Jangan Sedih Lagi

Nadin menatap pantulan tubuhnya di cermin meja rias. Sekarang Nadin tidak perlu menggunakan manset ketat lagi. Sejak Garda mengetahui tentang luka di tubuhnya. Nadin mulai membiasakan diri tanpa benda itu lagi. Jelas hal itu membuat dia merasa lebih nyaman.

Sebenarnya ada rasa tidak percaya diri yang wanita itu miliki. Semua wanita tentu saja menginginkan tubuh yang bersih dan terjaga. Lain dengan Nadin yang menggunakan tubuhnya sebagai objek pelampiasan.

Nadin menatap sendu pada bekas goresan di perut dan dadanya. Kedua matanya lagi-lagi berkaca-kaca. Wanita itu selalu berpikir. Apa suaminya tidak merasa geli dan jijik dengan tubuhnya. Semantara dia sendiri merasa begitu benci pada dirinya sendiri.

"Nadin."

Suara panggilan dari Garda membat Nadin terperanjat. Gadis itu segera membenahi piyamanya yang sempat dia singkap ke atas.

Nadin membalikkan badannya dengan senyum yang mulai bersemai di wajah cantiknya. Gadis itu segera berlari kecil menghampiri Garda yang masih di depan pintu.

"Yeyy! Suami aku sudah pulang!" sorak Nadin semangat. Gadis itu langsung memeluk tubuh kekar suaminya.

Garda menangkap tubuh Nadin dengan kekehan ringan. Dibalasnya pelukan hangat itu dengan satu tangan yang bebas. "Senang sekali kalau saya pulang," gumam Garda.

Setiap pulang kerja Garda pasti selalu disambut gembira oleh Nadin. Hal itu yang tanpa Garda sadari selalu ia nantikan. Rasanya seakan penat yang ia lalui seharian meluap seiring dekapan istrinya.

"Seneng, dong! Apa lagi suami aku tambah ganteng kalau habis kerja," ujar Nadin dengan wajah ceria.

Gadis itu melepaskan dekapannya dengan Garda. Menarik pria itu agar masuk ke dalam kamar. "Sini-sini aku bantu lepas kemejanya." Nadin berdiri di hadapan Garda. Bersiap membantu melepas kancing kemeja suaminya.

"Kok mata kamu berair?" tanya Garda setelah mengamati wajah Nadin. "Habis nangis?" tanya Garda lagi.

"Enggak kok," jawab Nadin. Dia enggan menatap Garda. Lebih memilih fokus pada kegiatannya.

"Coba tatap wajah saya kalau gitu," titah Garda.

Melihat Nadin yang tak kunjung mendongakkan kepalanya mebuat Garda turun tangan. Pria itu mengangkat dagu Nadin sampai wajahnyua terangkat.

"Kenapa?" tanya Garda langsung pada intinya. Melihat mata berkaca-kaca Nadin.

"Aku gak papa, Mas Dana" jawab Nadin.

"Saya tanya kenapa?" tanya Garda lagi dengan wajah serius.

"Gak papa, Mas," jawab Nadin dengan suara memelan. Jujur dia merasa takut dan terintimidasi dengan tatapan suaminya sendiri.

"Itu bukan jawaban, Nadin," jelas Garda. Pria itu menatap dalam manik mata Nadin. Mencoba mencari tahu dari mata bening itu. "Apa yang buat kamu sedih?"

Nadin menghela napas pasrah. Dia sama sekali tidak bisa mengelak lagi. Garda pasti akan selalu mendesak Nadin sampai gadis itu berbicara jujur.

Kedua tangan Nadin mulai saling bertautan. Gadis itu menunduk dengan bibir menekuk ke dalam. Menimbang lagi, apakah dia harus berbicara jujur pada Garda.

"Nadin," panggil Garda pelan.

Nadin akhirnya mengangkat kepalanya. Mengadukan matanya dengan Garda. "Apa Mas Dana gak ngerasa jijik sama badan aku?" tanya Nadin terus terang.

Garda mengernyitkan dahinya bingung. "Sama sekali tidak," jawab Garda jujur. "Kenapa kamu sampai punya pemikiran seperti itu?"

Nadin mengulum bibirnya. Gadis itu terus menatap Garda dengan mata bening yang mulai kembali berembun. "Badan aku jelek, Mas. Banyak lukanya," cicit Nadin.

"Terus kamu berpikir saya akan jijik sama badan kamu?" tanya Garda memastikan. Nadin lalu mengangguk mebenarkan pertanyaan Garda.

"Astaga Nadin," desis pria itu. Garda mengenggam kedua tangan istrinya hangat. Matanya tidak pernah lepas dari wajah Nadin. "Saya sama sekali tidak pernah mempermasalahkan itu."

"Tapi jelek, Mas. Aku aja gak suka lihatnya," rengek Nadin.

"Hal itu gak merubah apapun. Kamu tetap cantik di mata saya," ujar Garda.

Meskipun dalam suasana hati yang kurang baik. Nadin tentu saja merasa salah tingkah. Gadia itu mengulum bibir untuk menahan senyum.

"Kamu merasa tidak percaya diri?" tanya Garda.

"Iya, Mas. Meskipun Mas bilang gak masalah tapi buat aku masalah," jawab Nadin pelan.

Garda terdiam sejenak. Memikirkan solusi yang tepat saat ini. Cara apa yang bisa membuat Nadin kembali merasakan percaya diri. "Eee ... kalau kita coba ke dokter kulit bagaimana?" tawar Garda denagn suara pelan. Takut istrinya akan tersinggung.

Nadin langsung menggeleng dengan tegas. "Gak mau, Mas! Aku gak mau ada yang tahu," ujar Nadin menjelaskan.

Garda kembali terdiam. Memikirkan cara lain yang tetap membuat Nadin nyaman. "Kalau pakai salep harusnya bisa, ya, Nad?" tanya Garda sedikit tidak yakin.

"Aku gak tahu, Mas," jawab Nadin yang juga tak yakin. Pasalnya sejak awal dia selalu membiarkan luka di tubuhnya.

"Coba nanti saya cari tahu," gumam Garda. Priia itu lantas melepas kemeja yang kancingnya sudah dibukakan Nadin. "Kamu tadi masak apa, Nad? Saya sudah lapar sekali," ujar Garda.

Nadin yang awalnya masih terdiam dengan isi kepalanya langsung tersenyum. Gadis itu langsung dibuat teralihkan dengan ujapan Garda. "Aku masak ayam kecap sama sayur sop," ujar Nadin dengan wajah ceria. "Mas Dana suka, kan?" tanya wanita itu memastikan.

"Tentu saja suka," jawab Garda membuat Nadin semakin bahagia. "Sebentar saya mandi dulu, ya," pamit Garda. Pria itu menyempatkan memberikan kecupan singkat di puncak kepala istrinya.

...

"Nad, lihat saya bawa apa!"

Nadin yang sedang menyetrika kemeja milik suaminya menoleh ke sumber suara. Garda datang sambil membawa sebuah plastik berwarna merah, ciri khas sebuah aplikasi dokter online.

Wanita itu mengatur suhu setrika menjadi paling rendah. Lalu fokus menatap ke arah Garda. "Apa, Mas?" tanya Nadin.

Garda semakin mendekat ke arah Nadin. Pria itu ikut duduk di lantai tepat di sebelah Nadin dengan posisi bersila. "Bentar ya, saya buka dulu," ucap Garda. Tangannya langsung beraksi membuka plastik merah yang ia tunggu sejak tadi.

Wajah Garda entah kenapa terlihat begitu bahagia dan antusias. Melihat itu membuat Nadin ikut tersenyum. "Mas kenapa, sih, seneng banget?" tanya Nadin.

"Lihat ini!" Garda menunjukkan beberapa bungkus obat dari dalam plastik itu. Nadin langsung menatapnya penuh tanya. "Ini salep untuk bekas luka Nadin," jelas Garda.

Nadin terdiam mendengar ucapan Garda. Setelah beberapa saat senyum cerah kembali menghiasi wajah cantik itu. "Mas langsung beli?" tanya Nadin tak menyangka.

Garda mengangguk dengan semangat. "Saya tadi coba tanya-tanya sama teman saya. Kebetulan temannya teman saya ada yang punya temen dokter kulit. Jadi saya tanya sama dia," jelas Garda.

Nadin agak megernyit heran. Mencoba memahami ucapan suaminya. "Jadi dokternya temenya temen, temen Mas Dana?" tanya Nadin. "Gimana, sih, kok bingung," gumam gadis itu.

Garda berdecak pelan dengan wajah lemas. "Gak penting itu temen siapa. Sekarang lihat ini dulu," titah Garda.

Nadin langsung terkekeh mendengar ucapan Garda. Gadis itu menerima beberapa bungkus salep yang Garda sodorkan. Wajah cantiknya tak henti mengukas senyum. "Makasih, ya, Mas," ucap Nadin tulus.

Garda mengangguk sebagai jawaban. Tangan pria itu mengusap puncak kepala Nadin dengan lembut. "Jangan sedih lagi, ya, Nad. Saya selalu menerima bagaimana keadaan kamu," ucap Garda.

Nadin mengangguk mendengar ucapan suaminya. Beribu rasa syukur dan terimakasih selalu Nadin ucapkan. Rasanya mempunyai Garda di hidupnya adalah anugerah terindah bagi Nadin.

"Dibilang jangan sedih kok malah mau nangis," ucap Garda ketus.

"Aku kan baper, Mas," jawab Nadin dengan bibir bawah yang menekuk.

Garda merebut salep yang Nadin bawa. "Ini semua obat luar, loh! Dioles aja nanti kamu makan," ujar Garda yang berhasil membuat Nadin tertawa.

"Mas kira aku gak tahu," ujar Nadin tak terima.

"Siapa tahu, kan," jawab Garda. Dibukanya salah satu salep yang terlihat menarik. Garda iseng mencium aroma dari salep itu. Setelah menghirup aromanya, kedua alisnya langsung mengernyit. "Baunya aneh, gak enak," ujar Garda.

Nadin kembali dibuat tertawa dengan kelakuan Garda. "Kalau baunya enak beneran aku makan lah," canda Nadin.

"Nanti kamu bikin foto before after ya. Biar kalau gak ada perubahannya saya protes ke sana," ujar Garda.

Nadin menatap aneh ke suaminya. Nadin tahu sekali Garda sedang berusaha membuat dia melupakan rasa sedihnya.

"Maksud Mas aku harus foto telanjang dada gitu? Terus kalau gak ada hasil foto before afternya dikirim ke sana dong. Berarti ...." ujar Nadin menggantung.

Garda langsung menepuk keningnya sendiri. "Oh iya lupa," kata pria itu santai.

Nadin dapat tertawa lepas karena ulah Garda. Momen langka melihat suaminya berkelakuan aneh seperti ini. Biasanya, kan, Garda irit bicara dan selalu memamerkan wajah datar.

"Udah aku mau setrika dulu, baju Mas banyak banget ternyata," ujar Nadin.

Garda mengamati gerakan Nadin yang mulai kembali mengurus kemejanya. "Nad," panggil Garda pelan.

"Apa suamiku?" tanya Nadin.

"Yang lain kapan-kapan aja," kata Garda dengan nada pelan.

Kening Nadin mengernyit penuh tanya mendengar ucapan Garda. Mendapati kebingungan istrinya, Garda langsung tersenyum penuh arti. "Ibadah malam dulu, yuk!" ajak Garda.

Terpopuler

Comments

Purnama Pasedu

Purnama Pasedu

mas dans bisa aj

2023-09-04

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!