Berbicara dengan Mama

"Mama jangan bicara sembarangan lagi sama istri aku," ucap Garda dengan wajah datar dan tenang.

Pria itu sengaja menemui Anita di kamarnya. Mebiarkan Nadin bermain dengan kucing peliharaan ayahnya. Anita yang baru selesai melaksanakan sholat itu menatap anaknya dengan tatapan penuh tanya.

"Sembarangan gimana, sih, Kak? Mama, kan, cuma cari tahu soal Nadin aja," jawab Anita. Dilipatnya mukena yang dia kenakan. Wanita itu lantas duduk di atas ranjang, sementara Garda memilih duduk di kursi meja rias.

"Salah mama sendiri dulu terlalu semangat jodohin kamu sama Nadin," ujar Anita membuat Garda melayangkan tatapan tak terima.

"Ma," panggil Garda membuat Anita menatap pria itu.

"Kamu tahu Garda, dari dulu wanita seperti apa yang mama jodohkan dengan kamu," ucap Anita. "Anak teman arisan mama berpendidikan semua. Makanya mama jodohin kamu sama anak teman arisan mama." Garda cukup diam mendengar semua yang diucapkan ibunya.

"Mama itu berusaha mencarikan jodoh yang terbaik buat kamu. Tapi selalu kamu tolak. Giliran Nadin kok kamu terima," ujar Anita dengan nada kesal.

Garda menaikkan sebelah alisnya. Menatap Anita dengan wajah tak percaya. Merasa tidak menyangka sang ibu akan berbicara demikian. "Mama mau bilang nyesel jodohin aku sama Nadin?" tanya Garda tepat sasaran.

"Mama kira Nadin itu sama seperti anak teman arisan mama yang lain. Apalagi ibunya bilang kalau Nadin dulu kerja di kantor. Mama kira dia wanita karir," jawab Anita mengeluarkan segala yang menumpuk di hatinya.

"Garda gak nyangka mama bisa ngomong kayak gini," ucap Garda dengan raut wajah yang mulai mengeras.

"Garda." Anita menyorot mata anak laki-lakinya dengan tatapan dalam. "Mama ini cuma ingin yang terbaik buat kamu."

"Punya istri wanita karir?" tanya Garda sesuai dengan isi hati Anita. "Yang teribaik buat aku atau mama?"

"Kok kamu bicara begitu, Kak?" tanya Anita tak terima.

"Apa punya istri wanita karir bisa menjamin kehidupan Garda akan baik?" tanya Garda.

Anita diam dengan pertanyaan Garda. Dia juga sebenarnya tidak terlalu menuntut. Tapi, sebagian besar teman-teman arisannya mempunyai menantu perempuan yang berpendidikan dan mempunyai pekerjaan mapan. Sebagian dari mereka selalu membanggakan menantunya setelah membanggakan anaknya.

"Mama gak usah terlalu mengikuti standar teman-teman arisan mama," ucap Garda menyambut keterdiaman Anita.

"Garda sudah sangat bersyukur mempunyai Nadin. Meski Nadin tidak menjadi wanita karir seperti menantu idaman mama. Nadin berperan sangat baik sebagai istri Garda, Ma. Nadin lebih dari sempurna untuk jadi istri Garda," ujar Garda panjang lebar.

Anita lagi-lagi terdiam mendengar penuturan putranya. Sebenarnya ada sedikit rasa lega yang dia rasakan saat mendengar apa yang Garda ucapkan. Apalagi mendapati Garda yang terlihat sangat semangat membela Nadin. Tapi tetap saja, Anita mempunyai standar menantu sendiri.

"Pasangan cerminan diri sendiri, Kak. Sudah seharusnya mempunyai pasangan yang sepadan," ujar Anita lagi.

Garda tersenyum sinis mendengar ucapan Anita. "Terus mau mama sekarang gimana?"

Karena ibunya tak kunjung mejawab Garda melanjutkan ucapannya. "Garda gak butuh punya pasangan yang sepadan. Punya pasangan yang bisa melengkapi Garsa sudah sangat cukup. Lagi pula Garda gak sebaik itu sampai ngebuat Nadin gak sepadan sama Garda."

"Garda sudah menuruti ucapan mama untuk menikah. Garda udah bahagia dengan pernikahan Garda. Garda harap mama gak ada pikiran buat merusak kebahagiaan Garda," ucap Garda mengakhiri obrolannya dengan Anita. Pria itu lantas berdiri dari duduknya.

"Kalau istri kamu gak bisa jadi wanita karir seperti harapan mama. Dia harus segera kasih mama cucu," ucap Anita membuat Garda lagi-lagi dibuat tak habis pikir dengan ibunya.

"Setidaknya dia ada gunanya buat kamu. Gak cuma menumpang hidup."

Garda menghela napas kasar. Memilih segera meninggalakn kamar milik orang tuanya. Sejak dulu Anita memang selalu memiliki standar sendiri untuk hidup anak-anaknya. Wanita itu selalu merancang kehidupan anaknya sesempurna mungkin. Meski jauh dari kehendak mereka sendiri.

...

"Tadi yang warnanya putih itu gemes banget, Mas. Masa hidungnya pesek." Nadin menceritakan beberapa kucing yang dia temui tadi. Kucing peliharaan ayah Garda yang ternyata sangat disukai Nadin.

"Terus, kan, tadi ada yang kecil. Masa sama temennya dibuat mainan, digulung-gulung gitu, Mas," ucap Nadin lagi. Cerita wanita itu menemani keduanya menyusuri deretan rak di pusat perbelanjaan.

"Aku mau pelihara juga, deh, Mas," ujar Nadin setelahnya. Gadis itu langsung menggandeng tangan Garda yang sedang mendorong keranjang belanja yang sudah terisi setengah.

"Gak boleh," jawab Garda tanpa pikir panjang.

"Ih! Kok gak boleh?" tanya Nadin dengan nada manja.

"Saya gak yakin kamu bisa ngerawat," ucap Garda. Pria itu mengamati beberapa jenis buah yang terjejer rapih di hadapannya. "Kamu suka buah apa?" tanya Garda. Sedangkan pria itu langsung mengambil beberapa buah apel dan jeruk.

"Mau pepaya sama buah naga," jawab Nadin. "Sama anggur juga, deh," lanjut Gadis itu.

"Apa lagi?" tanya Garda memastikan.

"Sama kucing," jawab Nadin masih belum melupakan keinginannya.

"Gak boleh Nadin," balas Garda dengan kata yang ditekankan.

"Aku pasti bisa ngerawat, Mas," ujar Nadin mencoba meyakinkan Garda.

"Mandi aja malas mau ngerawat kucing," sindir Garda.

Nadin langsung diam kalau Garda sudah mebawa-bawa kata mandi. Gadis itu kembali mengikuti Garda dan menggandeng tangan suaminya yang sempat terlepas.

Wanita itu melirik keranjang belanjaan yang Garda dorong. Matanya menyipit menyadari ada sesuatu yang kurang di sana. "Kok gak ada mie instsn, ya, suamiku?" tanya Nadin penasaran.

"Gak sehat," jawaban Garda membuat Nadin melemas.

"Apakah camilan juga tidak boleh suami tampanku?" tanya Nadin lagi. Tentu saja dengan nada yang dibuat-buat.

Garda melirik Nadin dengan wajah mengernyit aneh. Merasa geli dengan pemilihan kata yang Nadin gunakan. "Buah," jawab Garda.

"Mas aku serius, ih!" kata Nadin.

"Saya juga serius," ucap Garda lugas. Pria itu mulai mendorong keranjang belanjanya menuju kasir. Diikuti Nadin yang kehilangan semangat karena tidak mendapat makanan kesukaannya.

"Kalau gitu aku mau jajan martabak," bisik Nadin saat mereka sudah berada di barisan antrian.

"Nanti beli kalau dijalan," jawab Garda.

"Beli sekarang aja, Mas. Aku tadi lihat yang jualan martabak di sebrang jalan," ujar Nadin dengan wajah penuh harap.

"Nanti saja beli sama saya," jawab Garda.

Nadin menarik tangan Garda agar pria itu mau menatap wajahnya. Setelah suaminya melihat ke arahnya. Nadin langsung tersenyum dengan mata berkedip. Berusaha memasang wajah menggemaskan.

"Aku beli sekarang aja, ya. Nanti kalau nunggu kelamaan. Antrinya aja panjang banget," kata Nadin dengan wajah semenggemaskan mungkin.

Garsa menghela napas pasrah. "Memangnya kamu bisa nyebrang?" tanya Garda meragukan istrinya.

"Ya ampun suamiku," kata Nadin heran. "Jangankan nyebrang, hidup menua bersamamu aja aku bisa, loh, Mas."

Garda tidak sengaja tersenyum karena ulah Nadin. Tentu saja membuat Nadin menatapnya dengan wajah meledek. "Ciee senyum-senyum sama istrinya," ujar Gadis itu.

Pria itu memilih tidak menanggapi Nadin lagi. Tangannya mengambil dompet yang ada di saku celana. Mengeluarkan selembar uang berwarna merah lalu menyodorkan pada Nadin.

"Beli martabak saja, jangan beli makanan aneh-aneh," ucap Garda saat Nadin menerima uangnya.

"Siap laksanakan!" jawab Nadin semangat.

"Kalau nyebrang lihat kanan-kiri dulu janagn asal jalan. Nanti diem aja di sana biar saya samperin," ujar Garda lagi. Tentu saja Nadin mengangguk dengan patuh.

"Kalau ada yang deket-deket bilang udah punya suami. Nanti telepon saya kalau ada apa-apa. Pokoknya diem aja di sana jangan kemana-mana sebelum saya samperin."

"Aku cuma mau beli martabak kok kayak mau karyawisata ke Bali, sih, Mas," ujar Nadin heran degan suaminya.

"Yaudah sana," kata Garda melepas kepergian istrinya. "Nad," panggil Garda membuat Nadin menoleh.

"Apa lagi?" tanya Nadin Gemas. Dia sudah tidak sabar membeli martabak manis dengan toping coklat dan keju kesukaannya.

"Martabak telur satu," kata Garda. Nadin langsung menutup mulut menahan tawa. Dia kira Garda mau memberi wejangan lagi.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

😁😃🤣🤣🤣🤣🤣🤣
mereka ni berdua..
kocak habis deh.......

2023-11-25

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!