Aku merasa rumah yang kutempati terkadang terasa seperti surga dan kadang neraka, tetapi aku ingin tetap menciptakan surga di antara panasnya api neraka. Meski sulit, aku selalu mencobanya. Memberi kesempatan pada diriku sendiri untuk mencoba jadi yang terbaik untuk suamiku, mama mertuaku, saudara ipar, dan ya, tetangga yang mulutnya sepedas cabai rawit.
"Mas, besok aku mau ke rumah orang tuaku ya?" pamitku pada suamiku dengan menyodorkan secangkir kopi hitam untuknya di meja.
"Mau apa?" Dia mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan bertanya dengan nada sinis yang tidak aku sukai.
"Untuk berkunjunglah, masa berkunjung ke rumah ortu aja harus ada apa, ada apa?" Cibirku yang kini duduk di sebelahnya, memangku kakinya untukku pijat. Ya, sedikit trik untuk merayunya.
Semenjak menikah, aku belum pernah berkunjung ke rumah orang tuaku lagi. Namun, suasana ini memperlihatkan jika aku sepertinya tidak boleh berkunjung ke rumah orang tuaku entah karena apa.
"Boleh?" Tanyaku lagi memastikan.
"Aku lagi sibuk di kantor," jawabnya tanpa memindahkan pandangan padaku.
"Aku bisa kok pergi sendiri, mas gak perlu antar," ujarku kemudian. Kenapa wajahnya berubah masam seperti itu?
"Mas nggak akan ngelarang aku ketemu sama orang tuaku kan?" Tanyaku menatap wajahnya intens, yang dipandang sama sekali tidak menggubris.
"Iya, nggak usah ke sana dulu." Jawabnya pelan dan fokusnya tetap pada layar laptop miliknya.
"Kenapa nggak boleh? Aku rindu," ujarku seraya menyingkirkan kakinya dari pangkuanku meski secara pelan. Dia yang tersentak, lantas menatapku dengan tatapan tajamnya.
"Mau apa kamu kesana? Harus jelas tujuannya, jangan asal main. Dikit-dikit mampir, dikit-dikit minta mampir. Kamu gak akan mandiri," ulasnya.
"Aku belum pernah berkunjung ke rumah mereka setelah kita menikah, Mas."
"Kamu kan bisa meneleponnya, nggak usah sering ke sana. Toh, orang tuamu pasti akan minta uang," ujarnya menghina keluargaku seperti bisanya.
"Kotor sekali pikiranmu, Rezky!" Cebikku dengan lirih.
Klap! Layar laptop ditutupnya dengan keras.
"Bisa gak kamu menurut dan berbakti padaku saja? Aku suamimu, Daisya! Jadi, menurutlah!" Aku tidak suka jika dia mulai mencari keributan dan berbicara dengan suara keras. Dia lantas pergi meninggalkanku dengan keadaan marah.
Jebret! Pintu kamar lantai atas terdengar menggema sampai di lantai dasar ruang tamu tempatku duduk. Dadaku terasa sesak saat dibentak seperti ini, hampir setiap hari aku mendapatkan bentakkan dari suamiku yang aku turuti.
Kulihat pria itu keluar dan pergi menggunakan motor gede kesayangannya. Dia bisa pergi dengan bebas kemana pun dia mau, tapi tidak mau mengantarku ke rumah orang tuaku. Kejam sekali kamu, Mas.
Di dalam kamar aku menangis sendiri.Belum cukup aku menangis, mama mertua sudah datang memanggilku dari luar pintu kamar.
"Daisya, cepat turun. Ada tamu-tamu mama di bawah, teman-teman arisan mama. Siapkan makanan yang enak-enak," ujar mama padaku.
Aku yang terkejut, hanya bisa menghapus air mataku secara kilat dan mengiyakan pada perintah mama. Dengan suara bergetar karena sesegukan, aku membalasnya, "iy, huks! Iya, Ma. Sebentar lagi Daisya turun,"
Mama mertua melihat ada yang aneh denganku, tapi beliau diam dan tidak ingin memperpanjang masalah. Beliau hanya berkata, "iya, cepatlah."
Di bawah, aku dibantu para ART lainnya membuat anek kue dan jajanan untuk para tamu. Berjibaku dengan alat dapur, oven, mentega, dan celemek kotor, aku selalu mendapat panggilan dari mama untuk ini dan itu.
"Daisya, Daisya!" Panggil mama mertua, sedang aku tengah mengangkat kue kering dari dalam oven.
Dengan sigap, aku datang ke samping mama, "iya, Ma? Ada apa?" Tanyaku pada mama.
"Daisya, ini tolong buatkan 5 jus jeruknya lagi!" Tunjuk mama kepada para tamu yang kekosongan gelas di depan mereka.
"Baik, Ma, Daisya buatkan sebentar," ucapku mengangguk pada mama dan para tamu.
Belum siap jus jeruk tersajikan, mama sudaj kembali memanggilku. "Iya, Ma?" Ujarku menjawab dengan senyum terpaksa.
"minta sendok kue, Daisya."
Ma, Anda ini sengaja mengerjai aku atau bagaimana sih? Sekadar sendok saja, kenapa tidak langsung mengatakannya tadi atau bisalah ambil sendiri. Memangnya, aku ini pembantu ya di rumah ini?
Dengan langkah yang mulai malas, aku memberikan satu set sendok dan garpu kue pada mama. Selepas semua tamu pulang, hari sudah mulai gelap. Dan, siapa yang membereskan piring dan gelas sisa makanan para tamu kalau bukan aku?
Banyak jus dan makanan yang tercecer di lantai dan noda pada taplak meja. Mau tidak mau akulah yang membersihkannya karena para pembantu sudah pada pulang setelah pukul 7 malam tadi.
Banyak sekali cucian kotor yang harus aku tangani sebelum datang esok pagi, atau aku akan kena marah mama mertua. Semua telah selesai pukul 9 malam. Tubuhku terasa letih, tetapi aku sempatkan untuk membersihkan tubuh di kamar mandi.
"Daisya, Daisya!" Baru aja aku menggosok tubuhnya dengan sabun mandi, tetapi suara pria itu sudah memenuhi kepalaku.
"Daisya, Daisya, dimana kamu?" Teriakan suamiku semakin menggema keras.
"Iya, sebentar!" Jawabku lantang dan bergegas membersihkan badan dari sisa busa sabun mandi.
"Ada apa, Mas?" Tanyaku pada pria yang kini duduk di ruang kerjanya.
"Dari mana saja, kamu? Cepat, buatkan aku kopi hitam!" Pintanya tak memedulilan aku yang tengah menggosok rambutku yang basah.
Tidak ada lima menit, kopi hitam sudah tersaji di hadapannya.
Baru saja mataku tertutup sejenak dan ingin terlelap dengan damai, tetapi satu gerakan mampu menggoyangkan sebagian tubuhku. "Kamu sudah tidur?" Tanya suamiku etaya membalikkan tubuhku ke posisi telentang.
Aku mengangguk, karena jujur saja hari ini memang tidak kalah melelahkannya. Sejak kedatangan tamu arisan mama, membuat aneka kue, hingga bebersih cucian kotor, belum lagi dia yang minta dibuatkan kopi. Tentu saja, membuat kopi juga membutuhkan usaha untul naik turun tangga.
Dan apalagi sekarang? Dia meminta jatahnya? Tidak habis pikir, aku menggeleng dan dia saja saat wajah suamiku sudah masuk ke ceruk leherku dan memberikan kecupan halus sampai mampu membuat ranjang ini bergerak hebat beberapa saat.
"Aku lelah," lirihku saat dia memintanya untuk kesekian kalinya.
Bruk! Dia mungkin kesal karena penolakanku, berakhir dia yang menjatuhkan diri ke samping sisi tempat tidur dari dan mendorong tubuhku untuk menjauh darinya. Sungguh, kekanakan dan tidak pengertian sama sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments