Don'T Tell Me About Love
"Ricky..." teriak Agatha yang belum bisa menerima kepergian kekasihnya
Didekapnya dengan erat tubuh lemah penuh darah yang kini ada di pangkuannya.
"Nggak. Kamu nggak boleh pergi Ric." ulang Agatha bersahutan dengan rintikan hujan malam itu.
Aliran air berwarna merah menambah kesan mengerikan di sepanjang jalanan sepi.
"Tolong! Tolong saya!" teriak Agatha kesekian kalinya tanpa direspon oleh siapapun
"Ricky, bangun Ric! Jangan tinggalin aku sendirian." ujarnya semakin pilu
Beberapa menit yang lalu...
"Ric, kamu nggak capek apa harus antar jemput aku tiap hari? Kan rumah kita berlawanan. Lagipula kamu juga harus kuliah terus kerja." cerocos Agatha sambil menempelkan dagu lancipnya di bahu Ricky
"Aku nggak kenal capek Tha. Demi kamu dan masa depan kita nanti!" tukas Ricky sukses membuat Agatha tersipu
"Ciyee malu ya?" seloroh Ricky menatap rona kemerahan sang gadis dari spion
"Nggaklah! Ngapain malu?" sanggah Agatha yang semakin salah tingkah
"Itu apa?" tangan kiri Ricky mengusap sekilas pipi Agatha
"Ih Ricky apaan sih!" Cubitan kecil mendarat di pinggangnya
Ricky yang meringis kesakitan menoleh ke belakang untuk membalas kekasihnya.
"Sini aku balas ya!" ujar Ricky berusaha mencubit pipi Agatha yang terus saja menghindar
Tanpa sadar, motor yang mereka kendarai semakin hilang kendali dan oleng. Tak lama dari arah depan sebuah mobil hitam bergerak cepat ke arah mereka.
"Ricky Awas!" pekik Agatha
BRUK.. Ricky terpental jauh di sebelah mobil. Sementara Agatha yang lebih dulu melompat hanya mendapati luka di betis dan lututnya.
"Ricky!"
Mobil itu berhenti sejenak, menampakkan sosok pria berpawakan tinggi keluar dari dalam.
"Kita nabrak orang." tukas pria itu sedikit sempoyongan
"Ganti posisi. Biar aku yang nyetir. Cepat! Kita pergi!" tukas pria satunya lagi yang kemudian bertukar kemudi
"Berhenti! Kalian jangan kabur Hey!" teriak Agatha berusaha mengejar mobil hitam itu.
"Tha.." suara lirih nan parau terdengar di telinganya.
Agatha menoleh ke arah kekasihnya yang sudah berlumuran darah. Tangisnya pecah mendapati kondisi Ricky yang tengkurap mencoba menggapainya.
Agatha membalik tubuh Ricky dan memangku kepalanya.
"Tha, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Ricky terbata.
"Diam! Kamu luka separah ini, masih bisa khawatirin aku?" marah Agatha dengan air mata beruraian
"Aku nggak mau kamu kenapa-napa. Aku sayang kamu Tha."
Bersamaan dengan itu tubuh Ricky menegang dengan kedua mata terbelalak ke atas. DEG.. Dan kedua mata itu terpejam.
Beberapa warga mulai berkerumun begitu hujan mereda. Tubuh Agatha yang basah kuyup dipaksa mundur agar petugas ambulans bisa mengangkat tubuh Ricky.
"Dia belum mati. Dia masih hidup!" teriak Agatha bak orang gila
Agatha dibaringkan di brankar dengan tali melintasi tubuhnya.
"Saya mau bersama Ricky. Tolong lepaskan saya!" teriaknya
"Kami akan membawa adik ke rumah sakit. Juga dengan temannya." ujar salah seorang petugas seraya menyuntikkan obat bius agar Agatha berhenti meronta.
AGATHA POV
Aku membuka mataku, saat ku dengar suara ricuh di sebelahku. Buram. Lamanya aku terpejam menyulitkanku untuk melihat kala itu. Kepalaku berdengung. Entah kenapa terasa sakit, seolah baru terbentur begitu keras. Samar aku melihat, sosok mama yang menangis di sisiku sambil mengusap lengan kurusku. Kelambu biru menutup seluruh sekat ruang yang ku tempati.
"Ma.." susah payah aku berusaha bicara namun hanya gerakan bibir yang terlihat
"Ma.."paksaku lagi
Ku lihat air mata mama mulai membanjir di lenganku. Baju pasien yang ku kenakan sudah basah sebagian. Aku mengangkat tanganku yang bebas. Menyentuh pelan pipi mama yang menempel padaku.
"Agatha! Kamu sudah sadar nak?" raut bahagia terpancar dari kedua matanya
Sontak dia memelukku dengan eratnya. Aku tersenyum, mama ada di sampingku menungguiku saat aku seperti ini.
"Ma.. Mana Ricky?" tanyaku lirih
Sudut bibir mama menurun dengan mata sayu dan kepala menunduk ke lantai. Seolah menghindari tatapanku.
"Ma.. Ricky dimana?" ulangku dengan perasaan tak enak.
Mama menatap mataku dengan berkaca-kaca. Mengusap puncak kepalaku dan menciumnya perlahan.
"Ricky sudah pulang." ujarnya
Mataku mengerjab. Pulang? Dia sudah sembuh? Secepat itu? Pikirku yang tak mengerti makna dari ucapan mama.
"Ricky sudah pergi." lanjut mama tak kuasa menahan tangis.
"Apa maksud mama?" ujarku terbata
"Dia tidak disini lagi." ujarnya
"Ricky pulang ke kota asalnya? Bersama tante Dewi?" tanyaku masih belum mengerti juga
"Dia sudah meninggal." ujar papa yang baru datang
Runtuh sudah duniaku. Aku tak mampu lagi berkata-kata. Aku terdiam dengan tatapan kosong menerawang bagaimana hari ini bisa menjadi akhir tidak bahagia dari hubungan kami. Air mataku lolos begitu saja. Aku menangis tanpa suara. Walau jauh dalam hati ini, ingin menjerit sejadinya atas takdir yang ku alami ini. Kelu sudah lidah ini untuk sekedar berkata-kata. Mataku memanas, ingin rasanya aku ikut terpejam dan tidak pernah bangun untuk selamanya. Namun Tuhan ingin aku melewati hukuman ini. Hukuman berat yang tidak pernah ku harapkan dalam hidupku ini.
POV END
"Agatha, ayo makan. Ini mama masakin sup iga kesukaanmu loh." ujar Kristin sambil membawa nampan berisi semangkuk sup yang masih mengepulkan asap.
Agatha menatap makanan itu tanpa minat. Genap dua minggu semenjak meninggalnya Ricky, dia tidak pernah lagi bersuara.
"Mama suapin ya!" Kristin meniup pelan sesendok sup dan nasi hangat di hadapannya
"Aaa.. Buka mulutnya sayang."
Persis seperti balita, Agatha harus disuapi siang dan malam. Bahkan untuk tidur pun harus ditemani sampai terlelap jika tidak dia bisa bergadang semalaman hanya untuk melamun di depan jendela.
"Tadi Kayla kesini, bawain buku tugas kamu Tha. Dia bilang, dia kangen sama kamu. Dia ingin sama-sama lagi kayak dulu." ujar Kristin sambil terus menyuapi Agatha
"Bu Lusi juga nanyakan kabar kamu Tha. Sebentar lagi kan ujian. Takutnya kamu ketinggalan materi terlalu jauh. Ya, mama ngerti sih kamu lagi berkabung. Tapi, coba deh Tha kamu pikirkan lagi baik-baik. Apa kamu nggak kangen sekolah?"
Agatha menatap wajah Kristin sekilas lalu kemudian menunduk.
"Ya sudah kalau kamu masih ingin di rumah. Nanti mama yang bicara sama Bu Lusi." helaan napas Kristin terdengar jelas di telinga Agatha
GREP. Agatha menarik pelan tangan Kristin. Kedua matanya menatap nanar ke arah mamanya itu. Seketika dia memeluk erat tubuh wanita di hadapannya dan menumpahkan tangis yang dia bendung selama ini.
"Sssshh sudah Tha. Jangan nangis terus. Kamu nggak kasihan sama Ricky, dia pasti juga terpukul lihat kamu kayak gini. Sudah ya! Ikhlaskan nak." Kristin mengusap pelan punggung anaknya itu
Meski Agatha tidak mengatakan apapun, Kristin tahu anaknya sedang terpuruk.
"Mama nggak akan paksa kamu Nak. Kalau kamu sudah siap sekolah lagi, bilang ke mama ya. Akan lebih baik kamu main sama teman-teman kamu, biar kamu nggak keinget terus."
Kali ini perkataan Kristin mendapat anggukan dari Agatha. Kristin tersenyum untuk pertama kalinya, Agatha memberikan respon.
"Mama ke dapur dulu ya. Kalau butuh apa-apa, bilang ya Nak." pungkas Kristin meninggalkan Agatha
Agatha tersenyum tipis sambil menatap sendu ke arah mamanya yang semakin menjauh.
...****************...
"Ndre! Lo kenapa sih? Ngelamun!" seloroh Nathan sambil menyulut sebatang rokok
"Nggak kenapa-napa Gue!" balas Andre ikut menyalakan rokok
"Eh, kalian nggak ikut kelas kimia?" tanya Ivan
"Males!" balas Andre menyilangkan kakinya ke atas meja
"Lo sendiri ngapain disini Van?" tanya Nathan
"Gue ada perlu sama Andre." ujar Ivan duduk di kursi kosong sebelah Nathan
Andre menatap tajam ke arah Ivan yang tampak bingung di depannya.
"Kenapa sih Lo?" tanya Andre
"Lo nggak ngrasa cemas gitu sama kejadian waktu itu?" Ivan bertanya balik
"Kejadian apa?" Andre menautkan alisnya
"Waktu itu Ndre.. Pas Lo mabuk!" ujar Ivan
"Owh! Nggak bakal hamil juga tuh anak kelas 11. Toh dia sendiri yang minta bukan Gue." ujar Andre dengan entengnya
"Cuih, bisa-bisanya Lo mangsa adik kelas sendiri." ujar Nathan hanya dibalas dengan sengiran kuda oleh Andre
"Bukan soal itu Ndre.. Tapi.." kalimat Ivan terhenti
"Bu, saya es jeruknya dua ya. Dibungkus aja. Mau dibawa ke kelas soalnya." seloroh Kayla yang baru datang bersama Agatha.
"Ivan Ivan, mata Lo hijau kalau lihat ginian!" ledek Andre menyadari arah tatapan Ivan
"Lo lihat nggak cewek yang rambut pendek itu." ujar Ivan menunjuk ke arah Agatha yang tertunduk di sebuah bangku
"Cantik sih! Tapi cupu! Lo sikat aja Van Gue nggak minat sama yang begituan." Balas Andre diikuti suara tawa Nathan
"Ck.. Bukan itu maksud Gue. Gue kayak pernah lihat dia. Tapi dimana ya?"
"Di perpustakaan kali! Dari tampangnya kayaknya dia kutu buku sama kayak Lo!" seloroh Nathan
Ivan terhenyak. "Dia gadis yang waktu itu.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Kevin Wowor
Lovely banget cerita ini, sukses terus thor! 🎉
2023-08-02
1
Vòng một lép nhưng tôm tép có đầy
Ngebuat hati berdesir!
2023-08-02
1