"Nadin bangun!" Garda menarik selimut Nadin. Sudah sepuluh menit pria itu mencoba membangunkan Nadin. Padahal Garda sudah mandi dan tampan dengan baju koko kebanggaannya. Siap untuk melaksanakan sholat subuh. Tinggal menunggu gadis ini bangun saja.
"Nadin! Sebentar lagi adzan! Cepat bangun!" ucap Garda lagi dengan nada agak keras.
Pria itu menghela napas pelan. Mengambil segelas air putih dengan wajah datar. "Lima detik gak bangun saya guyur air!" ancam Garda.
Matanya menatap pada tubuh Nadin yang masih terbungkus selimut. Gadis itu bahkan sama sekali tidak terusik dengan suara Garda. "Ya Allah! Ini manusia apa sebenarnya?" gumam Garda saking herannya dengan kelakuan Nadin.
Dengan kesabaran yang mulai diuji Garda memercikkan air ke wajah Nadin. Wajah yang sialnya selalu terlihat cantik meskipun dalam keadaan tidur sekalipun. "Gak keganggu juga?" heran Garda lagi.
"Nadin!" panggil Garda keras sambil memercikkan air ke wajah Nadin untuk kedua kalinya. Namun, gadis itu masih saja terpejam. Malah menarik selimutnya sampai menutupi bagian kepala.
Garda berdecak saking sebalnya. Diletakkan gelas yang dia pegang ke atas meja dengan kasar. "Perempuan kok susah sekali bangun. Heran saya," omel Garda.
Kesabaran Garda semakin menipis sekarang. Pria itu menaikkan satu lututnya ke atas kasur. Meletakkan kedua lengannya di sela-sela punggung dan lipatan kaki Nadin dengan gerakan cepat. Diangkatnya tubuh ringan Nadin ke arah kamar mandi.
Nadin yang merasa terguncang otomatis membuak matanya. "Mas!?" pekik Nadin terkejut dengan aksi Garda.
"Ih ngapain gendong-gendong gini!?" tanya Nadin sambil memberontak. "Malu tahu, Mas, muka aku jelek banget," rengek Nadin yang tidak dipedulikan Garda.
Garda menurunkan Nadin tepat di dalam kamar mandi. Wajahnya terlihat galak dengan mata menyorot tajam. "Sekali lagi kamu susah dibangunkan. Saya gak bakal segan-segan buat guyur kamu air," ujar Garda. Sebenarnya dia tidak tega membangunkan gadis itu dengan cara kasar. Tapi mau bagaimana lagi kalau cara halus saja tidak mempan.
Nadin mencebik sebal. Mata beningnya mengerjab mencoba meluluhkan hati suaminya. "Maaf, Mas! Gak diulangin lagi, deh, susah bangunnya."
"Setiap hari juga bilangnya seperti itu," balas Garda ketus.
"Yang kali ini beneran," ucap Nadin dengan nada begitu manis.
"Cepat mandi!" suruh Garda sambil berbalik akan ke luar dari kamar mandi.
Sebelum benar-benar ke luar pria itu menyempatkan diri untuk berbicara lagi. "Kalau saya egois dan tidak mau memikirkan kebaikan istri saya. Saya tidak akan mau repot-repot membangunkam kamu yang selalu membuat emosi," ucap Garda serius.
"Saya di sini sebagai suami kamu cuma mau membimbing dan mengajak kamu untuk, bersama-sama memantaskan diri sebelum masa kita di dunia ini habis Nadin. Terserah kalau kamu mau menganggap saya suami yang ribet, merepotkan, tidak menyenangkan ataupun hal lain."
Setelah mengatakan kalimat panjang itu Garda benar-benar berlalu pergi. Nadin diam memandang punggung tegap ini. Dirinya kembali dibuat terbius dengan suaminya sendiri.
Nadin kembali merasa tidak pantas untuk Garda. Garda terlalu baik dan sempurna untuk disandingkan dengan Nadin. "Kenapa aku selalu ngerasa sakit setelah ngelihat kesempurnaan Mas Dana. Apa keputusan buat nikah sama Mas Dana salah, ya? Mas Dana terlalu baik buat aku, ya?"
...
Garda menutup laptop yang sejak tadi menemaninya. Memasukkan barang itu dan beberapa dokumen-dokumen yang dia butuhkan ke dalam tas. Setelah itu dia memilih sendiri pakaian yang akan dia kenakan untuk ke kampus dan memakainya.
Setelah sholat subuh tadi Garda memang langsung menyiapkan materi untuk kelas pagi ini. Sementara Nadin entah pergi ke mana. Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah tadi gadis itu langsung pergi begitu saja.
Langkah Garda berhenti di pintu menuju dapur. Tadi niat awalnya ingin membuat makanan untuk sarapan. Namun, pemandangan di sana membuat langkahnya berhenti.
Diamatinya Nadin yang ternyata tengah berkutat dengan peralatan masak. Gadis itu terlihat sangat santai dan leluasa menciptakan beberapa menu.
Garda berjalan lebih mendekat. Berdiri di belakang Nadin yang sedang memotong sayuran. Rambut panjangnya dicepol agak berantakan. Membuat dia terlihat sedikit agak dewasa dari biasanya.
"Hati-hati itu tangannya." Garda menatap gerakan tangan Nadin dengan was-was. Istrinya itu memotong sawi dengan gerakan cepat. Entah memang suda terbiasa atau bagaimana.
"Enggak bakal kena. Aku udah profesional tahu," balas Nadin dengan sombongnya.
Garda terus saja memperhatikan kegiatan Nadin. Sesekali memandang wajah serius gadis itu.
"Baru sadar istrinya cantik?" tanya Nadin mengejek. Dia bisa merasakan Garda yang sejak tadi memperhatikan wajahnya.
"Biasa aja," balas Garda dengan jawaban andalannya.
Nadin melirik pria itu sambil mencibir. "Awas nanti lama-lama terpesona," ancam Nadin.
Garda memilih tidak meladeni Nadin. Pria itu melihat beberapa wadah kotor di wastafel. Mungkin bekas Nadin memasak.
Tanpa menunggu lama pria itu langsung menggulung lengan kemejanya sampai siku. Setelah itu baru menyalakan keran dan mulai mencuci piring.
"Eh, gak usah di cuci, Mas," sela Nadin panik. Gadis itu menarik tangan Garda yang belum sempat memegang wadah kotor.
"Kenapa?" tanya Garda bingung.
"Mas Dana, kan, udah ganteng gini. Masa cuci piring, sih," ujar Nadin yang sekarang mulai mengiris bawang-bawangan.
"Gak ada hubungannya," balas Garda acuh.
"Ada, ya! Mas itu udah siap tinggal berangkat. Kalau cuci piring nanti malah kotor," ucap Nadin menjelaskan. "Udah duduk aja sana," suruh Nadin.
"Gak," tolak Garda. Pria itu tetap melanjutkan kegiatannya untuk mencuci piring.
"Mas aku jadi gak enak." Nadin memiringkan badannya hingga menghadap suaminya. Melihat Garda yang sedikit kewalahan mencuci piring membuat Nadin terkekeh.
"Orang gak bisa juga," ledek Nadin setelah mengamati cara Garda mencuci piring.
"Belum terbiasa aja," elak Garda tidak mau diremehkan.
"Udah, Mas duduk aja! Nunggu sayurnya matang habis itu sarapan," ujar Nadin lagi. Rasanya tidak enak kalau Garda harus ikut andil dalam urusan dapur.
"Saya mau bantu kamu," kata Garda yang masih fokus dengan kesibukan barunya.
"Aku bisa sendiri tahu, Mas," balas Nadin. "Bentar-bentar aku cuci sayurnya dulu."
Garda memundurkan badannya saat Nadin menyela. Gadis itu berada di depan Garda untuk menguasai keran air. Membuat posisinya dengan Garda agak dekat.
Garda menatap sejenak wajah Nadin. Wajah yang terlihat cantik. Dan Garda baru tahu kalau Nadin akan terlihat lebih cantik dan dewasa saat berada di dapur seperti ini.
"Udah duduk sana, biar aku yang lanjutin, Mas Dana," ucap Nadin setelah selesai mencuci sayur.
"Diem aja kamu itu!" Garda memilih kembali menyelesaikan urusannya dengan piring kotor. Membuat Nadin menghela nafas pelan. Garda ternyata cukup keras kepala.
Setelah selesai dengan kegiatan barunya. Garda mengambil sebuah cangkir bersih. Mulai membuat susu coklat yang dia beli bersama Nadin saat pindahan kemarin.
"Ih, kok malah bikin susu?!"
"Emang kenapa?" tanya Garda bingung.
"Mas itu diem aja, deh! Biar aku yang buat sarapan buat, Mas Dana." Nadin yang mulai sebal dengan segala tingkah Garda mencebikkan bibirnya dengan wajah sebal.
"Mas pikir aku gak bisa layanin, Mas, ya?" tuduh Nadin saking kesalnya.
"Saya, kan, cuma mau bantu kamu," kata Garda dengan wajah datar. Tangannya mengaduk secangkir susu coklat dengan pelan.
"Aku bisa sendiri, Mas," ucap Nadin untuk kesekian kalinya.
"Kalau semua kamu lakuin sendiri terus saya ngapain?" Garda balik bertanya. Wajah datarnya menatap Nadin yang mulai memindahkan sayur yang sudah matang ke dalam mangkuk.
"Mas, kan, udah kerja. Ini urusan rumah biar aku semua yang kerjain. Mas gak perlu bantu-bantu lagi." Nadin menjelaskan maksudnya. Membuat Garda mengernyitkan dahinya merasa tidak setuju dengan opini Nadin.
"Hei, saya ini menikahi kamu untuk jadi teman hidup saya. Bukan jadi pembantu saya yang harus selalu melayani saya," ujar Garda. "Saya memang bekerja karena tanggung jawab saya untuk menafkahi kamu. Tapi, untuk urusan rumah sama sekali bukan tanggung jawab kamu. Tapi tanggung jawab kita," jelas Garda panjang lebar.
"Saya gak suka kamu bicara seperti itu lagi," ucap Garda menegaskan.
Nadin kembali dibuat terbius dengan kesempurnaan yang ada di diri Garda. Matanya seketika berkaca-kaca mendengar penuturan panjang suaminya.
"Aaa jadi terharu aku," rengek Nadin dengan mata yang semakin memerah.
"Lebay," kata Garda kembali menyebalkan.
Mata dengan alis yang tebal sempurna itu mulai memandang penuh minat pada semangkuk sayur yang baru saja Nadin hidangkan. Di piring lain ada beberapa potong ayam dan juga sambal.
"Saya mau diambilin," kata Garda sambil memandang Nadin datar.
Nadin menatap Garda dengan wajah terkejut. Mulutnya terbuka untuk mengucapkan sesuatu. Namun diurungkan, dia langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi juga lauk yang sudah dia masak.
"Silahkan dinikmati suamiku," ucap Nadin dengan suara yang dibuat sehalus dan semanis mungkin.
"Merinding saya," desis Garda dengan tangan yang mulai memegang sendok.
"Jahat banget, ya, Mas Dana itu," rajuk Nadin.
Gadis itu mengurungkan niatnya untuk berbicara lagi. Wajahnya terlihat begitu tegang saat Garda mulai mengunyah suapan pertama. Semakin Garda mengunyah wajah Nadin terlihat sangat tegang.
"Biasa aja dong," seru Garda yang menyadari wajah tegang Nadin.
Nadin berdecak sebal. "Aku penasaran sama respon, Mas Dana," katanya.
"Respon apa?" tanya Garda masih sambil menikmati sepiring sarapannya.
"Respon soal masakan aku," jawab Nadin. "Enak, kan?" tanyanya memastikan.
"Biasa aja," jawab Garda membuat wajah Nadin seketika lempeng.
"Kebiasaan, Mas, itu," ucap Nadin mulai ingin merajuk.
Garda acuh dengan ucapan Nadin. Memilih menikmati sarapannya dengan tenang. Meski agak risih karena terus diperhatikan oleh istrinya, Garda tetap bersikap biasa saja. Kalau boleh jujur, masakan Nadin terasa pas di lidahnya.
"Kamu gak sarapan?" tanya Garda setelah sekian lama terdiam.
"Aku gak biasa makan pagi-pagi gini," jawab Nadin.
Garda mengangguk sebagai jawaban. Setelah suapan terakhir berhasil di telan. Pria itu langsung meminum susu coklatnya. Membuat Nadin yang melihat mengulas senyum lebar. "Pak Dosen kok masih suka minum susu," ledek Nadin.
"Biarin," jawab Garda santai.
"Nad," panggil Garda setelahnya.
"Apa sayang?" jawab Nadin santai. Garda yang mendengarnya sontak melebarkan matanya dengan wajah terkejut.
"Biasa aja dong," kata Nadin mengulang ucapan Garda tadi. Hal itu cukup membuat Garda kesal hingga mendengus malas.
"Kan, enak gak digituin?" tanya Nadin dengan tawa ringan.
"Bias saja," jawab Garda ketus.
"Ngambek gak, sih?" ledek Nadin. Dia semakin semangat menggoda Garda dengan mencolek pipi tirusnya.
"Diem kamu," ketus Garda dengan wajah datar.
Nadin tertawa bahagia karena berhasil membuat Garda kesal. Ternyata seru juga menganggu manusia dingin seperti suaminya ini.
"Tadi Mas Dana ngapain manggil aku?" tanya Nadin penasaran.
Garda terdiam sesaat. Tangannya yang masih menggenggam cangkir kosong itu mengetuk-ketuk cangkir. Terlihat seperti seseorang yang sedang gugup.
"Mas Dana," panggil Nadin pelan.
Garda menoleh menatap Nadin. Wajahnya masih terlihat datar seperti biasa. Nadin balas menatap dengan wajah penasaran.
"Saya mau dibawakan bekal," ucap Garda setelahnya.
Nadin dibuat kembali melongo dengan perkataan singkat Garda. Gadis itu terlihat diam untuk beberapa saat. Membuat Garda yang terus dipandang langsung mengalihkan pandangannya.
"Cepat, saya mau berangkat," ucap Garda yang langsung mengembalikan Nadin ke dunia nyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments