Untuk Malam ini dan Seterusnya

Mendengar suara pintu yang dibuka, Garda langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya sang istri yang ke luar dari kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar. Gadis itu memasang senyum lebar. Senyum cantik yang malah semakin menyesakkan bagi Garda.

"Mas nunggu lama, ya?" tanya Nadin dengan suara lembut.

Gadis itu mendekati suaminya. Sementara Garda terus menatap Nadin dengan wajah yang datar.

"Kenapa, sih, Mas Dana ini? Kok ngelihatin aku gitu banget," ucap Nadin bingung.

Gadis itu tersenyum manis menanggapi wajah datar Garda. "Aku cantik sekali?" tanya Nadin mencoba meluluhkan Garda.

"Mau sampai kapan kamu sembunyikan dari saya?" tanya Garda. Pria itu sama sekali tidak mengalihkan tatapan tajamnya dari Nadin.

Gadis itu mengendurkan senyumnya. "Kan, kebiasaan. Mas ini gak konsisten, loh! Sebentar-sebentar manis, terus galak, terus nyeremin, terus manis lagi, terua galak lagi," oceh Nadin mengeluarkan isi hatinya. Wajahnya terlihat memberengut kesal.

Garda menatap dalam wajah Nadin. Wajah ini yang setiap hari ia lihat, dari akan sampai bangun tidur. Wajah ini yang selalu tersenyum dengan lebar, manis, menggemaskan, dan cantik di mata Garda.

Wajah ini yang selalu memberengut manja. Wajah ini yang selalu memerah karena kesal atau malu. Wajah cantik ini yang selalu menemani Garda. Tidak pernah Garda bayangkan ada rasa sakit di wajah cantik istrinya.

"Suami gantengku," panggil Nadin manja. Gadis itu mengusap pipi tirus Garda yang melamun.

"Mas Dana kenapa? Capek, ya, hari ini?" tanya Nadin dengan senyum cantiknya. Garda seketika mengalihkan tatapannya.

"Mas kenapa? Tadi aja nyeremin gitu mukanya. Sekarang malah ngelamun," ujar Nadin yang merasa kebingungan dengan tingkah Garda.

Garda menatap Nadin lagi. "Ada berapa banyak luka yang kamu simpen sendiri?"

"Luka?" tanya Nadin bingung. "Mas ngomongin siapa? Luka apa? Aku gak nyimpen apa-apa?"

"Nad!" Garda menyorot mata bening itu dengan mata tajamnya. Menatap dalam, sangat dalam, sampai rasanya Garda ingin menerobos masuk dan langsung mengetahui apa yang selama ini mata itu lihat. Kejadian apa yang mata itu saksikan selama ini. Garda ingin langsung tahu dari mata bening itu. Kejadian apa yang membuat istrinya begitu hancur sekarang.

"Saya tahu semuanya," kata Garda akhirnya. "Saya tahu apa yang selama ini coba kamu sembunyikan dari saya."

Nadin yang belum bisa memahami maksud Garda menatap suaminya dengan wajah polos. "Apa, Mas, mau bilang aku maling?" tanya Gadis itu. Sejak tadi Garda membicarakan sesuatu yang disembunyikan Nadin. Tentu hal itu merujuk pada tindakan buruk.

Kedua tangan Garda memegang lengan atas Nadin dengan kuat secara tiba-tiba. Sontak saja Nadin memekik sampai matanya berkaca-kaca.

"Sakit, Mas," keluh Nadin. Tangan kecilnya berusaha menyingkirkan tangan kekar suaminya. Kekuatan Garda yang jauh lebih besar membuat Nadin menghela napas kasar. Gadis itu meronta saat Garda menyibak lengan atas piamanya.

"Mas apaan, sih!?" sentak Nadin tak terima dengan perlakuan Garda.

Garda tak mempedulikan Nadin yang berusaha mengelak. Pria itu berhasil menyingkap manset ketat yang ada dibalik piama itu. Saat itu juga Nadin berhenti memberontak.

Garda menatap hampa lengan kurus itu. Tangannya berusaha menunjukkan lebih dari apa yang dia lihat sekarang. Namuj, ringisan dari istrinya membuat aksi Garda terhenti.

"Saya sudah menduga ini Nadin," kata Garda dengan suara melemah.

Pria itu menatap mata bening iatrinya. Mengadu bola mata bening yang menyorotkan tatapan pasrah. Seakan tak ada lagi harapan setelah ini.

"Di mana lagi?" tanya Garda dengan suara rendah.

Nadin hanya bisa menggeleng. Kepalanya menunduk untuk menghindari tatapan dalam milik Garda.

"Nad," panggil Garda pelan.

Pikiran Nadin mukai berkecamuk. Hari ini adalah waktu yang paling Nadin takuti. Hari dimana Garda harus mengetahui sisi gelapnya.

"Apa harus saya yang cari tahu sendiri?" tuntut Garda dengan keterdiaman Nadin ini.

Nadin mendongakkan kepalanya perlahan. Air matanya menetes dengan sendirinya. Apalagi mendapati bola mata Garda yang sedikit berkaca. Rasa sakit Nadin semakin bertambah.

"Mas Dana jangan nangis. Suami aku gak boleh sedih," gumam Nadin lirih.

Tangan kecilnya terangkat menyentuh kedua pipi tirus suaminya. Mengusap air mata yang baru menetes di sana. "Maafin aku, Mas. Mas Dana gak boleh sedih, ih," rengek Nadin karena air mata pria itu kembali turun.

Garda berdecak sebal dengan tingkah Nadin. Pria itu menarik Nadin ke dalam pelukannya secara tiba-tiba. Saat itu juga tangis keduanya pecah. Ada rasa takut dan sakit yang tumpah di dekapan itu.

"Saya sakit melihat kamu seperti ini," adu Garda dengan suara serak. "Saya gak terima istri saya kayak gini. Kamu sakit, ya? Kamu sedih sekali, ya, selama ini?"

Nadin mengeratkan dekapannya seiring dengan suara tangis yang semakin terbenam di dada bidang Garda.

"Nadin, saya gak tahu ini apa. Tapi sakit sekali membayangkan hal buruk ini terjadi sama kamu," ujar Garda lagi.

"Aku gak papa." Hanya kalimat kecil itu yang mampu keluar untuk membalas deretan kata dari Garda.

Beberapa saat mereka gunakan untuk menumpahkan sesak yang terpendam. Kedua dada yang saling berdetak itu seakan beebicara. Saling berbagi rasa pada pemiliknya. Dekapan yang semakin mengerat secara tak langsung menyampaikan isi hati sepasang suami istri itu.

Setelah luapan hati mereka mereda. Nadin melepas pelukan itu. Berusaha menjauhkan tubuhnya dari badan gagah Garda. Tangannya mengusap kasar air matanya sendiri. Begitu pula dengan Garda yang mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Mata bening yang tampak sembab itu menatap Garda. "Aku selalu takut hari ini bakal terjadi, Mas Dana. Tapi ... Mau sekuat apa aku menghindar, Mas Dana tetep bakak tahu, kan."

Gadis itu tersenyum manis. Perlahan tangannya mengangkat ujung piama yang dia pakai. Melepas piama itu sampai menyisakan sebuah manset ketat yang tak pernah lepas ia kenakan.

"Mas pernah tanya soal manset ini," ucap Nadin. "Kalau gak pakai manset ini aku takut luka aku kelihatan," ujar Nadin diakhiri dengan kekehan.

Gadis itu lanjut melepaskan manset ketat itu. Wajah terkejut Garda membuat Nadin tersenyum. Digenggamnya wajah pria tersayangnya dengan lembut. "Aku gak papa, loh, Mas," ucap Nadin dengan senyum yang tetap manis.

Sekarang tubuh bagian atas Nadin hanya ditutupi bra saja. Garda dapat melihat dengan jelas tubuh putih istrinya. Tubuh indah yang sayangnya harus menjadi pelampiasan dari rasa sakit gadis itu.

Banyaknya sayatan membuktikan seberapa banyak rasa sakit yang hinggap di kehidupan Nadin. Kedua lengan atas dan bagian pundak yang dapat tertutup baju tak luput sebagai media luapan rasa sakit Nadin.

Garda meringis ngilu melihat itu. Dada dan perut ratanya terlihat berbeda dengan adanya beberapa luka sayat di sana. "Apa tidak sakit?" tanya Garda dengan tangan yang mengusap luka basah di pinggang Nadin. Luka basah di lengan Nadin tak luput dari perhatian Garda.

"Nanti saya obatin, ya," ucap Garda.

Nadin tersenyum manis. Hatinya menghangat kala merasakan perhatian Garda lagi. Kembali diusapnya pipi tirus milik suaminya. Nadin sangat mengenal bagaimana peringai suaminya ini. Meski selalu bersikap dingin dan datar. Garda adalah seorang yang perasa.

Sebuah fakta yang Nadin dapati saat Nadin kecil sangat gencar mendekati pria idamannya.

"Mas inget gak? Dulu ada anak SMP yang nangis karena lihat kucing yang gak bisa jalan," ujar Nadin tiba-tiba dengan tatapan yang tak lepas dari Garda. "Terus aku ledekin, deh," lanjut Nadin dengan kekehan ringan.

Nadin menatap Garda penuh tanya. Pria itu terlihat diam dengan pandangan tak fokus.

"Mas Dana?" panggil Nadin.

"Hah?" Respon Garda bingung.

"Kenapa suamiku?" tanya Nadin menuntut.

Garda terdiam sejenak. Jakunnya yang menonjol terlihat bergerak menelan ludah. Ditatapnya wajah Nadin yang cantik. Membuat desiran yang ia rasakan semakin menggila.

"Saya ...." ucap Garda menggantung.

"Suami aku kenapa?" tanya Nadin gemas.

Garda semakin menatap dalam mata istrinya. Tangannya yang sejak tadi diam di atas paha mulai berani beranjak ke paha Nadin. Mengusap pelan paha polos istrinya untuk melampiaskan apa yang ia rasakan.

"Kan, suka tiba-tiba berubah gak jelas," rengek Nadin.

Setelah lelah dengan keterdiamannya Garda mencoba memberanikan diri. Rasanya memang sudah menyesakkan sejak tadi. Bagaimanapun Garda adalah pria dewasa yang mempunyai sebuah kebutuhan sendiri. Melihat badan putih istrinya tentu membangkitkan sesuatu dalam diri

"Saya mau kamu, Nad," ucap Garda akhirnya dengan suara lemah.

Seketika Nadin tahu maksud Garda. Gadis itu spontan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Nadin lupa kalau sejak tadi hanya mengenakan bra didepan Garda. Pantas saja pria dewasa itu terlihat gelisah dan tidak fokus.

Melihat respon Nadin membuat Garda semakin memajukan tubuhnya. "Saya mau kamu malam ini Nadin Athalia," bisik Garda tepat di telinga Nadin.

Kedua tangan Garda menarik tangan Nadin. Membawa kedua tangan itu di samping tubuh istrinya. Kedua mata suami istri itu beradu. "Kamu mau bersama saya malam ini?" tanya Garda lembut. Tak seperti Garda yang biasa.

Nadin diam memaku. Merasa terkejut dengan momen yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. "Mas ...."

"Nadin," panggil Garda dengan suara tertahan.

Nadin mengerjab beberapa saat. Setelah berdamai dengan pikirannya gadis itu mengangguk kecil. "Aku mau untuk malam ini dan seterusnya," ucap Nadin menyambut ajakan Garda.

"Terimakasih, saya sangat menyukainya."

"Sama-sama suami tercintaku."

Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!