Hari Menyebalkan

Dua hari menjadi seorang menantu membuatku lelah harus mengerjakan pekerjaan rumah ini dan itu. Memang bukan semuanya aku yang mengerjakan, tapi dibantu dengan mama mertua dan satu ART yang membantu memasak di dapur.

Belum lagi sampai hari kedua pernikahanku ini, suamiku belum memberikan sepeser pun uang untuk belanja. Saat tukang sayur, tukang ikan, dan tukang bawang melintas di depan rumah dan menjajakan dagangan mereka kepadaku, "Neng, bawangnya Neng? Bawang putih, bawang merah, Neng?

Aku hanya bisa tersenyum untuk menanggapinya dan sesekali berujar, "tidak, Pak. Masih ada di dapur," bohongku.

"Siapa?" Tanya suamiku dari belakang. Dia yang menggunakan celana pendek dan memindahkan kandang burung perkutut piarannya dari atas, lalu diletakkan di teras depan rumah berhasil membuatku kesal karena baru saja teras itu kusapu dan dibersihkan.

"Mas, buang kotorannya jangan di sini, dong! Aku kan baru selesai nyapu," protesku yang tanpa sadar ternyata suaraku yang meninggi padanya. Bukan mendapat tanggapan semestinya, hanya tatapan tajam sekilas. Kini, ia malah membuka alas yang berisi tai burung itu dan membuangnya di lantai.

"Sial, dia tidak mendengarkanku!" Sontak kuletakkan gagang sapu dan engkrak dengan sedikit menyentak di tembok.

"HEH! Beraninya kamu mengamuk?!" Bentak Mas Rezky padaku. Dia berdiri dan berkacak pinggang di depanku. Melotot padaku dan menonyorku di teras depan rumah orang tuanya. Entah mengapa, akhir-akhir ini dia selalu senewen padaku.

"Mas?" Aku terisak karena malu. Dekat dari halaman rumah, banyak orang yang sedang belanja di tukang sayur yang tadi melintas.

"Goblok! Gak ada sopan santunnya sama suami! Ajaran Burhanuddin tuh kayak gini, nih!" Lagi-lagi dia menonyorku sampai kepalaku hampir terjedok pasak tembok di sampingku. Jangan lupakan jika dia memanggil Burhanuddin dengan lantang dan tanpa sapaan 'abah' seperti biasa saat aku menyapa beliau.

Aku menangis tersedu-sedu meski mencoba tidak bersuara. Saat kaki akan melangkah masuk dan menerobos dirinya yang berdiri di tengah-tengah pintu, tiba-tiba tangan kananku tersentak dan ditarik paksa masuk ke dalam rumah.

"Mas, ada apa?" Pekikku.

"Masuk kamu! Cepat, masuk!" Dia dengan kejam mendorong tubuhku, memaksaku masuk ke dalam kamar dan meniduriku dengan cara yang kasar dan brutal.

"Mas, ampun! Sakit," rintihku lirih tidak mau orang rumah dengar, meski usahaku yang memohon itu sama sekali tidak didengar olehnya.

"Orang miskin, tapi belagu ya itu cuma kamu!" Ujarnya selagi dengan asyiknya mematahkan tulang-tulang kecil tubuhku.

"Beginikah nasib orang miskin? Selalu tidak dihargai?" Ujarku dalam hati.

"Daisya, Daisya hentikan tukang sayur itu cepat, mama mau beli sayur!" Suara mama mertua membuatku gusar.

"Mas, cukup, mama memanggilku," aku berusaha bangkit dan menyingkirkannya, tapi gagal. Dia malah menyentakku untuk tetap berada di posisiku.

"Sayur, sayur..." Suara tulang sayur semakin terdengar sayup.

"Daisya, hentikan dia sebentar, cepat! Mama lagi tuang air panas di teko!" Suara mama mertua membuatku semakin panik, sedangkan anaknya ini tidak mau berhenti dari aktivitasnya. Dia semakin gencar melalukan aksinya, sedangkan hatiku semakin dibuat tidak tenang.

"Sayuuur....."Suaranya abang tukang sayur itu terdengar semakin jauh.

"DAISYA! DIMANA KAMU? DENGAR, TIDAK?" Mama mertuaku menaikkan nada suaranya.

"Iya, Ma!" Dengan sekuat tenaga, aku yang sudah mengumpulkan kekuatan untuk menyingkirkan tubuh suamiku dari atas tubuhku. Menyentaknya dengan paksa yang mungkin belum puas dengan aksinya.

"Kurang ajar!" Desis dia padaku, sembari aku yang membenarkan penampilanku dan berlari mengejar tukang sayur yang sudah jauh pergi entah kemana.

Saat aku akan kembali pulang, semua mata yang berpapasan memandangku aneh. Ada apa?

"Ada apa, Bu Djoko?" Tanyaku pada wanita tua yang merupakan ketua RW setempat.

"Mbak cantik, itunya lepas," ujar Bu Djoko menunjuk ke bagian dadaku.

Duar! Aku mendelik menatap ke bawah, "memalukan!" gumamku dalam hati.

"Ma, tukang sayurnya sudah jauh saat kukejar," laporku pada mama yang masih berkutat dengan peralatan dapurnya.

"Ish, kamu bisa becus nggak sih kalau mama mintain tolong? Cuma berhentiin tukang sayur saja masa gak bisa? Dari mana? Jangan pura-pura budek makanya!" Omel mama mertua padaku.

"Ya sudah, sana ke pasar beli ikan dan sayur!" Perintah mama mertua padaku. Aku menyanggupi, tapi satu hal yang tidak aku sanggupi.

"Uangnya, Ma?" Pintaku menyodorkan tangan. Mama mertua menatapku sinis–sudah biasa.

"Mas Rezky belum ngasih uang," tuturku.

"Makanya punya uang dong! Jangan bergantung pada suami! Dikit-dikit minta, nabunglah minimal!"

Ingin kuberkata, "Ma, aku jadi menantu di rumah ini baru 2 hari lho, Ma. Mana mungkin ada tabungan, kalau pun ada paling 500 perak." Namun, kalimat itu hanya tertahan di kerongkonganku.

Hari ini aku benar-benar marah dan membisu seharian. Aku juga berhak marah saat aku tidak dipelakukan dengan semestinya.

"Daisya, tolong ambilkan air buat siram tanaman!" Teriak suamiku dengan suara lantang di halaman rumah. Aku mengambilkan seember air beserta gayungnya tanpa disuruh. Saat ember itu sudah berada di depan matanya, dia tersenyum meski tidak kubalas senyumannya.

"Kamu kenapa?"

"Masih tanya kenapa? Harusnya kamu instrospeksi diri, Mas." Ujarku dalam hati, meski yang keluar dari tubuhku hanyalah gerakan kepala yang menggeleng ke kanan dan kiri dengan raut wajah masam.

Setelah mandi sore, aku menyiapkan makan untuk pria menyebalkan itu. "Mas mandi dulu aja, kotor dari taman," pintaku karena dasarnya aku tidak suka hal yang kotor dan anti kuman bakteri.

"Iya, baiklah." Tumben dia menurut?

Kami makan berhadapan, hanya kami yang tersisa. Mama dan Papa sudah makan terlebih dahulu, sedangkan aku menunggu dia sampai selesai mandinya.

"Kamu kenapa?"

"Tidak papa," jawabku.

"Kenapa? Masih marah?"

"Menurut, Mas?" Aku bertanya balik, tanpa memedulikan dia yang kini mengusap lembut tanganku.

"Maaf, ya, pagi tadi kan?"

Aku mengangguk, tak sengaja satu air mataku menetes. Dia bangkit dan berpindah tempat duduk di sampingku, "Mas minta maaf ya. Jangan lagi dipikirkan, okey?" Ujarnya seraya mengelus dan mengecup kepalaku.

Sesungguhnya, wanita itu makhluk yang sensitif dan perasa sehingga akan sulit melupakan sesuatu yang buruk yang menimpa dirinya. Sakitnya akan selalu membekas di dalam hati.

Episodes
1 Si Gadis Miskin
2 Kisah Sebelum Akad
3 Mertua Julid
4 Hari Menyebalkan
5 Kembalikan Mas Kawin
6 Tidak Boleh Berkunjung
7 Mama Mertua yang Kambuh-Kambuhan
8 Satu Permintaan
9 Pertengkaran
10 Memaafkan
11 Pernikahan Tetangga
12 Dia Adikku
13 Fitnah Mertua
14 13. Tradisi Ngirim
15 Rencana Perceraian
16 Pulang
17 Sejenak Terbebas
18 Ditinggal Sehari
19 Putus atau Terus
20 Plan A
21 Tawaran Kerja
22 Hari Itu Tiba (1)
23 Hari Itu Tiba (2)
24 Pillow Talk
25 Siapa Savana?
26 Clue
27 Pengakuan Mama
28 Teman Lama
29 Pemaksaan
30 Rencana Makan Malam
31 Double Date
32 Ayo Bercerai
33 Kesempatan Terakhir
34 Terungkap
35 Perubahan
36 Salah Paham
37 Terulang
38 Curhat
39 Penyelidikan
40 Terjeda
41 Pembuktian
42 Bukan Hanya Satu
43 Pengakuan
44 Boneka Kehidupan
45 Ketidaksempurnaan
46 Kembali Pulang
47 Bertemu Cyano
48 Memaksa Kejujuran Berbicara
49 Ada Lagi
50 Hampir Kehilangan
51 Akhiri Saja Drama Ini
52 Cuap-Cuap Penulis
53 Kerahasiaan Lain
54 Penjelasan
55 Zhafira Berbicara
56 Saat Terakhir
57 Season 2: Selepas Kepergianmu
58 Bukan Update, tapi Mau Promosi
59 Surat Untuk Cliantha
60 Hak Asuh
61 Wisata Ke Tempat Lama
62 Bertemu Sang Adik
63 Narendra
64 Di Luar Agendaku
65 Aku Ibunya
66 Tiga Anak Cukup
67 Tidak Diharapkan
68 Datang dan Hilang
69 Retak
70 Akar Masalah
71 Mencarimu
72 Komitmen
73 Sebuah Paket
74 Arti Melepaskan
75 Penentuan
76 Mewujudkan Impianku (END)
77 Cek Novel Lainnya
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Si Gadis Miskin
2
Kisah Sebelum Akad
3
Mertua Julid
4
Hari Menyebalkan
5
Kembalikan Mas Kawin
6
Tidak Boleh Berkunjung
7
Mama Mertua yang Kambuh-Kambuhan
8
Satu Permintaan
9
Pertengkaran
10
Memaafkan
11
Pernikahan Tetangga
12
Dia Adikku
13
Fitnah Mertua
14
13. Tradisi Ngirim
15
Rencana Perceraian
16
Pulang
17
Sejenak Terbebas
18
Ditinggal Sehari
19
Putus atau Terus
20
Plan A
21
Tawaran Kerja
22
Hari Itu Tiba (1)
23
Hari Itu Tiba (2)
24
Pillow Talk
25
Siapa Savana?
26
Clue
27
Pengakuan Mama
28
Teman Lama
29
Pemaksaan
30
Rencana Makan Malam
31
Double Date
32
Ayo Bercerai
33
Kesempatan Terakhir
34
Terungkap
35
Perubahan
36
Salah Paham
37
Terulang
38
Curhat
39
Penyelidikan
40
Terjeda
41
Pembuktian
42
Bukan Hanya Satu
43
Pengakuan
44
Boneka Kehidupan
45
Ketidaksempurnaan
46
Kembali Pulang
47
Bertemu Cyano
48
Memaksa Kejujuran Berbicara
49
Ada Lagi
50
Hampir Kehilangan
51
Akhiri Saja Drama Ini
52
Cuap-Cuap Penulis
53
Kerahasiaan Lain
54
Penjelasan
55
Zhafira Berbicara
56
Saat Terakhir
57
Season 2: Selepas Kepergianmu
58
Bukan Update, tapi Mau Promosi
59
Surat Untuk Cliantha
60
Hak Asuh
61
Wisata Ke Tempat Lama
62
Bertemu Sang Adik
63
Narendra
64
Di Luar Agendaku
65
Aku Ibunya
66
Tiga Anak Cukup
67
Tidak Diharapkan
68
Datang dan Hilang
69
Retak
70
Akar Masalah
71
Mencarimu
72
Komitmen
73
Sebuah Paket
74
Arti Melepaskan
75
Penentuan
76
Mewujudkan Impianku (END)
77
Cek Novel Lainnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!