Menggemaskan!?

Nadin dan Garda menikmati pagi dengan bersantai di balkon kamarnya. Mereka berdua masih berada di kediaman orang tua Nadin. Sekalian menginap beberapa hari karena sudah sebulan lebih tidak berkunjung.

"Cobain, Mas, enak yang rasa vanila." Nadin menyodorkan biskuit rasa vanila di hadapan suaminya.

Garda melirik sekeping biskuit itu dengan mata menyipit. "Tidak menarik," jawab Garda membuat Nadin berdecak. Pria itu memilih rasa coklat, rasa kesukaannya.

"Gaya banget, sih, suami aku ini," ujar Nadin lalu memakan biskuitnya. Setelah itu kembali menatap pemandangan pagi dengan langit biru yang cerah.

Gadis itu terlihat bersenandung riang. Membuat Garda menoleh dengan wajah heran. "Senang sekali sepertinya," sindir Garda.

Nadin terkekeh dengan wajah yang tampak sangat bahagia. "Dulu aku selalu takut hal yang kita lakuin tadi malam terjadi, Mas," ucap Nadin dengan mata yang tak lepas dari wajah tampan Garda.

"Kenapa?" tanya Garda seadanya.

"Aku takut sama respon Mas Dana nanti. Aku takut Mas gak suka sama badan aku. Aku juga gak mau Mas tahu soal jeleknya aku," ungkap Nadin.

Garda mengambil tangan kanan Nadin. Mengenggam tangan itu dengan lembut. "Sebenarnya gak seharusnya kamu berpikir seperti itu," balas Garda. "Saya suami kamu. Sudah seharusnya saya menerima semua yang ada di diri kamu."

Mendengar ucapan Garda membuat wajah Nadin memanas. Gadis itu tersenyum malu sampai memukul lengan Garda sebagai pelampiasan.

"Selalu saja salah tingkah," ucap Garda heran.

"Abisnya suami aku manis sekali," ucap Nadin. Kedua tangannya memegang pipi Garda. Mengusap-usap pipi tirus itu dengan gemas.

"Nadin," rengek Garda sambil mencoba menghindar dari tangan Nadin. "Kenapa suka sekali dengan pipi saya," ungkapan protes Garda semakin membuat Nadin semangat.

Gadis itu terus menjahili Garda dengan mencubit kedua pipinya. "Salah siapa ganteng banget," ucap Nadin dengan enteng.

Garda menghela napas pasrah. Mulai menerima perlakuan Nadin. "Kalau setelah ini pipi saya iritasi berarti salah kamu."

Nadin melongo mendengar ucapan Garda. Ditariknya kedua tangannya dari wajah Garda. "Kok iritasi?"

"Tangan kamu kotor," kata Garda santai.

Nadin memberengut sebal. Menatap Garda dengan wajah sinis. "Mana ada kotor. Bilang aja Mas Dana suka, kan, aku gituin."

"Sama sekali tidak," jawab Garda.

"Nyebelin," sentak Nadin dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada.

"Gitu aja ngambek," ucap Garda dengan nada datar.

"Biarin," ketus gadis itu.

"Kalau kamu bisa diemin saya satu jam saya ajak jalan-jalan," ujar Garda mencoba mencairkan suasana. Sebenarnya dia tahu Nadin tidak benar-benar marah.

"Apa!?" tanya Nadin dengan wajah tak teriama. "Lama banget satu jam! Satu menit aja aku bisa, kok," ucap Gadis itu.

Garda terkekeh mendengar ucapan Nadin. Sudah dia bilang Nadin paling sulit mendiamkan Garda. "Satu jam Nadin," kata Garda dengan sisia tawanya.

"Semenit aja," ujar Nadin mencoba menawar.

Gelengan dari Garda membuat Nadin memberengut. Gadis itu menatap wajah suaminya yang ternyata sejak tadi terlihat lebih tampan. Bibir merah muda itu melengkung dengan mata tajam yang menyipit.

"Gak usah jalan-jalan kalau gitu," ujar Nadin sebelum mendekatkan badannya pada Garda. Dengan keberanian yang tidak terhitung Nadin menyandarkan kepalanya di dada Garda. Tak lupa melingkarkan kedua tangannya yang terasa pas di badan kekar Garda.

"Mana bisa aku diemin manusia lucu kayak, Mas Dana," ujar Nadin begitu manja.

Garda memicing sinis. "Lucu darimananya?" tanya Garda tak terima. Enak saja badan kekar dengan wajah tampan seperti ini dibilang lucu.

"Ih, dipuji itu diem aja gak usah protes," kata Nadin sebal. "Mending bales pelukan istrimu ini biar gak menyedihkan banget."

Garda tersenyum sekilas. Didekapnya badan kecil istrinya yang rasanya sudah lengket di badan Garda. "Nadin," panggil Garda.

"Apa suamiku?" tanya Nadin dengan suara lembut.

Garda menumpukan kepalanya di puncak kepala Nadin. Dengan jarak sedekat ini aroma rambut Nadin dapat dia hirup sebanyak mungkin.

"Maafkan saya karena tadi malam meminta disaat yang tidak tepat," ujar Garda akhirnya.

"Tidak tepat?" tanya Nadin bingung.

Garda mengangguk saja. "Masak habis nangis langsung gituan," kata Garda mengundang tawa renyah Nadin.

"Kalau gak nangis mungkin belum gituan," balas Nadin yang mengundang tawa Garda.

"Benar juga," kata Garda menyetujui.

Nadin jadi memikirkan ucapan Rere waktu itu. Benar saja, mau terlihat setenang apa seorang laki-laki. Pada dasarnya mereka memiliki sebuah kebutuhan tersendiri yang berusaha dipendam.

"Nadin," panggil Garda lagi.

"Iya suamiku sayang," balas Nadin. Nadin mendongak guna melihat bagaimana ekspresi Garda. Ternyata wajah pria itu tetap tampak datar. "Ih, kok Mas gak salting gitu?"

Garda menaikkan satu alisnya. "Memangnya harus?" tanya Garda membuat api emosi Nadin bergejolak.

"Menurut Mas Dana!?" tanya Nadin menantang.

"Tidak," balas Garda enteng.

"Astaga." Nadin memilih mengalah. Mau membalas pun malah akan membuat semakin heran dengan tingkah datar Garda.

Keduanya lantas terdiam untuk beberapa saat. Berteman pikirannya sendiri. Juga menikmati momen menyenangkan seperti ini. Sebuah tahap kehidupan yang tidak pernah Nadin pikirkan sejak dulu.

"Maafkan saya, ya, Nadin," ucap Garda tiba-tiba.

Nadin yang mulai nyaman berada di dekapan Garda bergumam. Bingung juga dengan suaminya yang mendadak minta maaf begini.

"Di awal pernikahan saya suka mengabaikan kamu. Kamu sedih tidak?" tanya Garda.

Nadin mengerjab di dada bidang Garda. Gadis itu melepaskan dekapannya lalu menjauh dari badan kekar itu. "Ini suami aku kenapa, ya, ini?" tanya Nadin heran.

"Tidak kenapa-kenapa," jawab Garda. "Saya ini merasa bersalah sama kamu."

Nadin tersenyum dengan wajah meledek. Tangannya mencolek dagu Garda dengan gemas. "Ini pasti efek buka puasa?" ledek Nadin dengan tawa diakhir kalimat.

Wajah Garda langusng berubah murung. Heran kenapa istrinya bisa menebak isi kepalanya.

"Tahu gitu buka puasa dari dulu aja biar lucuu mengemaskan gini," ucap Nadin dengan tangan yang kembali memainkan pipi Garda.

"Menggemaskan!?" kata Garda sangat tidak terima.

...

"Masya Allah gantengku."

Garda sedikit bergidik mendengar sambutan Nadin. Pria itu pasrah saja saat Nadin memegang kedua pipinya. Menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri sesuka hati.

"Mau berangkat ke masjid, ya?" tanya Nadin dengan gemas. Hari ini adalah hari jumat. Waktu di mana kaum adam melaksanakan sholat jumat di masjid.

Siang ini Garda akan melaksanakn sholat jumat di masjid dekat rumahnya dan Nadin. Rasanya sudah lama sekali dia tidak berkunjung ke masjid itu.

Sudah dua hari ini dia dan Nadin masih menginap di kediaman orang tua Nadin. Sudah dua hari juga Garda tidak mengajar di kampus. Garda sengaja mengosongkan jadwalnya sejenak. Sebisa mungkin Garda memperbanyak waktunya dengan Nadin. Garda berharap seiring dengan kedekatannya dengan Nadin. Istrinya dapat berbagi segala sesuatu dengan Garda.

"Nad, kamu ini kayak bicara sama anak kecil," protes Garda.

"Biarin," ucap Nadin dengan wajah menantang. "Sini-sini aku sisirin rambutnya," ucap Nadin lagi.

Gadis itu langsung heboh mencari sisir di meja rias miliknya. Lagi-lagi Garda pasrah dengan perakuan Nadin. Badannya pun menurut saja saat disuruh duduk di atas ranjang.

"Pelan-pelan saja. Rambut saya kamu sisir apa kamu jambak, sih!?" omel Garda karena Nadin terlaku keras menyisir rambutnya.

"Maaf-maaf, terlalu bersemangat saya," balas Nadin dengan kekehan.

Gadis itu menata rambut Garda serapih mungkin. Berusaha menciptakan aura ketampanan yang mampu membius seluruh isi dunia.

"Kamu tadi mandi belum, ya? Kok saya gak lihat," kata Garda setelah Nadin menyelesaikan kegiatannya.

"Aku aja gak pernah lihat Mas Dana mandi, tapi percaya kalau mas udah mandi," balas Nadin.

Garda menatap Nadin yang sekarang sibuk memilih minyak wangi di meja riasnya. "Saya, kan, memang rajin mandi. Beda sama kamu, malas sekali mandi," ujar Garda telak.

Nadin tertawa sampai deretan gigi putihnya terlihat. "Aku dari dulu gak bersahabat sama air, Mas," kata Nadin mencoba membela diri.

"Kalau gitu saya saudaraan sama air," ujar Garda santai.

"Ih, bisa ngelawak juga ya suamiku ini," kata Nadin masih dengan sisa tawanya.

Gadis itu mendekati Garda lagi. Menunjukkan sebuah botol minyak wangi miliknya. "Ini yang baunya gak cewek banget," kata Nadin. Menyodorkan ujung botol agar Garda bisa memghirup aromanya.

Garda mengangguk saja. Merasa aromanya juga cukup enak. Setelah itu Nadin menyemprotkan ke beberapa bagian tubuh Garda. Diakhiri dengan kecupan singkat di pipi suaminya.

"Wangi sekali," kata Nadin puas. Wajahnya selalu saja berseri di hadapan Garda.

Setelah merasa persiapannya sudah selesai. Garda langsung mengambil sajadah yang ada di sebelahnya. Penampilannya sudah sempurna, atau bahkan lebih dari sempurna sekarang. Lihat saja, bagaimana telatennya Nadin menyiapkan segala sesuatu untuk Garda.

"Saya berangkat dulu," pamit Garda. "Jangan lupa sholat, ya, Nadin. Awas saja kalau saat saya pulang kamu belum sholat."

Nadin mengangguk patuh. "Siap laksanakan suamiku!" kata Nadin semangat.

"Yasudah."

...

Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!