Idaman Ibu Mertua

Sambutan hangat diberikan Anita ketika Garda dan Nadin menampakkan wajah di rumahnya. Wanita paruh baya itu tampak begitu cantik dengan baju yang terlihat mewah. Juga beberapa perhiasan yang dia kenakan.

Nyali Nadin seketika menciut. Dari jaman dahulu Anita terkenal sebagai ibu sosialita. Meskipun begitu pertemanannya dengan Halimah terbilang baik. Meski ibu Nadin sendiri tidak memiliki lingkar pertemanan yang sama dengan ibu Garda.

"Masya Allah mantuku cantik sekali." Anita menarik Nadin ke pelukannya. Mencium kedua pipi Nadin penuh sayang. Bagaimanapun, Nadin adalah sosok menantu yang dia idam-idamkan.

Anita lantas menggandeng Nadin memasuki rumah. Sementara Garda yang tidak dianggap membuntuti saja.

"Duduk dulu, ya, Mama buatkan minum," kata Anita pada Nadin.

"Gak usah, Ma," cegah Nadin. Gadis itu tersenyum simpul saat Anita menatapnya. "Nanti biar Nadin dan Mas Dana ambil sendiri."

"Wah, ada panggilan khusus ternyata," ledek Anita mendengar Nadin menyebut nama Garda dengan nama berbeda. Garda yang diledekpun sama sekali tidak berreaksi. "Yasudah, kalau gitu. Mama temani kamu disini, ya."

Nadin mengangguk mengiyakan. Gadis itu tersenyum hangat saat Anita duduk di sebelahnya. Tingkat ketakutan Nadin sedikit berkurang sekarang. Melihat bagaimana tutur kata halus dari Anita.

"Nad," panggi Garda membuat Nadin menoleh. "Saya mau ke kamar sebentar," kata Garda.

Nadin mengangguk sebagai respon. Setelah itu Garda langsung beranjak menuju kamarnya di lantai dua.

"Memang gitu, ya, anaknya, Nad. Dingin-dingin nyebelin," bisik Anita disertai kekehan.

Nadin ikut terkekeh ringan. "Nadin kira kalau sama mama enggak," kata Nadin.

"Sama aja tahu, Nad. Kalau mama lagi ngomong juga kadang ngga ditanggepin," ujar Anita menyampaikan kekesalannya dengan sifat Garda.

"Tapi Mama sabar banget pasti, sama sifat Mas Dana," kata Nadin. Gadis itu mencoba aktif dipembicaraan ini. Siapa tahu bisa langsung menjadi menantu idaman.

"Sampai habis kesabaran mama," canda Anita dengan tawa setelahnya. "Kamu juga harus selalu sabar sama sifat Garda," kata Anita. Diusapnya kepala Nadin yang tertutup hijab.

Nadin tersenyum hangat menyambut nasihat Anita. Gadis itu mengangguk dengan bibir yang masih melengkungkan senyum. "Nadin selalu belajar buat memahami Mas Dana, Ma," ujar Nadin setelahnya.

Anita tersenyum lega mendengar jawaban Nadin. Wanita itu lantas mengambil sebuah toples kue yang ada di atas meja. "Cobain, deh, Nad. Ini dikirimin sama adiknya Garda dari Belanda."

Anita menyodorkan setoples kue kering pada Nadin. Tentu saja Nadin menghargai mertuanya dengan cara mengambil makanan yang ditawarkan. "Terimakasih, Ma," ucap Nadin sebelum mencicipi camilan itu.

"Enak, kan, Nad. Mama sama papa suka banget sama kue ini. Makanya Sela selalu kirimin," kata Anita sambil memakan kue miliknya.

"Jadi Kak Sela sekarang kuliah di Belanda, Ma?" tanya Nadin. Dia teringat adik perempuan Garda. Padahal Nadin sudah hampir melupakan fakta bahwa Garda mempunyai adik.

"Oh, iya! Kamu udah lama gak ketemu Sela, ya?" tanya Anita yang langsung diangguki Nadin. "Adiknya Garda itu dibilangin susah banget, sama kayak Garda. Disuruh kuliah di sini aja gak mau. Maunya kuliah di universitas yang sama sama kakakknya," jelas Anita.

Nadin meneguk ludah mendengar penjelasan Anita. Dia baru tahu kalau Garda lulusan universitas di Belanda. Ternyata banyak yang belum dia tahu tentang Garda. Sebuah kekurangan dari pernikahan yang dijodohkan secara mendadak memang seperti ini ternyata.

"Dulu pas kalian menikah pas banget sama ujiannya Sela. Jadi dia gak bisa pulang, Nad," ucap Anita lagi.

"Iya, Ma, pantesan Nadin gak lihat Kak Sela," ujar Nadin dengan wajah yang masih berseri.

Anita menatap menantunya kala menyadari satu hal. "Kamu masih di rumah aja?" tanya Anita membuat Nadin memasang wajah penuh tanya. "Maksud Mama belum kerja lagi," lanjut Anita menjelaskan.

"Nadin di rumah aja, Ma," jawab Nadin agak bingung. Dia tidak ada bayangan akan mendapat pertanyaan demikian.

"Kata ibu kamu dulu, kamu kerja di kantor, kan, Nad? Posisi kamu dulu apa kalau boleh tahu? Siapa tahu anak temen mama ada yang tahu lowongan pekerjaan," ujar Anita panajng lebar. Beliau mengingat pembicaraannya dengan Bu Halimah saat aksi pamer sebelum perjodohan ini.

Nadin terdiam sejenak. Memikirkan ucapan ibu mertuanya. Apa Anita ingin mempunyai menantu wanita karir? Itu yang terlintas dipikiran Nadin. "Eee ... Umma bilang gitu ya sama, Mama?" tanya Nadin memastikan.

Anita langsung mengangguk mendengar pertanyaan Nadin. "Memangnya kenapa Nadin?" tanya Anita penasaran.

Nadin bingung mau menjawab bagaimana. Gadis itu tahu kalau Anita mempunyai ekspetasi yang tinggi tentang dia. Sedangkan apa yang mertuanya itu bayangkan pasti jauh dari kenyataan.

"Nadin dulu jadi admin online shop, Ma," ucap Nadin meski agak ragu.

Anita sedikit mengernyitkan dahinya. "Wah! Pasti brand besar, ya, Nad?" tanya Anita antusias. Meski di dalam hatinya memikirkan hal lain.

Nadin menggeleng pelan. Dia jadi semakin menciut sekarang. "Cuma bantu usahanya kakak ipar aku kok, Ma," jawab Nadin jujur. Dia memang saat itu menjadi admin di usaha online Rere. Usaha kecil-kecilan yang Rere bangun disela-sela kegiatan rumahnya.

Anita langsung terdiam mendengar jawaban Nadin. Entah hanya perasaannya atau tidak. Raut wajah ibu mertuanya juga sedikit berubah. Nadin bisa menyadari wanita itu seperti tidak seantusias tadi.

"Saya kira kamau kerja di kantor apa," ujar Anita dengan nada yang tidak seramah tadi. Nadin cukup tersenyum simpul mendengar ucapan Anita.

Setelah diam beberapa saat. Anita kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Nadin semakin merasa canggung. "Kamu dulu lulusan apa? Siapa tahu anak temen-temen mama ada yang punya lowongan."

Jemari Nadin meremas satu sama lain. Ada rasa gelisah saat mendengar pertanyaan itu. Anita pasti akan semakin tidak antusias jika dia menjawab.

"Nadin belum lulus kuliah, Ma," jawab Nadin jujur.

"Loh belum, ta? Umur kamu memang berapa, Nad?" tanya Anita lagi. Bisa-biaanya dia tidak mencari tahu lebih jauh soal calon menantunya dulu.

"Baru 20 tahun, Ma," ucap Nadin.

Anita menghela napas lega. "Memang sewajarnya belum lulus kuliah," kata Anita. "Sekarang kamu mau kuliah di mana Nadin? Harus universitas yang elit, ya," ucap Anita dengan bisikan kecil.

Nadin tersenyum masam. "Nadin gak kuliah lagi, Ma," jawab Nadin lugas.

Anita langsung menatap Nadin dengan mata terbuka sempurna. Menatap Nadin dengan wajah tak terima. "Loh? Bagimana kok tidak kuliah lagi?"

"Nadin memang dari dulu sudah putus kuliah," jawab Nadin. Sekalian saja dia tunjukkan fakta tentang dirinya. Dari pada Anita semakin berekspetasi tinggi tentang Nadin.

"Suami kamu aja dosen, loh. Masak istrinya kuliah aja gak lulus," ujar Anita dengan nada biasa. Tapi mampu menusuk Nadin.

"Sayang hp saya kamu bawa, ya?"

Nadin menoleh ke sumber suara dengan wajah datar. Posisinya dengan Anita memang membelakangi tangga penghubung ke lantai dua. Tiba-tiba saja Garda hadir dan mengecup singkat puncak kepala Nadin sebelum duduk di samping istrinya.

Wanita itu hanya bisa diam saat Garda menyandarkan badan kekarnya di pundaknya. Membiarkan tangan pria itu membuka tas kecil yang Nadin bawa. "Kok ngga ada, yang?" tanya Garda yang sibuk membongkar isi tas Nadin. Padahal Nadin tidak merasa membawa ponsel Garda. Tapi, Nadin hanya diam, mengikuti apa yang sedang Garda ciptakan.

Anita diam-diam terus memperhatikan interasi anak dan menantunya. Meski agak merasa terkejut dengan perubahan sikap Garda.

"Sayang," panggi Garda. Nadin hampir ingin tertawa mendengar panggilan itu.

"Kenapa, Mas?" tanya Nadin.

"Saya kangen soto buatan kamu," adu Garda.

"Nanti aku masakin," jawab Nadin dengan suara lembut.

"Sama buatin bakwan jagung, ya?" Pria itu memainkan tangan Nadin dengan kepala yang masih bersandar mesra di sana.

"Iya, nanti belanja dulu," jawab Nadin seadanya.

Anita melirik sepasang suami istri itu. "Nadin bisa masak?" tanya Anita.

Garda langsung menegakkan badannya dengan semangat. "Bisa lah!" jawab pria itu lantang. "Istri aku ini pinter banget masak. Setiap hari Garda selalu dimasaknin, masakannya Nadin selalu enak," ujar Garda dengan senyum bangga.

Mendengar ucapan Garda membuat hati Nadin menghangat. Dia paham dengan prilaku Garda. Pria itu ingin membela Nadin dengan caranya sendiri.

Nadin menatap wajah Garda degan mata berkaca-kaca. Garda balas menatap Nadin dengan senyum menenangkan.

"Bagus kalau gitu," ujar Anita seadanya. Wanita paruh baya itu sedikit merasa terhibur karena ada kelebihan yang Nadin punya. Setidaknya ada yang bisa dia pamerkan kepada teman-teman arisannya.

"Mama mau ke dalam dulu," pamit Anita yang dibalas dengan suara lembut Nadin.

Setelah Anita pergi Nadin langsung mendekap tubuh suaminya. Tentu saja Garda menyambutnya dengan dekapan hangat.

"Makasih, Mas," ucap Nadin.

"Sama-sama," jawab Garda. "Jangan terlalu dipikirkan," ucap Garda lagi menenangkan Nadin.

"Mas Dana baik banget," lirih Nadin dalam dekapan Garda.

"Baik dan tampan," ucap Garda datar. Mencoba menghibur suasana hati Nadin.

Nadin terkekeh mendengar ucapan Garda. Dilepaskannya dekapan itu dengan wajah yang berbinar. "Bisa aja, sih, sayang," balas Nadin dengan wajah mengejek. Dia kembali menggingat panggilan dari Garda untuknya tadi.

"Diem kamu," ucap Garda kesal.

"Iya sayang," ledek Nadin lagi. Merasa sangat senang melihat wajah kesal Garda.

"Nadin," panggil Garda denagn ada datarnya.

"Apa sayang?"

"Astaga."

Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!