Sebulan sudah Nindy berada di Kota Malang. Dia menjelma menjadi gadis sederhana. Tidak satupun temannya yang tahu jika, Nindy adalah anak orang kaya. Dan Dirga pun dua Minggu yang lalu menjenguknya di Malang.
Dirga benar-benar bangga pada adiknya ini. Hidup sendiri di kos-kosan kecil dengan makanan yang bener-bener sederhana.
Nindy pun sudah mengatakan kepada Dirga jika, dia ingin mencari pekerjaan sambilan. Bukan karena uang dari orangtuanya tidak cukup. Tapi, dia ingin merasakan bagaimana bekerja dan menghasilkan uang sendiri.
Dirga hanya bisa mendukung rencana Nindy selagi masih dikategorikan positif. Tidak ada salahnya adiknya belajar akan kerasnya hidup. Agar nantinya Nindy tahu, hidup yang sebenarnya akan lebih sulit dari ini
Sudah beberapa tempat Nindy kunjungi, namun tidak satu pun yang sedang membuka lowongan pekerjaan. Semua itu tidak menyurutkan semangat Nindy. Setiap pulang kuliah dia akan berkeliling mencari pekerjaan yang berada tidak jauh dari kos-kosannya. Sudah dua Minggu ini hasilnya selalu nihil.
"Ternyata nyari kerja di Jakarta sama di sini sama aja ya. Susah," keluhnya pada Warni teman kampus Nindy.
"Iyalah, Nih. Tidak ada yang mudah di dunia ini," sahutnya.
"Padahal aku butuh banget pekerjaan," imbuh Nindy.
Warni yang melihat wajah Nindy murung seperti itu tidak tega.
"Kamu mau gak kerja di cafe?" tanya Warni.
"Apa aja aku mau, War."
"Minggu depan kan aku menikah, sudah pasti aku akan berhenti dari pekerjaan aku. Kamu mau gantiin aku di sana?"
Nindy mengangguk dengan cepat dan wajah tampak riang gembira.
"Tapi, aku harus bilang dulu ke Mbak Ara. Takutnya Mbak Ara gak setuju," terangnya.
"Oke, aku tunggu kabar darimu ya," ucap Nindy.
Warni hanya membentuk tangannya seperti huruf O. Dan Nindy pun memilih pulang beristirahat di kosan sederhananya.
Keesokan harinya, Warni mengajak Nindy bertemu di kantin kampus. Dia ingin memberikan undangan sekaligus mengajak Nindy ke cafe tempatnya bekerja.
"Aku boleh menggantikan mu di sana?" tanya Nindy.
"Iya, dan sekarang kamu harus ikut ke sana."
Nindy dan juga Warni berangkat menuju cafe yang dimaksud. Warni langsung mengajak Nindy naik ke lantai atas tempat atasannya.
Setelah mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk, mereka berdua masuk ke dalam ruangan itu.
"Duduk War," titah Ara.
"Makasih, Mbak. Ini Mbak yang akan menggantikan saya," ujar Warni.
"Nama kamu siapa?" tanya Ara.
"Nindy, Mbak."
"Mulai lusa kamu boleh kerja di sini sesuai jam kamu pulang kuliah," ucap Ara lembut.
"Makasih banyak, Mbak," ucap Nindy dengan wajah yang terlihat bahagia.
"War, kamu beritahu Nindy apa aja yang harus dia kerjakan," titah Ara.
"Baik, Mbak. Saya permisi."
Warni dan juga Nindy meninggalkan ruangan Ara dan beralih ke tempat mereka bekerja. Warni menunjukkan satu per satu pekerjaan yang harus Nindy kerjaka. Dari mulai mencatat pesanan hingga mengantarkan pesanan dan juga membersihkan meja pengunjung.
Tidak sulit, aku pasti bisa, batinnya.
Setelah selesai menunjukkan pekerjaannya kepada Nindy, Warni dan juga Nindy memutuskan untuk pulang. Nindy memilih jalan kaki saja karena jarak dari cafe ke tempat kosannya tidaklah jauh.
Menikmati langit sore yang indah dan sejuk membuat hati Nindy tenang. Hidup sederhana seperti ini sangatlah nyaman untuknya. Memiliki banyak teman yang benar-benar tulus berteman dengannya bukan karena harta yang dia miliki.
Di Jakarta.
Dirga menikmati secangkir kopi panas diujung senja. Lidahnya terasa sangat pahit ketika cairan itu dia sesap. Rasa kopi ini sama dengan hidup yang sedang dia jalani. Pahit dan tak ada rasa.
Bayang wajah sendu Niar dipertemuan terakhir mereka melintas di kepalanya. Wajah yang pura-pura tegar dan tersenyum dengan air mata yang sudah menganak. Berucap dengan nada yang bergetar menandakan Niar tidak rela mengatakan semuanya. Keadaan lah yang memaksanya.
Dirga menunduk dalam merasakan kesakitan yang dulu Niar rasakan. Ingin rasanya dia mengejar perempuan dengan rambut sepundak berwarna bronze. Namun, lengannya ditahan oleh sang mamah dan membawanya pergi ke Bogor untuk mempersiapkan pernikahan antara dirinya dan juga perempuan yang sama sekali tidak dia kenal.
"Aku memang lelaki bodoh, Niar. Aku mau saja masuk ke dalam perangkap mereka," lirihnya.
Hanya penyesalan yang Dirga rasakan. Mencari Niar pun sudah dia lakukan namun, hasilnya nihil. Seakan ada yang menutupi semua informasi tentang Niar.
Selama lima tahun ini Dirga hidup dalam penyesalan dan keputusan asaan. Hanya Kenan yang mampu membuatnya berpikir jernih dan hanya Nindy alasannya untuk terus melanjutkan hidupnya.
Untuk hubungannya dengan kedua orangtuanya, Dirga sudah tidak mau tahu. Dia sudah tidak peduli dan seakan bencinya tidak akan pergi hilang jika mengingat kejamnya orangtuanya terhadap dirinya.
"Sampai kapan bos tidak mau menerima kehadiran tuan dan nyonya?" tanya Kenan yang baru saja masuk ke dalam ruangan Dirga.
"Sampai marahku surut dan benciku sudah menghilang."
Kenan hanya bisa mengangguk pelan. Dia tidak mengerti jalan pikiran bosnya ini. Tapi, dia juga tahu betapa menderita Dirga selama ini. Membangun usaha yang awal ya diremehkan oleh para pengusaha yang lain, terlilit hutang hingga menahan rasa lapar diperutnya selama seminggu. Dirga lebih mementingkan Kenan dari pada dirinya sendiri. Itulah yang membuat Kenan setia terhadap Dirga.
Orangtua Dirga bukannya tidak tahu, tapi Dirga dengan kerasnya menolak. Dia benar-benar ingin berusaha sendiri dan tidak membiarkan kedua orangtuanya ikut campur. Itulah pertemuan terakhir Dirga dengan orangtua kandungnya.
"Malam ini kamu boleh istirahat di rumah. Saya ingin sendiri di apartment."
Kenan hanya mengangguk pelan, setidaknya di apartment bosnya ada CCTV yang terhubung ke ponselnya. Jadi, dia masih bisa memantau bosnya dari kejauhan.
Malam ini Dirga tidak langsung ke apartment miliknya. Dia pergi ke sebuah cafe, sudah ada dua wanita yang menunggunya di sana.
"Maaf, gua telat."
"Kebiasaan lu," ucap Rena.
"Mau sampai kapan lu kayak gini?" tanya Bila.
Rena dan Bila adalah sahabat dari Niar. Hanya mereka berdua yang belum menikah, sedangkan Sisi dan Nera sudah menikah dan dibawa oleh suami mereka.
"Lu mapan dan tampan, Ga. Belum tentu juga Niar masih sendiri," terang Rena.
"Hati gua hanya untuk Niar," jawabnya.
"Kalo suatu saat lu ketemu tapi, Niar udah bahagia dengan orang lain lu mau apa?" tanya Bila.
"Gua akan pergi, setidaknya gua udah bisa ketemu sama Niar dan melihat dia bahagia."
Jawaban yang sangat menyentuh hati Bila dan Rena. Andai saja mereka berdua bisa membantu Dirga, sudah mereka bantu sahabatnya ini.
Rena dan Bila tahu bagaimana kisah cinta Niar dan Dirga dulu. Selalu membuat mereka iri karena keromantisan yang selalu Niar dan juga Dirga tunjukkan. Ketika Dirga dan Niar mengatakan jika mereka akan serius dan menuju ke jenjang pernikahan, Rena dan Bila ikut merasa bahagia. Namun, kebahagiaan itu sirna seketika terlebih Niar meninggalkan mereka tanpa sepatah kata.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Fadia Alaydrus
tidak akan pernah hilang,bukan pergi hilang
maaf klw salah
2021-12-23
1
Fadia Alaydrus
keputusasaan,,,kelebihan an
2021-12-23
0
Hesti Pramuni
tapi adakah cowok macam Dirga di kehidupan nyata ini?
2021-11-23
0