Karena Kamu Istri Saya

Garda terperanjat kaget saat membuka pintu kamar. Entah sejak kapan Nadin sudah berdiri di sana. Dengan wajah yang lebih segar. Garda juga dapat melihat rona merah di pipi dan kelopak mata Nadin. Pasti istri kecilnya ini sengaja menghias diri.

"Mana, Mas?" tagih Nadin dengan kedua tangan yang menengadah.

"Apa?" tanya Garda bingung. Dia rasa Nadin tidak menitip sesuatu. Tapi, kenapa sekarang malah menagih.

"Nasi kotak, lah, Mas Dana. Kan, kalau habis jumatan ada," kata Nadin dengan wajah berharap.

"Saya gak ambil," jawab Garda. Seketika wajah penuh harap Nadin berubah lesu.

"Kok gak ambil, sih?" Nadin menunduk lesu. Melihat itu membuat Garda menggelengkan kepalannya heran. Ditariknya Nadin untuk memasuki kamar lebih dalam.

"Di rumah, kan, sudah ada," jawab Garda setelahnya.

Meskipun masih memberengut karena kecewa. Nadin tetap membantu suaminya melepas kancing baju koko yang dikenakan. Garda cukup tersenyum makhlum melihat tingkah Nadin.

"Ngambek?" tanya Garda. Nadin hanya melirik Garda tanpa berniat menjawab.

"Kita, kan, sudah berkecukupan. Sedangkan diluar sana masih banyak yang membutuhkan itu Nadin," ucap Garda tetap dengan wajah dan nada yang datar.

Mendengar penuturan suaminya. Nadin jadi menatap Garda masih dengan wajah kesal. "Ih! Aku juga tahu," balas Nadin. "Tapi aku pengen makan yang dari jumatan, Mas! Seru tahu."

"Kapan-kapan saya bawakan," kata Garda setelahnya.

Mendengar itu tentu saja membuat Nadin tersenyum bahagia. "Beneran, ya?" tuntut Nadin.

"Kalau ingat," jawab Garda sengaja untuk menjahili istrinya.

Lihat saja senyum manis Nadin langsung terkubur dalam. "Nyebelin," ungkap Nadin.

Garda terkekeh ringan. Memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebentar. Baru beberjalan beberapa langkah saja suara panggilan dari Nadin membuat Garda kembali menoleh.

"Apa?" tanya Garda.

"Sini," kata Nadin sambil mengayunkan tangannya. Meminta Garda untuk mendekat.

Dengan malas Garda berjalan mendekati Nadin. Setelah sampai di hadapan istrinya Garda menaikkan satu alis. Menuntut hal penting apa yang membuat Nadin memanggil.

"Masa istri cantik gini dianggurin," gumam Nadin yang samar dapat Garda dengar.

Nadin berjinjit tepat di hadapan Garda. Dengan gerakan pelan namun pasti, wanita itu mendekatkan wajahnya dengan Garda. Mengecup pelan bibir merah muda milik suaminya.

Garda yang menerima serangan mendadakndari istrinya tentu saja terkejut. Dia hanya diam mematung. Membiarkan Nadin melakukannya sendiri.

"Aku sayang banget sama Mas Dana," bisik Nadin sebelum menjauhkan badannya dari Garda. Garda tetap terlihat tenang meski hatinya bergejolak tak karuan.

"Aku masak dulu yaa sayangku," pamit Nadin dengan santai. Menyisakan suaminya yang masih diam.

"Kok bisa," gumam Garda. Merasa heran dengan tingkat keberanian Nadin. Padahal Garda saja selalu berpikir seribu kali sebelum melakukan kontak fisik dengan Nadin. Sementara wanita itu malah terlihat sangat santai.

...

Nadin terus memandangi Garda yang duduk di sampingnya. Pria itu terlihat sangat sibuk dengan laptop miliknya. Membiarkan Nadin menjadi wanita menyedihkan karena diabaikan kehadirannya.

"Apakah masih sangat lama bapak dosen?" tanya Nadin dengan suara yang dibuat lebih besar.

"Tidur duluan saja," jawab Garda. Matanya masih terus menatap layar laptop dengan serius.

"Kayak jomblo dong nanti," balas Nadin dengan wajah memberengut.

Jari telunjuk Nadin menusuk lengan atas Garda dengan jahil. Sementara Garda sebagai korban hanya bisa mendesah pasrah. Merasa tidak puas dengan aksinya, Nadin sekarang menyandarkan kepalanya di lengan Garda.

"Kira-kira berapa lama lagi?" tanya Nadin. Sudah tidak sabar menyingkirkan laptop itu dari pangkuan suaminya.

"Sepuluh jam," jawab Garda asal.

"Lama banget," ujar Gardin memprotes. Padahal dia juga tahu kalau Garda tidak berbicara serius.

"Jangan ganggu," decak Garda menahan kesala. Tangan Nadin mulai meliar sekarang. Memegangi perut sampai dada Garda dengan gerakan pelan.

"Gak ganggu tahu, Mas! Cuma pegang-pegang aja," ujar Nadin mencari pembelaan.

Garda mendesah pasrah. Menutup laptopnya lalu meletakkan di atas nakas putih milik Nadin. Tentu saja Nadin langsung tersenyum puas.

Tanpa diminta Garda merubah posisinya menjadi berbaring. Menyambut tubuh Nadin yang sekan langsung melekat ke tubuhnya. Gadis itu mengenakan lengan Garda sebagai bantal. Senyum kepuasannya tak kunjung reda saat berhasil memeluk tubuh Garda tanpa halangan.

"Senang sekali kalau suamiku peka," ucap Nadin sarat akan kebahagiaan.

Garda mengusap pelan kepala Nadin. "Cepat tidur," titah Garda.

"Elus-elus, ya," pinta Nadin yang langsung disambut anggukan Garda.

Keduanya terdiam dengan posisi yang sangat nyaman. Dari posisi ini Nadin dapat merasakan detak jantung Garda. Merasakan kehangatan yang sangat dia impikan. Aroma tubuh yang sangat menenangkan. Usapan lembut yang terus ingin Nadin rasakan. Juga dekapan erat yang selalu dia rindukan.

"Mas Dana," panggil Nadin yang belum bisa menjemput rasa kantuk.

"Apa?" balas Garda dengan suara yang tertahan. Posis wajah Garda tepat berada di atas Nadin. Menghirup dalam aroma rambut istrinya.

"Kenapa Mas gak tanya soal kebiasaan buruk aku lagi?" tanya Nadin. Setelah dia pikir lagi, sejak kejadian malam itu Garda tidak pernah menyinggungnya soal masalah itu.

"Kenapa saya harus tanya?" balas Garda dengan pertanyaan.

Nadin terdiam sejenak. Memikirkan jawaban dari pertanyaan Garda. "Apa ... Mas Dana gak mau tahu?" tanya Nadin ragu.

"Saya ingin tahu semua yang istri saya rasakan," jawab Garda lugas. "Tapi kalau istri saya gak mau saya tahu apa yang dia rasakan, buat apa tanya-tanya," lanjutnya tepat sasaran.

Nadin kembali terdiam mendengar ucapan Garda. Dia pikir selama ini Garda tidak pernah memikirkan Nadin.

"Gak mudah menceritakan sesuatu yang berusaha kita lupakan. Saya tahu itu," ujar Garda dengan kecupan singkat di ujung kepala Nadin.

"Kalau aku mau cerita boleh?" tanya Nadin. Mendongak menatap wajah tampan suaminya.

"Sudah malam, besok saja ceritanya."

"Tapi aku mau sekarang," rengek Nadin dengan suara manja.

"Tidak usah dipaksa," kata Garda seakan tahu isi kepala Nadin.

Sejujurnya wanita itu memang belum siap menceritakannya pada Garda. Benar kata Garda, menceritakan sesuatu yang berusaha dilupakan memang tidak semudah itu.

"Mas Dana kenapa bisa tahu apa yang aku rasain," ucap Nadin lirih. Rasanya terharu sekali mendengar setiap tutur kata tulus yang Garda ucapkan.

"Karena kamu istri saya," jawab Garda dengan lugas.

"Aaa terharu! Aku jadi mau nangis," rengek Nadin dengan mata yang mulai berkaca.

Gadis itu mendekap erat tubuh Garda. Menenggelamkan wajah memerahnya di dada bidang Garda. Pria itu kembali mengeratkan dekapannya. Tak lupa menghadiahkan kecupan singkat di ujung kepala Nadin.

"Punya kamu sudah saya buang semua," ucap Garda terjeda. "Mulai sekarang, kamu punya saya untuk berbagi apa yang menganggu kamu. Kamu sudah tidak butuh benda itu lagi." Garda sedikit terkekeh mendengar suara isakan dari istrinya. Tangannya mengusap lembut kepala Nadin.

"Ada saya, ada saya yang akan selalu ada untuk kamu," lanjut Garda. Menunjukkan bahwa wanitanya tidak berdiri sendiri sekarang.

"Mas diem, deh! Aku ini lagi nangis malah dikomporin terus," rengek Nadin.

Suara isakan Nadin semakin terdengar keras. Gadis itu menangis dengan ribuan kata syukur yang tak henti terungkap. Begitu beruntungnya Nadin mendapat cahaya gemerlap di hidupnya.

"Sudah jangan nangis terus. Nanti hidung kamu meler kena baju saya," ujar Garda mencoba menenangkan. Benar saja hal itu membuat tangis Nadin seketika berhenti.

Wanita itu menjauhkan tubuhnya dari Garda sampai bisa melihat wajah datar suaminya. "Tega banget istrinya nangis malah digituin," rengek Nadin.

"Ini bicara fakta," kata Garda sambil menunjuk bagian dadanya yang basah kuyup.

Nadin memberengut kesal. Gadis itu mengusap hidungnya dengan kasar. Langsung saja mengusap tangan Garda dengan tangannya. Wajah polos Nadin langsung beradu dengan wajah tak terima Garda.

"Astaga! Jorok sekali Nadin!" ucap Garda dengan teriakan yang berusaha ditahan.

Garda spontan bangun dari posisi tidurnya. Mengelap tangannya dengan selimut. "Kamu ini jadi perempuan jangan jorok-jorok."

Garda langsung beranjak dari ranjang. Berjalan dengan wajah kesal menuju kamar mandi. "Ini juga ternyata lampunya tidak dimatikan. Padahal sudah sering saya bilang kalau dari kamar mandi wajib mematikan lampu."

Nadin tersenyum masam dengan wajah yang masih basah. Selain suka mengomel karena Nadin suka bangun siang dan susah mandi. Garda juga suka marah kalau Nadin jorok. Apalagi merusak tatanan baju di almari.

"Cuci muka dan tangan sampai bersih baru boleh dekat-dekat saya," ucap Garda final saat setelah keluar dari kamar mandi.

Nadin beranjak dari ranjang dengan wajah memberengut. "Mas Dana cerewet!" teriak Nadin saat sudah di kamar mandi.

"Makanya jangan jorok!" balas Garda tak mau kalah.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

ishhhh si Gardana ini..
cerewet habis yaaa😄🤣🤣🤣

2023-11-25

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!