“Maaf.. Maafkan aku.” Ujar Ivan dengan tatapan sulit diartikan
Aku menatap tajam ke arahnya. Gegas aku berusaha bangun dari posisinya.
“Kamu.. Kamu yang nabrak aku?” tanyaku setengah tak yakin
Ivan tergagap dengan cepat dia memalingkan wajahnya ke samping.
“Jawab! Apa kamu yang udah nabrak aku?” tanyaku lagi
“Kamu yang lari begitu tahu Ricky jatuh berdarah-darah di jalan? Pengecut banget sih kamu!” Aku mendorong pelan tubuh Ivan.
Ivan hanya terdiam tanpa sedikit pun berani menatap mataku.
“Kamu.. Kamu udah hancurin hidup aku! Kamu harusnya dihukum karena perbuatanmu!” makiku semakin terpancing emosi melihat responnya
“Udah Nak. Jangan begitu. Dengar dulu penjelasannya.” Ujar mama menengahi
“Bukan.." ujar Ivan. Kami bertiga menatap ke arahnya.
"Bukan aku yang menabrak kalian. Aku.. hanya minta maaf karena menyela kalian. Aku mau pamit karena ini sudah hampir sore.” Kilah Ivan dengan tatapan bingung
Aku terdiam, menatap wajah pria di hadapanku dengan penuh selidik.
“Aku serius, aku hanya ingin menyela untuk pamit.” Ujarnya mengulangi kalimat yang sama
“Pulanglah Nak. Terima kasih sudah menolong anak saya tadi.” Ujar mama dengan seulas senyum
“Tha, tenang dong.” Ujar Kayla mengusap punggungku perlahan
“Maaf.” Ujarku pada Ivan sebelum dia berlalu.
Ku lihat dia hanya mengangguk. Tampak senyum kikuk di wajahnya yang mulai berpaling menjauh.
“Ayo duduk lagi Tha, kamu perlu istirahat.” Ujar Kayla mengajakku kembali ke ranjang
Kami bertiga saling terdiam. Bingung hendak membicarakan apa.
“Agatha pengen sendiri dulu Ma.” Ujarku akhirnya memecah keheningan di antara kami
“Ya sudah kamu tidur lagi ya Nak. Biar mama dan Kayla ngobrol di luar saja.” Ujar mama mengelus puncak kepalaku.
“Bobok ya Tha, jangan nangis lagi loh.” Seloroh Kayla mencoba mengajakku bercanda
Aku terdiam kembali larut dalam lamunanku. Air mata kembali menetes tanpa aba-aba. “Aku kangen kamu Ric.”
POV END
Seminggu berlalu semenjak hari itu. Agatha berjalan keluar gerbang sekolahnya seorang diri. Bersamaan dengan siswa SMA Binus yang baru pulang sekolah. Agatha acuh, sama sekali tak menaruh ketertarikan dengan siswa-siswa ganteng yang sering diagung agungkan siswi sekolahnya. Agatha menyeberang jalan tanpa melihat sekitarnya. Seperti de javu. Teriakan seseorang terdengar di telinganya.
“Hei! Minggir!” teriak Ivan dari arah berlawanan.
Agatha tak menggubris dan terus melangkahkan kakinya. TIN.. Suara klakson memekikkan telinganya hingga dia berhenti berjalan.
“Buta ya Lo!” teriak Andre membuka kaca mobilnya.
Agatha tersentak. Sontak langkah kakinya mundur seiring dengan berhentinya mobil Andre.
“Lo kenapa sih? Udah dua kali Gue mergokin Lo nyeberang nggak lihat-lihat! Lo cari mati ya?” olok Andre yang keluar dari mobilnya
Agatha terdiam, mobil merah Andre menjadi fokusnya saat itu.
“Heh! Lo dengar nggak sih Gue ngomong!” maki Andre
Agatha menatap kedua mata Andre. Seketika dia terdiam. Sekilas seperti pernah melihat mata itu. Wajah yang juga tak asing baginya. Tapi dimana? Agatha menoleh ke arah mobil merah Andre yang sekilas mirip dengan mobil hitam yang pernah menabraknya. Tanpa sadar, Agatha berjalan mengitari mobil Andre guna melihat plat nomor yang terpasang. B 12xx. Kedua tatapannya menyendu. Agatha berjalan menepi dengan masih melihat bagian depan mobil Andre.
“Hey!” teriak Andre emosi
Agatha melirik sekilas ke arahnya dan menganggukkan kepala guna meminta maaf. Lalu berbalik ke arah berlawanan untuk kembali menyeberang.
“Dasar cewek gila!” umpat Andre kembali masuk ke dalam mobilnya
Agatha menoleh sekali lagi mendengar umpatan itu. Namun memilih tak menanggapinya. Kakinya melangkah menuju ke kios bunga yang tidak jauh dari sana.
“Hey” sapa seseorang dengan nada pelan
Agatha menoleh.
“Aku Ivan, yang waktu itu nganter kamu pulang. Masih ingat kan?” ujar Ivan mencoba tersenyum
Agatha mengangguk.
“Bu tolong tulip ungunya.” Ujar Agatha menunjuk pada rangkaian bunga tulip yang indah
“45 ribu dek.” Ujar penjual bunga itu seraya menyodorkan pilihan Agatha
“Ini, ambil saja kembaliannya Bu.” Balas Agatha tersenyum
IVAN POV
Aku mengamati gadis mungil di sebelahku. Tersenyum, bibir tipisnya menyunggingkan senyum yang manis. Hatiku berdesir. Untuk pertama kalinya aku menyadari, gadis ini begitu menarik.
“Tulip? Kesetiaan. Pada siapa?” mulut bodohku akhirnya berucap
“Seseorang yang berharga.” Balasnya singkat
“Boleh aku mengenalmu?” tanyaku menyodorkan tangan untuk menjabatnya
Gelengan pelan sudah pasti menjadi jawaban dari pertanyaanku. Ku lihat gadis itu berjalan meninggalkanku dan menghentikan taksi di ujung sana. Aku bergegas masuk ke dalam mobil untuk mengikutinya. Entah kenapa aku begitu penasaran kemana dia akan pergi dengan bunga tulip itu. Apa untuk kekasihnya? Apa dia backstreet? Berbagai pertanyaan bermunculan sampai akhirnya taksi itu berhenti di depan sebuah gapura bertuliskan “Memorial Park”. Aku terheran, kenapa dia ke makam. Apa dia pacaran di dalam?
Gadis itu masuk tanpa ragu, sedikit merapikan poni lemparnya yang berterbangan diterpa angin. Aku mengikutinya perlahan. Satu gang dengan gerbang hijau yang terbuka setengahnya sama sekali tak membuatnya takut. Aku mengendap-endap di belakangnya.
“Kenapa kamu ngikuti aku?” ucapnya pelan
Aku terhenyak, tidak peduli seberapa pelan aku berjalan dia tetap mengetahui keberadaanku.
“Tidak baik menguntit seseorang seperti itu. Pulanglah. Apapun tujuanmu tidak akan kamu temukan disini. Ini hanya pemakaman.” Ujarnya kembali berjalan
“Tunggu! Biar ku temani. Kamu mau bertemu siapa?” tanyaku dengan bodohnya
“Orang yang sudah meninggal.” Balasnya singkat
Aku menepuk jidatku, tentu saja dia akan berziarah untuk apa lagi dia ke pemakaman jika bukan karena itu.
“Ikutlah jika kamu mau, akan ku kenalkan kamu padanya.” Ujar gadis itu.
Kakinya menyusuri gundukan-gundukan tanah yang mulai berumput, hingga tiba di sebuah makam baru dengan taburan bunga kering di atasnya. Tertulis Ricky Robyansah lengkap dengan tanggal lahir dan wafatnya. Tidak salah lagi, dia korban yang Andre tabrak waktu itu.
Gadis itu membungkuk, meletakkan rangkaian bunga kecil di depan nisannya.
“Aku datang Ric, aku kemari untuk menjengukmu.” Ujar gadis itu dengan mata berkaca-kaca
“Minggu depan aku ujian akhir Ric. Dulu, kamu selalu nemeni aku belajar. Ngajarin aku, bantuin nyelesaikan tugasku. Kamu nggak pernah berhenti support aku, meski aku suka usilin kamu. Suka malas-malasan.” Kulihat gadis itu tertawa. Tawa getir yang kembali membuatku merasa bersalah.
“Aku bakal buktiin Ric, aku bisa lulus dengan nilai terbaik. Aku akan jadi kebanggaanmu! Biar kamu juga bisa bahagia disana.” Gadis itu mulai terisak. Ingin rasanya aku mengulurkan tanganku. Namun dengan cepat aku menariknya kembali
“Istirahat yang tenang ya Ric. Jangan khawatirkan apapun lagi mulai sekarang. Aku bisa jaga diri kok.” Ujarnya lagi
Aku tidak sanggup menahannya. Perlahan aku ikut berjongkok disampingnya. Menariknya dalam dekapanku. Tubuhnya dingin dengan air mata yang makin lama membuat seragamku basah. Ku biarkan saja dia bersandar melepas rasa sakitnya. Jantungku berdebar, ada keinginan lebih untuk melindunginya, menjaganya, dan mempertanggung jawabkan perbuatanku padanya. Meski sampai hari ini, aku belum berani mengakui bahwa akulah dalang di balik meninggalnya Ricky.
Dia menjauhkan dirinya. Mengusap wajahnya yang memerah.
“Maaf, Oh iya. Dia Ricky, pacarku. Dia yang ditabrak waktu itu dan meninggal di tempat.” Terang gadis itu
“Aku tahu, dan akulah penyebab kematiannya. Akulah orang yang sudah menabraknya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
pEyt
Sampai bermimpi-mimpi indah tentang ceritanya🤩❤️
2023-08-03
1