semua benar adanya, tapi tidak salah juga.

Dia belum puas dengan kekesalannya karena tersinggung dengan kalimatku sebelumnya, jadi, dia kembali berkata, "enak aja kamu ngomong mau dibatalin! Bayar dong sini, kembalikan semua uangnya sekarang juga. Bisa, gak?" Dia menengadahkan tangannya di depan wajahku. Seharusnya saat itu aku tahu, jika aku sudah tidak akan dihargai sebagai seorang manusia di sini.

Terkadang manusia itu sendiri belum tentu mempunyai perikemanusiaan, sebagian dari mereka masih menganggap uang lebih tinggi daripada harga diri dan lebih berkuasa dari segalanya. Siapa pun yang sedang berada di atas, mereka akan lupa jika orang yang sedang berada di bawah juga mempunyai perasaan dan hati nurani yang rawan tersakiti.

Episodes
1 Si Gadis Miskin
2 Kisah Sebelum Akad
3 Mertua Julid
4 Hari Menyebalkan
5 Kembalikan Mas Kawin
6 Tidak Boleh Berkunjung
7 Mama Mertua yang Kambuh-Kambuhan
8 Satu Permintaan
9 Pertengkaran
10 Memaafkan
11 Pernikahan Tetangga
12 Dia Adikku
13 Fitnah Mertua
14 13. Tradisi Ngirim
15 Rencana Perceraian
16 Pulang
17 Sejenak Terbebas
18 Ditinggal Sehari
19 Putus atau Terus
20 Plan A
21 Tawaran Kerja
22 Hari Itu Tiba (1)
23 Hari Itu Tiba (2)
24 Pillow Talk
25 Siapa Savana?
26 Clue
27 Pengakuan Mama
28 Teman Lama
29 Pemaksaan
30 Rencana Makan Malam
31 Double Date
32 Ayo Bercerai
33 Kesempatan Terakhir
34 Terungkap
35 Perubahan
36 Salah Paham
37 Terulang
38 Curhat
39 Penyelidikan
40 Terjeda
41 Pembuktian
42 Bukan Hanya Satu
43 Pengakuan
44 Boneka Kehidupan
45 Ketidaksempurnaan
46 Kembali Pulang
47 Bertemu Cyano
48 Memaksa Kejujuran Berbicara
49 Ada Lagi
50 Hampir Kehilangan
51 Akhiri Saja Drama Ini
52 Cuap-Cuap Penulis
53 Kerahasiaan Lain
54 Penjelasan
55 Zhafira Berbicara
56 Saat Terakhir
57 Season 2: Selepas Kepergianmu
58 Bukan Update, tapi Mau Promosi
59 Surat Untuk Cliantha
60 Hak Asuh
61 Wisata Ke Tempat Lama
62 Bertemu Sang Adik
63 Narendra
64 Di Luar Agendaku
65 Aku Ibunya
66 Tiga Anak Cukup
67 Tidak Diharapkan
68 Datang dan Hilang
69 Retak
70 Akar Masalah
71 Mencarimu
72 Komitmen
73 Sebuah Paket
74 Arti Melepaskan
75 Penentuan
76 Mewujudkan Impianku (END)
77 Cek Novel Lainnya
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Si Gadis Miskin
2
Kisah Sebelum Akad
3
Mertua Julid
4
Hari Menyebalkan
5
Kembalikan Mas Kawin
6
Tidak Boleh Berkunjung
7
Mama Mertua yang Kambuh-Kambuhan
8
Satu Permintaan
9
Pertengkaran
10
Memaafkan
11
Pernikahan Tetangga
12
Dia Adikku
13
Fitnah Mertua
14
13. Tradisi Ngirim
15
Rencana Perceraian
16
Pulang
17
Sejenak Terbebas
18
Ditinggal Sehari
19
Putus atau Terus
20
Plan A
21
Tawaran Kerja
22
Hari Itu Tiba (1)
23
Hari Itu Tiba (2)
24
Pillow Talk
25
Siapa Savana?
26
Clue
27
Pengakuan Mama
28
Teman Lama
29
Pemaksaan
30
Rencana Makan Malam
31
Double Date
32
Ayo Bercerai
33
Kesempatan Terakhir
34
Terungkap
35
Perubahan
36
Salah Paham
37
Terulang
38
Curhat
39
Penyelidikan
40
Terjeda
41
Pembuktian
42
Bukan Hanya Satu
43
Pengakuan
44
Boneka Kehidupan
45
Ketidaksempurnaan
46
Kembali Pulang
47
Bertemu Cyano
48
Memaksa Kejujuran Berbicara
49
Ada Lagi
50
Hampir Kehilangan
51
Akhiri Saja Drama Ini
52
Cuap-Cuap Penulis
53
Kerahasiaan Lain
54
Penjelasan
55
Zhafira Berbicara
56
Saat Terakhir
57
Season 2: Selepas Kepergianmu
58
Bukan Update, tapi Mau Promosi
59
Surat Untuk Cliantha
60
Hak Asuh
61
Wisata Ke Tempat Lama
62
Bertemu Sang Adik
63
Narendra
64
Di Luar Agendaku
65
Aku Ibunya
66
Tiga Anak Cukup
67
Tidak Diharapkan
68
Datang dan Hilang
69
Retak
70
Akar Masalah
71
Mencarimu
72
Komitmen
73
Sebuah Paket
74
Arti Melepaskan
75
Penentuan
76
Mewujudkan Impianku (END)
77
Cek Novel Lainnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!