Bab.2

Ketika sang surya sudah menampakan jingganya, Elang masih betah berada di basecamp. 

"Lang, gak pulang?" tanya Kevin.

"Bentar lagi," sahut Elang.

Dia menatap kosong ke depan, walau hanya ada pemandangan sawah dan gunung. Hati Elang kadang terasa damai ketika menikmati hamparan alam semesta di pagi hari, apalagi saat mengingat kejenuhannya di rumah di kala melihat sang ibu yang selalu sibuk ini dan itu.

"Elang," panggil Falisha dengan suara lembut, membuat teman-temannya yang mendengar serasa ingin muntah.

Elang melirik sekilas ke arah Falisha, lalu kembali menatap ke depan.

"Antar aku pulang, ya!" pinta Falisha, dia sudah bermanja pada lengan Elang. Tentu saja gelagat Falisha membuat pemuda tersebut risi, ia pun menepisnya dengan kasar.

"Orang di sini bukan cuma gue aja, Falisha. Ada Kevin, Raka, Daffa, dan Reno," ujar Elang, menyebut nama semua teman-temannya.

"Tapi aku maunya sama kamu," rengek Falisha.

"Gue gak bisa," tolak Elang sembari berdiri meninggalkan Falisha dan menyalakan motornya.

Sementara itu, sahabat-sahabat Elang tertawa melihat Falisha yang lagi dan lagi ditolak. Mereka juga sudah bersiap di atas motor.

"Lo gak sadar diri, Fal. Elang risi sama lo. Lo udah kaya lem, nempel terus sama dia, dan lo bisa pulang sama bestie lo," tunjuk Kevin ke arah teman-teman Falisha. Setelah mengatakan itu, Kevin melajukan motornya meninggalkan tempat tersebut dan disusul oleh yang lain.

Falisha menghentakkan kakinya ke tanah, dia sangat kesal pada sahabat-sahabatnya Elang. Dia sudah bertekad bahwa jika nanti dia menjadi kekasih Elang, dia akan melakukan apa yang dia mau.

"Cabut, guys," ajak Falisha pada kedua temannya.

Elang sendiri entah ke mana arah dan tujuannya, asal jangan pulang ke rumah terlebih dulu. 

***

Di apartemen Aiyla

Aiyla baru saja selesai memasak, dia menatap menu makan malam yang menurutnya terlalu banyak. Aiyla berinisiatif untuk membagikannya kepada tetangga depan kamarnya, dan juga untuk orang-orang yang berlalu-lalang di jalan raya. Pada saat Aiyla membagikan makanan, saat itu juga Elang melintas di hadapannya. Laki-laki itu hampir menabrak Aiyla dan seorang pemulung yang sedang menerima makanan dari Aiyla.

"Astaga ...  Tuhan," pekik Aiyla.

"Gak apa-apa, Non?" tanya si ibu pemulung tersebut.

"Gak apa-apa, Bu," sahut Aiyla, beruntung makanannya tidak ada yang tumpah.

"Pemuda itu memang gitu, Non. Dia suka ngebut di jalan sama empat orang temannya," tutur si ibu pemulung.

"Tapi sejujurnya, mereka baik, lho, Non. Suka bagi-bagi makanan dan lainnya," lanjutnya lagi.

Aiyla hanya tersenyum samar atas informasi pemuda tersebut yang Aiyla yakini adalah anggota geng motor.

"Ya, sudah. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Aiyla, dijawab anggukan oleh si ibu pemulung.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul sebelas malam, dan selama itu pula Elang berada di jalanan tak jelas tujuannya. Bahkan ibunya melakukan panggilan pun tak dipedulikan sama sekali. Elang berhenti di restoran cepat saji yang buka dua puluh empat jam. Dia menikmati makanannya sendiri.

[Kamu di mana, Elang?]

Notifikasi masuk ke dalam ponselnya, Elang dengan santai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sambil melirik isi pesan dari ibunya. 

"Kenapa repot-repot ngurusin gue?" gerutu Elang.

Yurika, ibu Elang, mondar-mandir di rumah karena cemas. Pasalnya Elang tak biasanya pulang larut malam begini. Biasanya saat dia pulang, Elang justru sudah terlelap. Yurika terus saja melakukan panggilan telepon pada sang anak, walau dia tahu hasilnya tak akan dijawab. Dia terus berusaha menghubungi Elang. Berkali-kali panggilan tak kunjung membuahkan hasil. Pada akhirnya, Yurika pun menyerah, dia menghela napas pelan, lalu menatap ponselnya, membaca surat panggilan dari pihak kampus. Perihal keterlambatan Elang dan sikap jailnya terhadap teman satu kelasnya.

***

Keesokan harinya, Yurika sengaja berangkat siang hanya untuk bertemu Elang. Namun, saat Yurika memberikan surat panggilan dari pihak kampus, Elang hanya melirik sekilas. Dan memilih melanjutkan sarapannya dengan acuh tanpa menatap sang ibu.

"Apa ini, Elang?" tanya Yurika.

"Kamu bisa baca, kan? Maka baca saja sendiri. Gak harus dijelaskan," ujar Elang.

Yurika mengembuskan napasnya dengan sepenuh dada, dia menatap anak semata wayangnya. Merasa gagal telah mendidik sang anak, selama ini dia sibuk mengembangkan bisnis kecantikan dan butiknya demi masa depan Elang.

"Mama mohon Elang, jadilah anak baik!"

"Memang selama ini, aku anak nakal? Kamu tidak pernah tau apa pun tentang ku. Jadi, jangan pernah mengurusi urusanku, urus saja bisnismu!" bentak Elang seraya meletakkan sendok dan garpu dengan kasar, membuat hati Yurika sakit. Melebihi sakitnya saat mengetahui ayah dari anaknya itu selingkuh.

"Elang," lirih Yurika, menatap punggung sang anak. Jika bukan karena wanita sundal, dia dan ayahnya Elang pasti akan mendidik sang anak dengan baik.

"Maaf …," ucap Yurika lirih. Meski pelan, perkataannya ini masih bisa didengar oleh Elang.

"Basi."

Elang meninggalkan ruang makan, Yurika hanya menatap nanar anaknya. Hubungan mereka menjadi semakin jauh, dari tahun ke tahun. Bahkan sampai Elang akan lulus kuliah, dia dan Elang seperti orang asing. Hanya keajaiban yang Yurika tunggu, agar Elang bersikap baik padanya. Saat mendengar suara motor, Yurika menatap dari balik jendela. Elang sudah dewasa, banyak hal yang dia lewati tentang tumbuh dan kembang sang anak.

"Yang sabar, Nyonya. Suatu saat nanti, Den Elang akan lebih menghargai Nyonya," ujar sang pembantu yang bernama Anisa, ia telah ikut dengan Yurika sejak Elang masih bayi. Dia juga yang mengurus Elang saat dirinya sedang bekerja.

"Selain gagal dalam berumah tangga, aku juga gagal dalam mendidik anak, Bi," lirih Yurika dengan mata berkaca-kaca.

"Nyonya ...." Nisa, sapaan akrabnya, hanya bisa memeluk sang majikan dan mengelus punggungnya. 

Nyonya-nya ini pasti butuh sandaran. Dia juga mengetahui kebusukan mantan tuannya, ayah dari Elang. Nisa berharap Yurika dan Elang bisa berbaikan. Nisa juga yang paling tahu bagaimana Yurika dan Elang, karena mereka sudah hidup bersama sejak lama. 

"Yang sabar, Nyonya," ucap Nisa menenangkan.

"Terima kasih, Nis. Selama ini kamu selalu ada untuk saya," isak Yurika. Anisa hanya mengangguk dan terus memeluk sang majikan. Setidaknya, dia bisa meringankan beban kesedihan sang nyonya.

bersambung ...

Jangan lupa tinggalkan jajak 🙏

Terpopuler

Comments

Diah Darmawati

Diah Darmawati

mewek😭😭

2023-11-03

1

Mochi 🐣

Mochi 🐣

Yang sabar Nyonya Yurika 😔

2023-08-02

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!