After Weding

Garda adalah laki-laki paling tampan di perumahan tempat Nadin tinggal. Dulu Nadin yang masih mengenakan seragam merah putih merasa sangat senang jika laki-laki tampan dengan seragam abu-abu lewat di depan rumahnya. Apalagi saat laki-laki itu datang bertamu untuk bermain dengan kakaknya.

Nadin kecil selalu mengikuti langkah Garda. Dia yang saat itu masih berusia 10 tahun tentu masih mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Baginya, asal bisa bersama si tampan Garda saja sudah bahagia.

Sementara Garda hanya bisa pasrah saat Nadin terus mengikutinya. Meskipun ada rasa tak nyaman. Tapi, bagi Garda, Nadin hanyalah anak kecil yang masih suka mencari perhatian.

Kisah mereka berdua berakhir saat Nadin dan Dikta harus pindah mengikuti kedua orang tuanya. Awalnya, Nadin kira mereka hanya meninggalkan tempat ini sementara waktu. Tapi ternyata, sampai 10 tahun lamanya.

Tapi, Nadin masih sangat mengingat Garda. Laki-laki yang sampai saat ini masih dia sukai. Dan tanpa Nadin sangaka. Laki-laki tampan yang selalu dia usik telah resmi menjadi suaminya.

"Mau gak?" tanya Garda untuk kesekian kalinya. Pria itu menawarkan segelas teh hangat pada Nadin.

Dia dan Nadin sudah resmi menjadi suami-istri sejak berlangsungnya akad tadi pagi. Setelah melangsungkan resepsi yang tidak terlalu meriah, sesuai permintaan Garda. Mereka berdua duduk di ruang tamu bersama beberapa anggota keluarga lain.

"Aku laper," adu Nadin sambil menerima gelas pemberian Garda.

"Makan, lah," balas Garda. Nadin mendesis dengan jawaban itu. Suaminya ternyata sangat tidak peka

Pria itu duduk bersila di samping Nadin. Di depannya ada beberapa keluarga dekat dari Nadin yang masih berbincang. Sementara kedua orang tuanya sudah kembali ke rumah. Beberapa pasang mata langsung menatap mereka berdua.

"Eh, kalian berdua ngapain masih disini?" tanya seorang wanita yang merupakan tante Nadin.

"Iya, istirahat ke dalem aja. Pasri capek seharian nerima tamu terus," ujar seorang wanita lagi menambahi.

"Gak papa tante, baru jam segini," jawab Nadin dengan senyum ramahnya.

"Pengantin baru, mah, biasanya nggak sabar langsung pengen ke kamar, ya, Bu?" ucap wanita yang juga merupakan kerabat dari Nadin.

"Iya! Gak sabaran biasanya," imbuh yang lain.

"Kalau anak saya berarti pengantin luar biasa." Tiba-tiba Bu Halimah datang setelah mekaksanakan sholat isya. Wanita itu kemudian duduk di antara Nadin dan beberapa kerabat wanita lain.

"Kalian berdua makan dulu aja. Dari tadi Umma belum lihat kalian makan," suruh Bu Halimah. Nadin menoleh pada Garda. Dilihatnya pria itu hanya mengangguk sekilas.

Setelah berpamitan dengan sedikit basa-basi pada anggota keluarga lain. Mereka berdua langsung berjalan beriringan ke arah dapur. Suasana di dapur cukup sepi. Pasalnya acara mereka menggunakan catering. Jadi, ruangan ini tidak terlalu berantakan dan dijamah manusia.

"Mas Dana mau makan juga enggak?" tanya Nadin. Gadis itu mulai membuka tudung saji dan menemukan beberapa lauk di sana.

"Enggak," jawab Garda.

"Emang gak laper apa?" Nadin mulai mengambil beberapa macam lauk lalu meletakkannya di atas piring yang sudah berisi nasi.

"Aku bikinin kopi mau?" tawar Nadin. Gadis itu meletakkan sepiring Nasi di atas meja. Tepat di samping posisi Garda.

"Saya gak minum kopi," jawab Garda.

Nadin hampir saja melupakan fakta itu. Padahal Nadin kecil selalu tau apa yang disukai dan tidak disukai Garda. Tanpa mengatakan apa-apa Gadis itu berlalu meninggalkan Garda. Membuat pria itu menatap ke arah Nadin.

Dari posisi duduknya, Garda dapat melihat Nadin yang sibuk membuat minuman dengan air panas. Setelah itu dia melengos tidak peduli. Memilih membuka ponselnya untuk membalas beberapa ucapan selamat dari teman-teman dan rekan kerjanya.

"Aku buatin coklat panas kesukaan Mas Dana." Nadin meletakkan secangkir coklat panas dengan asap yang masih mengepul di udara.

"Terimakasih," balas Garda sambil terus menatap ponsel.

"Mas Dana beneran gak mau makan?" tanya Nadin lagi. Tangannya mulai asyik menyendok makanan.

Garda hanya diam. Menjawab pertanyaan yang sama bukan hal yang menyenangkan.

"Aku suapin mau?" tawar Nadin. Mata beningnya menatap wajah tampan namun terkesan dingin milik suaminya.

"Saya ke kamar duluan," pamit Garda tanpa menjawab pertanyaan Nadin. Pria itu meninggalkan dapur tanpa membawa segelas coklat panas buatan Nadin.

Nadin diam terperangah dengan tindakan Garda barusan. Ternyata Garda yang sekarang menjadi suaminya masih sama sejak terakhir kali mereka bertemu. Dingin dan terkesan suka mengabaikan Nadin.

"Kalau kata Kak Rere, kunci punya suami kulkas itu cukup jadi istri yang agresif dan gak tahu malu," kata Nadin sambil mengunyah makanannya.

Dia sempat mendapat beberapa nasihat dari kakak iparnya. Mengingat Dikta dan Garda hampir mempunyai sifat yang sama. Jadi Nadin minta beberapa wejangan dan resep dari kakak iparnya yang lebih berpengalaman.

...

Nadin membuka pintu kamarnya dengan pelan. Kepalanya masuk terlebih dahulu. Mengamati suasana di dalam kamar. Di sana ada Garda yang sedang duduk di pinggi kasur dengan kemeja yang sudah diganti menggunakan kaus hitam. Celana bahannya juga sudah diganti dengan celana pendek selutut.

"Ngapain kamu Nadin?" tanya Garda tanpa menoleh.

Nadin yang masih berdiri di depan pintu dengan kepala yang menyembul ke dalam itu terperanjat kaget. Gadis itu buru-buru masuk kedalam kamar lalu mengunci pintu.

"Kok Mas Dana bisa tahu kalau aku ngintip?" tanya Nadin. Gadis itu berjalan mendekat ke arah Garda.

"Ada cermin," jawab Garda santai. Benar saja, jelas-jelas Garda duduk menghadap meja rias milik Nadin yang menunjukkan pantulan dari pintu kamar.

"Ih, aku gak sadar," balas Nadin sambil terkekeh. "Mas Dana udah mau tidur?" tanyanya basa-basi.

Garda tidak menghiraukan pertanyaan istrinya. Apalagi keberadaan Nadin yang sekarang duduk berjarak dua jengkal dari badannya. Pria itu dapat merasakan gadis kecil yang sudah menjadi istrinya itu terus menatap wajahnya.

"Mas Dana," panggil Nadin dengan suara yang dibuat sangat lembut.

Garda bergidik ngeri mendengarnya. Dilihatnya wajah Nadin yang entah mengapa terlihat begitu menyeramkan sekarang. "Apa!?" tanya Garda sewot.

"Galak banget, sih," gerutu Nadin. Gadis itu menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Garda.

"Mandi dulu sana!" sela Garda cepat. Pria itu ikut menggeser badannya menghindar dari Nadin.

"Gak mau," tolak Nadin langsung.

"Jorok, Nad! Kamu tadi sore, kan, juga gak mandi." Garda menatap tajam mata bening gadis itu. Membuat Nadin jadi merasa seperti sedang dinasehati ayahnya.

"Tapi dingin, Mas. Jadi males akunya," elak Nadin. Membuat tampang menggemaskan agar Garda luluh.

Garda beranjak dari duduknya. Berdiri sejenak menatap gadis itu. "Jangan deket-deket saya kalau belum mandi," ucap Garda penuh penekanan.

"Ih! Kok gitu!?" teriak Nadin tidak terima.

"Terserah," jawab Garda.

Pria itu lantas mengambil laptop yang ada di meja rias Nadin. Kembali duduk di atas ranjang dengan badan yang bersandar di sandaran kasur. Dilihatnya Nadin yang masih berada di tempat yang sama.

"Nad," panggil Gama dengan suara datar. Namun, berhasil membuat Nadin bergegas ke kamar mandi. Gadis itu langsung berlarian kecil mendekati pintu di ujung ruang kamarnya.

Pria itu menggelengkan kepalanya heran. Ternyata kelakuan gadis itu masih sama seperti Nadin yang ia temui dulu.

Garda kembali fokus pada layar laptopnya. Dia harus mengecek beberapa tugas dari mahasiswanya. Juga beberapa laporan keuangan dari rumah makan miliknya.

Tak berselang lama suara pintu kamar mandi terdengar terbuka. Kepala Garda otomatis mendongak, menatap ke arah pintu yang mulai terbuka itu. Seketika itu matanya membelakak lebar menatap tubuh Nadin.

Dengan santainya Nadin keluar dengan setelan piyama pendek yang cukup tipis. Bahkan celananya hanya menutupi setengah dari paha gadis itu. Dengan sisa kewarasan yang dia miliki. Garda memilih mengalihkan pandangan untuk kembali fokus ke layar laptop.

"Mas baju aku bagus enggak?" tanya Nadin basa-basi. Gadis itu memilih menaiki ranjang lalu duduk bersandar di sebelah Garda.

"Enggak," jawab Garda telak.

"Ih! Padahal ini hadiah dari Mbak Rere, loh," gerutu Nadin sebal. Padahal menurutnya baju ini sangat bagus.

Garda tambah melirik Nadin semakin sinis. "Belum dicuci?" tanyanya sewot.

Nadin menggeleng sambil tersenyum lebar hingga deretan giginya terlihat. "Kata Mbak Rere langsung dipakai aja."

"Jorok banget! Jangan deket-deket saya kamu!" Garda mendorong pelan bahu Nadin yang hampir berdempetan dengan bahunya.

"Jorok lagi!?" tanya Nadin tak terima.

"Iya!"

Nadin menyilangkan tangannya di depan dada. Wajahnya mengkerut karena sebal. "Tadi gak mandi jorok. Udah mandi masih jorok," gerutu Nadin.

"Ganti baju yang bersih. Kamu gak tahu baju baru kamu itu habis kena apa aja waktu di pabrik," ujar Garda menggebu.

"Males tahu, Mas," rengek Nadin.

"Yaudah jangan deket-deket saya," kata Garda final. Pria itu mengambil sebuah bantal yang digunakan sebagai tumpuan laptop. Meletakkannya di antara dia dan Nadin. Membuat mata Nadin memicing.

"Jarak aman," katanya santai.

"Mas Garda curang! Dari tadi gak boleh deket-deket terus," rengek Nadin yang tidak digubris oleh Garda.

Sampai tidur pun bantal itu terus berada di antara keduanya. Kalau tangan Nadin iseng mengambil bantal itu, Garda akan langsung mengomel.

"Nasib-nasib," decak Nadin.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

😁😃🤣🤣😉😉🤣🤣

2023-11-21

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!