Garda yang Manis

Hari ini Nadin dan Garda akan pindah ke rumah baru mereka. Ternyata, Garda memilih rumah yang dekat dengan universitas tempat dia mengajar. Jaraknya sekitar 30 menit dari perumahan yang dihuni orang tuanya.

Siang ini barang-barang Nadin sudah dikemas rapi. Tadi gadis itu dibantu Rere untuk mengemas barangnya. Rencananya Garda dan Nadin akan berangkat selepas isya nanti.

"Raka ayo buka mulutnya," ucap Nadin dengan suara yang dibuat sangat lembut. Gadis itu sekarang sedang ditugaskan menyuapi ponakannya yang berusia tiga tahun.

"Gak," jawab balita itu yang sejak tadi enggan menerima suapan Nadin.

"Raka ini ada pesawat, loh!" Nadin menggerakkan sendok berisi nasi itu di udara. Berharap sekali Raka mau makan.

Balita itu malah asyik memainkan mobil-mobilannya tanpa mempedulikan Nadin. Gadis itu menghela napas pelan. Merituki Dikta yang tega memberi beban berat ini pada gadis lemah kesabaran seperti dia.

"Awas kalau gak mau makan tante panggilin polisi," ancam Nadin dengan wajah serius.

Raka menatap tantenya dengan tatapan polos. Tangan mungilnya malah melempar mainan yang dia mainkan kenarah Nadin. "Nakal," kata balita itu. Setelahnya dia bergumam tak jelas.

"Makanya makan dulu. Susah banget disuruh makan," omel Nadin.

"Gak mau ante. Kenyang," ucap Raka dengan pelafakan kata yang tidak teralu jelas.

"Nanti tante dimarahin papa kalau kamu gak makan," ujar Nadin dengan muka memelas.

"Kasihan," respon Raka yang sangat menyebalkan.

"Ih! Nyebelin!" Tanpa Nadin sadari suaranya sedikit meninggi. Hal itu cukup membuat Raka terkejut.

Kedua bola mata kecil itu seketika mengembun. Bibir mungilnya juga mulai menekuk dramatis. "Ante jahat! Malah-malah," rengek Raka dengan suara cadel disusul air mata yang mulai mengalir.

Nadin jadi panik sendiri. Apa lagi saat balita itu mengeraskan suara tangisnya. Bisa-bisa Nadin kena omeh Ummanya karena membuat cucu kesayangannya menangis.

"Aduh, jangan nangis dong, Raka ganteng," bujuk Nadin dengan wajah panik.

"Gak mau!" teriak Raka dengan tangis yang semakin kencang.

Nadin jadi panik dan bingung sekarang. Rere dan Dikta sedang pergi untuk imunisasi anak keduanya. Sementara Umma sedang menemani Abah yang kurang enak badan. Kalau ketahuan membuat cucu kesayangan ini menangis tamat sudah riwayat Nadin.

"Cup cup anak ganteng jangan nangis." Semakin Nadin membujuk suara Raka semakin kencang.

Nadin yang kepalang panik mau tidak mau ikut menangis. "Ih! Nanti tante yang dimarahin kalau kamu nangis! Diem dong Raka," ujar Nadin kesal.

Sebenarnya dua manusia ini adalah musuh bebuyutan sejak dulu. Dimana anak terakhir yang dipertemukan dengan cucu pertama. Setiap disatukan pasti berakhir dengan pertengkaran.

"Ante jahat!" teriak Raka lagi.

"Kamu juga jahat! Aku dimarahin terus karena kamu cengeng!" teriak Nadin tak mau kalah.

Garda yang baru saja dari rumah orang tuanya berlari panik karena mendengar suara tangisan. Pria itu lantas menepuk keningnya sendiri setelah melihat Nadin dan Raka yang sama-sama menangis.

"Hei-hei! Kenapa ini kok nangis semua?" Garda mendekati Raka lalu menggendong balita itu.

"Ante jahat, Om," adu Raka dengan suara sesenggukan. Nadin yang mendengar itu menatap keponakannya tajam.

"Sudah nangisnya. Laki-laki gak boleh cengeng," ucap Garda sambil menghapus air mata di wajah Raka.

"Raka itu nakal, Mas! Dia sengaja nangis biar aku dimarahin Umma," adu Nadin mencari pembelaan.

"Gak! Ante itu malah-malah terus!" balas Raka dengan suara bergetar.

"Nadin sudah, ya," bujuk Garda dengan suara rendahnya. Pria itu mengusap puncak kepala istrinya yang masih sesenggukan.

Nadin jadi lemas mendapat perlakuan tak terduga dari Garda. Badannya terasa lemas untuk digerakkan. Ditatapnya sosok tampan itu yang berjalan keluar dengan Raka digendongannya.

"Mas Dana nyesel gak, ya, nikah sama aku," gumam Nadin sedih. Kedua tangannya segera menghapus jejak air mata di wajahnya. Dia jadi merasa malu dengan kelakuannya sendiri.

Bukankah Garda terlihat begitu sempurna dimata siapapun. Sangat jauh berbeda dengan Nadin. Gadis dengan wajah biasa yang kuliahpun tidak tamat.

...

Sepasang pengantin baru itu terlihat sibuk dengan urusan masing-masing. Nadin yang sedang menata beberapa skincare miliknya di atas meja rias. Sementara Garda menata baju-baju milik Nadin di lemari miliknya.

"Mas Dana," panggil Nadin. "Aku sebenernya gak sedih ninggalin rumah itu. Aku seneng banget."

Garda yang masih fokus menata baju membalikkan badannya. Memandang istri kecilnya yang sedang duduk memandang kaca. Bola matanya terlihat memancarkan tatapan kosong.

"Kamu tadi ngomong apa?" tanya Garda dengan alis terangkat. Garda semakin dibuat bingung ketika mendapati Nadin yang terperanjat kaget.

"Hah!? Apa, Mas?" tanya gadis itu gelagapan.

"Kamu tadi ngomong sesuatu?" tanya Garda tak yakin.

Nadin menggeleng bingung. "Enggah, ih! Aku diem aja. Emang kenapa?"

"Jelas-jelas kamu ngomong sama saya," ucap Garda yakin. Bahkan suara Nadin tertangkap begitu jelas di pendengarannya.

"Aku gak ada ngomong apa-apa tahu, Mas," ucap Nadin. Tiba-tiba saja matanya memandang ke sekeliling dengan wajah panik. "Mas," panggil gadis itu lirih.

"Apa?" tanya Garda acuh. Pria itu kembali mengambil beberapa potong baju dari dalam koper.

"Jangan-jangan yang tadi ngomong itu hantu," kata Nadin was-was.

Garda melirik Nadin yang terlihat mulai gugup. "Bisa jadi, kalau kamu gak ngerasa ngomong," balas Gatda acuh.

Tentu saja Nadin ketar-ketir. Gadis itu langsung saja berlari mendekati Garda. "Ih, serius!? Hantu beneran?" tanyanya memastikan. Dia ini tipe wanita yang penakut.

"Kalau diomongin dia malah makin deket," ucap Garda. Sengaja menakut-nakuti Nadin.

"Berarti rumah ini berhantu?"

"Diem, Nad," tegur Garda dengan bisikan.

Nadin semakin memepetkan tubuhnya dengan Garda. Kedua tangan kecilnya memeluk lengan Garda erat. "Takut," rengeknya.

"Mas tadi denger orang ngomong apa emangnya?" tanya Nadin dengam bisikan. Meskipun takut dia harus tetap penasaran.

"Gardana ganteng, gitu," ucap Garda dengan wajah lempeng.

Nadin memiringkan kepalanya sejenak. Mencerna ucapan Garda yang agak janggal. Setelah menyadari kejanggalan itu dia memukul tangan Garda gemas.

"Ih nyebelin! Aku takut beneran, loh, Mas!" kesal Nadin.

Garda melirik Nadin sekilas. "Ngelamun aja makanya," katanya santai.

"Lihat sampai merinding beneran," kata Nadin merajuk. Dia memperlihatkan lengannya yang tidak tertutup baju.

"Lebay," kata Gatda sarkas.

Pria itu masih asyik menata baju Nadin yang rasanya tidak ada habisnya. Apalagi dia menata baju itu sesuai dengan warna. Mulai dari warna terang sampai gelap. Nadin saja dari tadi sudah jengah dengan kelakuan pria itu.

"Padahal aku kalau ambil baju bisa jatuhin selemarinya," ucap Nadin hiperbola. Ditarik-tariknya tangan Garda untuk menganggu fokus suaminya.

"Langsung saya buang sekalian sama yang punya," balas Garda kejam.

Nadin justru terkekeh dengan jawaban itu. "Serem banget, sih, Pak Dosen," ejek Nadin dengan tawa ringan.

Demi kelancaran urusannya Garda memilih tidak meladeni Nadin. Garda kembali menata baju Nadin yang untungnya tersisa beberapa potong lagi. Pria itu salah fokus karena sudah mendapati lebih dari sepuluh manset pendek berwarna hitam dari dalam koper Nadin.

Ditolehnya Nadin yang ikut memasukkan beberapa pakaian privasinya ke dalam lemari. Garda melirik aneh pada baju Nadin. Gadis itu memang sering menggunakan piyama lengan pendek. Kebanyakan pakaian gadis itu memang piyama atau daster. Lalu apa gunanya manset ini?

Tangannya terangkat untuk menyibak lengan baju istrinya. Nadin yang masih fokus tidak menyadari gerakan tiba-tiba dari Garda.

"Kenapa kamu harus pakai manset?" tanya Garda begitu mendapati kain ketat berwarna hitam yang melekat di tubuh istrinya.

Nadin menoleh dengan ekspresi terkejut. Gadis itu spontan menepis tangan Garda dari lengannya. Ditatapnya wajah datar Garda dengan ekspresi yang belum terkontrol.

"Mas ngapain, sih?" tanya Nadin sebal.

Garda dibuat semakin curiga kali ini. Seorang Nadin bahkan berbicara dengan nada seperti itu. Bukan tipikal Nadin sekali.

"Kenapa pakai manset?" tanya Garda mengulang.

Nadin mulai bisa mengontrol ekspresinya. Gadis itu terlihat salah tingkah. Beberapa kali merapikan piyama yang ia kenakan.

"Biar anget aja. Kan, kebiasaan waktu di bandung dingin," ucap Nadin.

"Kalau dingin tinggal pakai baju panjang," balas Garda dengan wajah serius.

Nadin seketika memalingkan wajahnya. "Aku lebih suka pakai baju pendek," sela Nadin.

"Setelah pakai manset gak dingin meskipun cuma pakai piyama pendek?" tanya Garda menegaskan.

"Enggak," jawab Nadin gugup.

"Anggap saja saya percaya," balas Garda setelahnya.

"Apaan, sih, Mas? Orang cuma manset kok harus dibahas," ucap Nadin ketus.

Garda tidak merespon ucapan Nadin. Dia cukup paham meskipun tidak terlalu mendalami. Nadin tipe wanita yang jarang berbicara ketus atau dengan nada kurang baik dengan orang lain. Gadis itu terkesan selalu menjaga perasaan orang lain. Itu yang Garda dapat pahami selama mengenal Nadin.

"Ternyata banyak yang saya gak tahu dari istri saya," ucap Garda sebelum menutup koper kosong milik Nadin.

Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!