Agatha mengernyit. "Itu... Mereka.."
Ivan mengangguk. Sambil menyeduh minumannya, memberi jeda Agatha untuk memahami ceritanya.
"Terus, apa alasan Andre buat ngrusak cewek-cewek itu? Apa dia nggak takut kalau mereka hamil? Gimana cara dia buat tanggung jawab nanti?" tanya Agatha yang masih tak mengerti
Ivan menarik napas panjang, lalu meletakkan cangkir kopinya ke atas meja. Kembali dia menatap wajah Agatha yang penuh dengan tanda tanya.
"Oke, aku akan ceritain bagian intinya Tha. Andre sulit punya anak. Jadi gini, sebenarnya mereka berdua pernah ngalamin kecelakaan. Waktu itu kelas 1 SMA. Mereka berantem entah karena apa dan mobil Andre tabrakan sama mobil box besar sampai bagian depannya ringsek parah. Dan karena itulah Andre bisa dibilang mandul." ucap Ivan
Dahi Agatha berkerut. Mungkinkah hanya karena kecelakaan, bisa menyebabkan hal fatal seperti itu?
"Van, tapi kamu pernah bilang kalau Chintya, mantannya Andre itu meninggal karena sakit kan? Kok ini kamu bilang kecelakaan?" tanya Agatha mencoba mengkaitkan setiap pernyataan Ivan
Lagi-lagi Ivan menghela napas.
"Karena kecelakaan itu, Chintya lumpuh. Dia kehilangan kakinya. Dan itu yang membuat dia nggak menerima keadaannya. Dia terus nyalahin Andre, maki-maki Andre bahkan nggak jarang berbuat kasar sampai mukulin atau nyakar Andre. Bisa dibilang kejiwaannya agak terguncang. Sampai akhirnya Andre pun juga nggak terima sama perlakuan Chintya dan marah besar di hari ulang tahun Chintya. Aku nggak tahu persis kejadiannya. Tapi yang jelas besoknya, Chintya bunuh diri. Dia menjatuhkan diri dari balkon lantai 3 rumahnya beserta kursi rodanya." terang Ivan
Agatha terdiam. Kali ini ekspresi wajahnya begitu serius. Serumit itu hubungan yang terjalin antara mereka. Masa-masa abg labil yang mestinya penuh kebahagiaan, tidak terjadi pada Andre dan Chintya.
"Andre pun merasa bersalah. Hingga dia berpikir, cewek yang berkarakter sama kayak Chintya nggak boleh bahagia jika Chintya saja tidak bahagia. Dan dia perlakukan seperti apa yang kamu lihat tadi. Cuma mainan!" lanjut Ivan kembali menyeduh minumannya
Agatha tak bergeming. Otaknya berkelana menjadikan kisah ini sebagai terapi mental untuknya. Memang dia pernah sekali kehilangan dan itu begitu menyakitkan. Tapi mendengar apa yang terjadi pada Andre, itu jauh lebih mengerikan. Jika itu dia, mungkin dia tidak akan sanggup bertahan hidup.
"Van, kenapa Andre bisa mandul?" tanya Agatha. Hal yang satu itu entah kenapa sangat mengganggu pikirannya.
Ivan menatap manik mata Agatha yang dengan polos bertanya.
"Ya, sebenarnya aku belum tahu pasti sih kondisi Andre kayak gimana. Tapi tante Wulan bilang Andre masih bisa disembuhkan dengan terapi." lanjut Ivan
Agatha terdiam. Perlahan dia menyeruput cokelat hangat pesanannya yang mulai mendingin.
"Sekarang, aku tahu harus berbuat apa." ujar Agatha pelan
Ivan tersenyum tipis. Lalu menghabiskan sisa minumannya dalam sekali teguk.
"Tha, kita pulang yuk. Udah hampir jam sebelas malam. Takutnya tante Kristin nyariin kamu." ajak Ivan begitu menyadari jarum di jam tangannya hampir mendekati angka 11.
Agatha mengangguk patuh dan langsung meminum habis minumannya. Mereka kembali ke jeep milik Ivan yang masih stay di parkiran depan.
Diam. Mereka bergelut dengan pemikiran masing-masing. Agatha berusaha mengurai benang kusut dari keseluruhan cerita Ivan. Heran benar ada kejadian seperti itu di dunia nyata. Bahkan tidak satupun pernah Agatha baca dari novel percintaan yang pernah dipinjamnya.
Sementara Ivan masih merasa bersalah telah membawa Agatha ke dalam situasi yang tidak mengenakkan. Harusnya, Ivan tahu Andre akan bersikap seperti ini. Ditambah kalimat Andre yang dengan gamblang menyatakan kalau Agatha adalah gadisnya. Tidak! Hari ini Ivan bertekad untuk tidak menyerah pada Agatha. Tidak akan dia biarkan Andre merusak masa depan gadis yang kini duduk di sebelahnya.
"Tha. Thank's ya udah mau main sama aku." ujar Ivan akhirnya begitu mobil itu masuk ke halaman depan rumah Agatha
Agatha mengangguk, melihat ke arah rumahnya yang masih terang. Jelas Kristin belum tidur. Bahkan pagar depannya pun masih terbuka.
"Aku yang harusnya berterima kasih Van. Kamu udah nolongin aku tadi." balas Agatha dengan seulas senyum
"Sorry ya buat hari ini. Jangan kapok ya temenan sama aku!" ungkap Ivan dengan wajah penuh sesal
Agatha tersenyum. Jemari kecilnya menggapai tangan Ivan.
"Kamu sahabatku Van. Mungkin yang terbaik, setelah Kayla. Hal kayak gini sama sekali gak ganggu aku kok. Toh, bukan salah kamu juga. Thank's ya udah mau ngajakin main." balas Agatha
Ivan tersenyum. Jantungnya kembali berdetak semaunya, ketika kontak dengan Agatha di lepaskan. Gadis mungil itu kemudian turun dari mobilnya. Sebelum pergi Agatha masih sempat mengucapkan sebuah kalimat.
"Jaga diri baik-baik ya Van. Jangan sampai larut dalam pergaulan yang salah. Cukup Andre dan temanmu itu yang nakal, kamu jangan."
Agatha berlalu pergi setelah berhasil mengatakannya dengan lancar. Senyum selebar daun pintu pun merekah di bibir Ivan. Hatinya bahagia. Baginya ucapan Agatha adalah sebuah kepedulian. Perhatian yang memberikan lampu hijau untuknya. Akhirnya..
...****************...
Senin pagi, hari yang paling Agatha benci pun akhirnya tiba. Dengan gontai, Agatha masuk ke halaman kampus yang luas. Tangannya menenteng setumpukan buku untuk dikembalikan ke perpustakaan. Kakinya melangkah pelan menuju bangunan besar dengan pintu kayu yang tinggi. Di sebelahnya ada taman kecil tempat beberapa mahasiswa suka nongkrong atau mengabadikan moment. Ya, moment bagi mereka yang berpasangan. Foto-foto, apalagi.
Agatha membelokkan arah menuju pintu utama. Tiba-tiba sekerumunan mahasiswi menarik perhatiannya. Tampak beberapa sedang tertawa sambil bercerita tentang sesuatu. Agatha berhenti sejenak untuk menguping ketika menyadari satu diantaranya adalah Audrey, wanita yang berada satu room dengan Andre.
"Kalian nggak bakal bisa bayangin gimana serunya pas ada di posisi itu. Gila, Andre benar-benar gagah!" tukasnya dengan bangga
Seketika Agatha mengalihkan pandangannya. Tak lagi tertarik dengan ocehan Audrey yang tengah membahas Andre.
"Eh tahu nggak malam itu juga ada Agatha loh. Anak ekonomi, dia juga ngeroom bareng tapi sama si itu yang naik mobil jeep." celoteh Audrey masih berlanjut.
Agatha terdiam. Kembali tertarik dengan topik baru tentang dirinya yang tengah mereka gosipkan.
"Kayaknya tuh cewek cupu gitu kan ya. Masak iya sih ikut minum-minum sama kalian!" seloroh Catherine
"Ck nggak percaya kalian. Dia mesra-mesraan sampai masuk ke hotel sama Ivan. Parah banget nggak sih!" lanjut Audrey
Agatha meradang. Dia bahkan tidak melakukan apapun dan hanya mengantar Ivan ke rumah sakit. Agatha berjalan ke arah mereka, berniat melabrak Audrey karena menyebarkan berita bohong seperti itu.
"Mukanya aja cupu ternyata suhu. Jijay banget gue!" ujar Sherly dengan wajah jijik
Agatha mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Amarahnya sudah sampai di ubun-ubun. Ingin rasanya berteriak meluapkan segala kekesalan yang ada. Langkah demi langkah memangkas jarak diantara mereka hingga tangan Agatha hendak menggapai bahu Audrey yang masih asyik menggosipkannya.
Tiba-tiba tangan seseorang menutup mulutnya dan menarik Agatha pergi. Masuk ke sisi dinding perpustakan. Agatha membulatkan matanya. Tanpa sadar kakinya terus menginjak-injak kaki pria yang sudah membungkamnya tadi agar mau melepaskannya.
"Eh perasaan kok ada yang nepuk pundakku ya! Tapi kok nggak ada siapa-siapa?" tukas Audrey sambil celingukan
"Eh Drey jangan bikin takut deh." ujar Sherly merapatkan tubuhnya ke arah Audrey
"Pergi aja yuk!" ajak Catherine menarik mereka berdua meninggalkan perpustakaan.
Agatha yang sebal tak juga dilepaskan menyikut kasar perut pria itu. Seketika umpatan keluar dari mulutnya.
"Sakit bego!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments