Siang tadi Nadin sempat menghubungi Garda melaui pesan singkat. Menanyakan menu apa yang suaminya inginkan untuk makan malam. Katanya Garda sedang ingin makanan yang berkuah. Jadilah, Nadin membuat soto ayam sederhana untuk suaminya. Sebagai pelengkap, Nadin juga menggoreng tahu dan tempe.
Setelah semua masakannya selesai Nadin segera menata di atas meja. Wajahnya memancarkan senyum ceria. Merasa belum menyangka bisa sampai pada momen ini. Dimana dia bisa memasak dan menyiapkan makanan untuk lelaki idamannya.
Tidak sia-sia dulu Nadin tinggal bersama neneknya. Jadi dia bisa belajar masak meskipun belum terlalu handal. Setidaknya Nadin tidak terlalu merasa kesulitan di dapur.
Setelah urusannya selesai, Nadin segera bergegas mandi. Garda akan pulang selepas magrib. Pria itu harus menyempatkan diri ke rumah makan miliknya. Jadi pulang agak petang.
Gadis itu sekarang sudah berpenampilan cantik. Badan rampingnya dilapisi daster cantik dibawah lutut. Wajahnya juga dipoles riasan sederhana. Ditatapnya pantulan badannya sendiri dengan tatapan hampa.
Nadin mengingat pembicaraannya dengan Rere. Gadis itu sempat menanyakan beberapa hal pada kakak iparnya. Wanita baik yang sudah menganggap Nadin sebagai adik kandungnya.
"Gimana, Dek? Lancar, kan? Gak ada masalah, kan?" Pertanyaan Rere mengawali pembicaraannya dengan Nadin siang tadi.
Nadin yang sedang di dapur sambil menyiapkan bahan masakan terdiam sejenak. "Kakak waktu habis nikah langsung berhubungan?" tanya Nadin tiba-tiba. Gadis itu tidak mempedulikan pertanyaan Rere.
Di sana Rere sedang bersantai sambil mengawasi kedua anaknya yang sedang tidur siang. "Berhubungan suami istri?" tanya Rere memastikan.
"Iya, Kak," jawab Nadin.
"Kayaknya dua hari setelah akad," jawab Rere agak ragu. "Tapi pasnya gak tau, Dek. Intinya gak lama dari akad," lanjut Rere.
Ibu dua anak itu merasa bingung dengan kelakuan adiknya. Pasalnya biasanya Nadin akan lebih aktif berbicara. Beda sekali dengan obrolan hari ini. "Kenapa, Dek? Apa ada masalah?" tanya Rere penuh perhatian.
"Kakak yang ngajak atau Mas Dikta yang minta?" tanya Nadin setelahnya.
Rere terkekeh mendengar pertanyaan Nadin. Merasa lucu dengan pertanyaan pengantin baru itu. "Kakak, kan, pernah kasih tips menakhlukkan suami dingin sama kamu, ya, Dek," ujar Rere.
"Iya, pernah," jawab Nadin seadanya.
"Kamu lakuin, gak? Baju-baju dari kakak kamu pakai nggak?" tanya Rere penasaran. Dia sengaja memberikan beberapa pakaian andalan para istri untuk memikat suaminya.
Nadin mengingat beberapa baju pemberian Rere. Beberapa potong lingerie yang sama sekali belum dia sentuh. Hanya sebuah piyama pendek yang pernah Nadin pakai.
Mendapati keterdiaman Nadin membuat Rere menghela napas pelan. "Gak kamu pakai, ya?" tanya Rere memastikan.
"Belum, Kak," jawab Nadin lemas.
"Jadi kalian belum ngelakuin itu?" tanya Rere dengan nada kecil.
Nadin spontan menjawab dengan gelengan. Dia seakan berperang dengan dirinya sendiri. Dengan rasa bingung dan takut yang enggan dia sampaikan pada siapapun.
"Belum, Kak Rere," jawabnya lirih. Kedua tangannya bergerak semakin pelan saat memotong kentang. Memikirkan beberapa hal yang menganggu.
"Nad, kan, waktu itu kakak bilang. Tipe suami diem dan datar kayak Mas Dikta dan suami kamu itu kebanyakan gak mau terus terang sama istrinya. Mereka itu kebanyakan gengsi. Jadi sebagai istri dari manusia kayak mereka kita harus lebih aktif dan agresif. Kalau gak gitu hubungan kita gak akan maju-maju."
Nasihat dari Rere semakin membuat Nadin bingung. Dulu dia memang semangat dengan saran dari Rere. Bahkan Nadin langsung memakai baju pemberian Rere yang masih agak sopan. Meskipun berakhir penolakn. Tapi Nadin kembali merasa belum siap dengan respon Garda nantinya.
"Emang kalau udah menikah harus gituan, ya, Kak?" tanya Nadin yang sudah mulai putus asa.
Rere berdecak heran dengan adik iparnya. Bisa-bisanya seorang istri menanyakan hal seperti itu. "Nadin, seorang laki-laki bahkan perempuan itu punya kebutuhan biologis," ucap Rere pelan. "Sebelum punya pasangan yang sah mereka pasti berusaha semaksimal mungkin buat menahan satu kebutuhan itu. Tapi, beda lagi kalau sudah ada pasangan."
"Jadi?" tanya Nadin mencoba mencari inti dari ucapan Rere.
"Ya karena berhubungan intim adalah sebuah kebutuhan. Jadi, seseorag yang sudah menikah memamg wajar melakukan itu. Ibaratnya, kan, udah sah dan bebas melakukannya, kan," kata Rere memperjelas.
"Kenapa, Dek? Ada yang kamu takutin?" tanya Rere langsung pada intinya.
Nadin terdiam mendapat pertanyaan itu. Matanya lagi-lagi menatap hampa. Keterdiaman Nadin membuat Rere kembali membuka suara. "Soal sakitnya? Atau kamu belum mau hamil?"
"Enggak, Kak," jawab Nadin dengan tegas.
"Terus apa?" tanya Rere memastikan.
Rere sebenarnya merasa bingung dengan kelakuan Nadin kali ini. Gadis itu seperti kebingungan. "Kalau kamu belum siap hamil, kamu bisa bicarakan dengan Gardana, Dek. Kalian cari solusinya sama-sama," ujar Rere mencoba memberikan saran. Meskipun dia sendiri belum tahu pasti isi kepala Nadin.
"Kalau menurut kakak, kamu jangan menunda-nunda buat berhubungan sama Gardana. Kasihan, Dek," ucap Rere lagi.
Nadin terdiam sejenak. Bingung sendiri dengan isi kepalanya. "Tapi Mas Dana kelihatannya biasa aja," balas Nadin.
"Itu, kan, dari sudut pandang kamu, Dek. Coba aja dari sudut pandang suami kamu. Pasti beda cerita," ujar Rere kembali membuat Nadin bingung. "Gak usah ragu, Dek. Kamu bisa mulai lakuin saran dari kakak."
"Aku takut, Kak. Aku takut Mas Dana gak suka. Aku takut sama respon Mas Dana nantinya," suara Nadin terdengar datar dan pelan. Rere yang mendengarnya mencoba mencerna ucapan Nadin.
Entah kenapa yang terlintas di pikiran Rere adalah sesuatu yang negatif. "Dek," panggil Rere. "Jangan bilang kamu udah bukan gadis lagi?" tanya Rere dengan harap-harap cemas.
Tak berselang lama suara tangisan anak kecil mengalihkan fokus mereka. Nadin bisa menebak kalau itu tangisan musuh bebuyutannya.
"Yaudah, ya, Dek. Ini Raka bangun. Nanti kakak hubungin lagi."
Panggilan langsung dimatikan oleh Rere. Saat itu juga Nadin dibuat semakin berpikir keras. Jadi, setiap suami istri pasti akan melakukan hal itu. Kalau bukan sekarang mungkin bisa hari esok.
"Aku cuma takut sama respon Mas Dana," gumam Nadin lemas.
Setelah keterdiaman Nadin yang cukup lama di depan cermin. Gadis itu mendapati pantulan tubuh suaminya di sana. Senyum lebarnya seketika terukir indah. Menyambut Garda dengan wajah berserinya.
"Yey! Suami aku udah pulang!" sorak Nadin sambil berbalik untuk menghampiri Garda. Gadis itu mendekati Garda dengan semangat. Garda yang melihat tingkah Nadin sampai menggelengkan kepalanya heran.
Garda membiarkan Nadin meraih tangan kanannya. Matanya menatap intens gadis itu yang mulai mengecup punggung tangannya lembut. Ada sebuah sensasi asing yang dapat Garda rasakan.
"Kamu mikirin apa?" tanya Garda. Dia tadi sempat melihat gadis itu melamun di depan cermin.
"Mikirin suami aku, lah," jawab Nadin masih dengan senyum cerianya. "Kangen banget seharian gak ketemu," kata Nadin lagi.
Gadis itu memeluk lengan kanan Garda erat. Membimbing Garda untuk duduk di atas ranjang. Setelahnya Nadin membantu melepaskan dasi dari kerah kemeja Garda.
"Belum mandi juga ganteng banget, sih, suami aku," ucap Nadin disela-sela kesibukannya.
Garda sendiri tetap setia dengan wajah datarnya. Nadin sampai bingung menafsirkan perasaan laki-laki itu. Apakah senang dengan pujiannya atau tidak suka.
"Saya tadi belikan kamu roti bakar," kata Garda setelah Nadin selesai melepas dasinya. Pria itu lantas berdiri sambil membuka kancing kemeja. "Saya mandi dulu," pamit Garda.
Nadin tersenyum menatap punggung tegap itu. Garda memang sangat datar dan dingin. Tapi, lihat saja kadang dia bisa perhatian dan begitu manis.
"Aku bisa ngerasain jatuh cinta setiap hari kalau gini," gumam Nadin dengan pandangan tak lepas dari arah kepergian Garda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
😘🥰😍😍😍😍
2023-11-21
0