Serena masih terkejut, tetapi ketakutannya mulai mereda karena menyadari laki-laki itu sepertinya tidak berniat menyerangnya. Bisa dilihat dari caranya memeluk makanan layaknya anak kecil yang tidak mau mainannya diambil, sepertinya ia hanya kelaparan dan menginginkan makanan.
Jujur saja Serena masih merasa takut, tetapi ia mencoba untuk memberanikan diri demi bisa mengambil barang berharga miliknya. Gadis itu bangkit secara perlahan dan waspada, setiap gerakannya membuat laki-laki itu menggeram.
"H-hei,...Tidak apa-apa, jika kau mau makanan itu ambil saja," Ucapnya pelan, "aku hanya ingin tasku kembali, kau bisa ambil semua makanannya." Tutur serena meskipun ia tak tahu apakah laki-laki itu mengerti ucapannya atau tidak.
Tak ada balasan, laki-laki itu terus menggeram sambil memeluk erat makanan di dalam pangkuannya. Ia menatap serena dengan mata tajam yang terlihat dari sela-sela rambut yang memanjang menutupi wajahnya. Terlihat jelas juga manik netra berwarna kuning keemasan yang mencolok dari kulit pucatnya.
"Dengar," Serena merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebatang permen, "aku akan memberikan ini jika kau mengembalikan tas itu." Ucapnya sambil menyodorkan permen itu perlahan tetapi sontak membuat laki-laki di depannya terkejut dan menggeram lebih keras.
"Ah, apa kau tidak bisa mengerti ucapanku?" Ucapnya sedikit frustasi.
Ia membuka bungkus permen itu dan memasukannya ke dalam mulutnya, menjilatinya dan menunjukannya lagi pada laki-laki di depannya.
"Ini enak, jika kau memberikan tas itu padaku," Ia menunjuk tas yang berada di samping laki-laki itu, " maka aku akan memberikan ini padamu." Ucapnya sambil mengeluarkan sebatang permen lagi dari sakunya.
Laki-laki itu tak bergeming, matanya fokus menatap permen yang ada di tangan Serena. Begitu pun Serena yang mulai tersenyum karena melihat laki-laki itu sepertinya mengerti dengan apa yang ia ucapkan.
Serena sedikit kaget saat laki-laki di depannya bergerak maju perlahan, sebelah tangannya masih memeluk sisa makanan dan yang sebelahnya lagi terulur untuk meraih permen yang ada di tangan Serena.
Terlihat jelas laki-laki itu ragu dan takut, tapi Serena juga ikut maju perlahan mengulurkan permen itu dengan hati-hati.
"Tidak apa-apa, ambilah." Ucap Serena pelan.
Dan secepat kilat, permen itu sudah berpindah dari tangannya. Laki-laki itu mengambilnya dengan cepat dan langsung mundur lagi menjauhi Serena.
Walaupun masih terlihat ragu, laki-laki itu perlahan memasukkan permen itu ke dalam mulutnya. Ia mengikuti apa yang Serena lakukan tadi, sesaat setelah mengecap permen itu ia menjadi aneh.
Laki-laki tadi mematung hingga makanan yang ada di pelukannya tanpa sadar terjatuh, Serena juga bingung apa yang terjadi padanya. Namun beberapa saat kemudian laki-laki itu mengeluarkan permen yang ada di mulutnya dan menatapnya dengan mata berbinar. Ya, sepertinya dia menyukainya karena rasanya manis dan enak.
"Pfft, apa kau menyukainya?" Kekeh Serena saat melihat pemandangan di depannya, "bagaimana? Enak bukan?" Tambahnya lagi.
Laki-laki tadi kembali menoleh ke arah Serena, tatapannya yang tadinya dipenuhi rasa takut dan waspada kini terlihat lebih tenang.
"J-jadi..., tasku-"
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, laki-laki itu sudah berlari menjauh dengan cepat. Meninggalkan Serena yang mematung keheranan sekaligus lega.
Apa itu? Dia pergi begitu saja?
Serena mengerjapkan matanya berkali-kali seperti orang kebingungan.
Matanya melihat ke arah tas yang tergeletak di atas tanah, benda itu sudah kotor dan acak-acakan. Ia mengambilnya dan buru-buru merogoh isinya lalu disusul dengan hembusan nafas lega.
Foto ibunya masih utuh tanpa lecet sedikitpun, Serena langsung memeluknya dengan erat diiringi dengan senyuman tipis yang terukir begitu saja di bibirnya.
"Maaf, ibu...." Lirihnya pelan.
Beberapa saat dalam posisi itu hingga suara tupai yang berlarian di ranting pohon mengejutkannya, Serena tersadar jika ia sekarang berada terlalu jauh masuk ke dalam hutan.
Gadis itu segera memasukan foto ibunya ke dalam tas dan bergegas ingin pergi, tetapi sebelum itu ia menoleh lagi ke arah laki-laki tadi menghilang.
Untuk apa aku memikirkannya....
Serena menatap lama ke arah sana sebelum akhirnya benar-benar pergi.
*****
Aroma Lavender memenuhi seisi ruangan, saat dalam perjalanan pulang tadi Serena memetik beberapa tangkai bunga Lavender untuk ia bawa pulang dan meletakkannya di vas bunga yang ada di kamarnya.
Gadis itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya, rasanya sangat segar karena ia baru saja mandi. Ia melirik tas kotor yang tergeletak di atas meja rias, tas itu belum ia cuci karena terlalu lelah.
"Hari ini sangat melelahkan," Ucap Serena sambil mengingat kembali apa yang terjadi padanya di hutan hari ini.
Matanya menatap datar langit-langit kamar, pikirannya berkelana ke sana ke mari dan dipenuhi oleh banyak pertanyaan.
"Siapa dia?" Ucapnya pada diri sendiri dengan wajah keheranan.
Apa dia orang hilang? Orang gila? Apa dia tinggal di sana? Kenapa aku baru melihatnya sekarang? Apa aku harus melaporkannya pada polisi?
Banyak sekali pertanyaan di dalam benaknya, gadis itu berbaring lurus terlentang dengan wajah serius sambil memejamkan matanya sehingga terlihat seperti orang pingsan dengan dahi berkerut.
Semua pertanyaan itu memenuhi kepalanya, tetapi beberapa saat semuanya buyar saat suara dering telpon rumah berbunyi.
Serena bangun dari tempat tidurnya dan segera mengangkat telpon itu, "Halo-"
"Hey kenapa kau tidak menghubungiku?! Kalau aku tidak menelpon lebih dulu kau pasti tidak akan pernah menghubungiku bukan?" Suara seorang laki-laki langsung terdengar begitu telpon diangkat.
Wajah Serena langsung cemberut, jika ia tahu siapa yang menelpon maka pasti tidak akan ia angkat.
"Hey apa kau mendengarku? Halo-"
"Ya ya aku mendengarmu, aku sedikit sibuk dan malas menggunakan benda ini (telpon)." Sahut Serena dengan datar.
"Huh? Dasar...." Terdengar nada kecewa dari orang yang ada di telpon itu.
Yang menelponnya sekarang adalah sahabat Serena sejak kecil, sekarang dia sedang berada di Kota lain karena melanjutkan pendidikan di sana. Sahabatnya itu sering menelpon untuk memastikan Serena baik-baik saja. Mereka sudah seperti saudara, tetapi Serena selalu menyembunyikan masalahnya karena tidak ingin merepotkan.
Cukup lama mereka berbincang lewat telpon sebelum akhirnya pembicaraan itu berakhir meskipun dominan diisi oleh omelan dari sahabatnya karena Serena selalu menjawab dengan cuek dan tidak bersemangat.
Serena menghela nafas pelan, ia tahu jika sahabatnya itu mengkhawatirkannya. Lagipula sejak kecil mereka memang begitu, ia sedikit bicara dan lebih banyak mendengarkan saat mereka bersama. Jadi tidak perlu mengkhawatirkan tentang apa Serena menyakiti perasaan sahabatnya atau tidak.
"Aku merindukannya...." Ucap Serena pelan.
Ia kembali ke kamarnya dan bersiap untuk tidur karena memang sudah larut malam, ia terlalu lelah hingga tidak menyadari jika di luar keadaan sedang riuh dengan para warga di sekitar sana yang berkumpul dan beberapa mobil polisi yang lalu-lalang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
notKnown
Di suap pake permen😭
2023-08-13
1