Masih Merindu

Selepas pertemuannya dengan dua sahabat Niar. Dirga memutuskan langsung pulang ke apartmentnya. Sampai saat ini belum ada jejak di mana Niar berada. Para sahabat Niar meminta Dirga untuk berhenti mencari Niar apalagi mengharapkannya. Mereka takut, jika Dirga akan kecewa untuk ke sekian kalinya. Sudah cukup depresinya dulu setelah ditinggal Niar.

Tubuh Dirga ingin melupakan Niar namun, hati dan logikanya menolak. Seakan hatinya sudah tahu keadaan Niar yang sesungguhnya. Jujur saja, Dirga pun lelah karena bayang-bayang wajah Niar selalu memenuhi pikirannya dikala sedang sendiri.

"Jika kamu sudah bahagia dengan pria lain, aku janji aku akan mundur. Tapi, jika cintaku masih bisa untuk diperjuangkan, akan aku perjuangkan. Cintaku sangat besar untukmu, Niar," gumamnya.

Seperti ada koneksi yang tersambung diantara Niar dan Dirga. Niar pun sedang termenung di ruangannya. Kenangan indah bersama Dirga sedang bermain-main di kepalanya.

"Apa kamu bahagia dengan pilihan orangtuamu? Ternyata melepaskanmu sangat sulit, hati ini seakan terkunci rapat untuk kehadiran orang lain. Namamu yang selalu ada di dalam hati ini," lirihnya.

Mereka sama-sama tertunduk dalam dan mengingat semua kenangan ketika mereka merajut cinta. Hingga bulir bening sama-sama jatuh di ujung mata mereka. Waktu ternyata tidak bisa menyembuhkan rasa sakit yang mereka rasakan.

Suara pintu terbuka membangunkan Niar dari lamunannya. Laki-laki yang kesabarannya luar biasa sudah menjemputnya.

"Pulang atau makan?" tanya Jicko.

"Kita menikmati waktu berdua dulu, ya," ucap Niar dengan senyuman hangat.

Jicko pun mengangguk dengan cepat. Sudah lama mereka tidak memiliki waktu berdua karena kesibukan mereka masing-masing.

Mobil Jicko melaju ke sebuah mall besar. Dengan posesifnya Jicko menggenggam tangan Niar. Mereka berjalan beriringan.

Jicko mengajak Niar masuk ke dalam sebuah toko ternama. Sudah dipastikan harga barang-barang di sana sangat mahal.

Jicko memilihkan dress selutut untuk Niar. Dress yang masih dikategorikan sopan namun, sangat elegan. Apalagi jika dipakai oleh Niar.

"Mas, gak usah lah," tolak Niar.

Namun, Jicko tetap bersikukuh dan Niar pun akhirnya mengalah. Dia mencoba baju yang sudah dipilihkan oleh Jicko dan Jicko pun tersenyum lebar. Pilihanya memang tidak pernah salah.

Bukan hanya dress, sepatu dan juga tas Jicko belikan untuk Niar. Membuat Niar hanya bisa menghela napas. Setelah membayar semuanya, mereka berdua keluar dari toko tersebut. Secara tidak sengaja, Niar menabrak seorang wanita cantik.

"Maaf," ucap Niar.

"Tidak apa-apa, Mbak," sahut wanita cantik itu.

Niar pun pamit kepada si wanita cantik yang ditabrkanya dan tersenyum manis sebelum dia pergi.

"Senyum itu ...." ucap si wanita ketika Niar sudah melangkah jauh.

Si wanita itu mencoba mengingat-ingat, namun tidak ada yang bisa dia Ingat. Akhirnya, dia memutuskan untuk masuk ke dalam toko dan membeli keperluannya.

Niar dan Jicko menuju sebuah restoran. Niar tidak memesan makanan berat, dia hanya memesan waffle dan juga es kopi.

"Kamu sudah makan?" tanya Jicko ketika makanan mereka sudah disiapkan di atas meja.

"Aku lagi gak nafsu makan, Mas," jawabnya.

Jicko mengambil nasi di sendok beserta ayam bakar kesukaan Niar. Lalu, menyuapi Niar dengan penuh cinta.

Mata Niar mulai nanar, sikap Jicko sama seperti Dirga. Dirga akan selalu memaksa Niar ketika dirinya sudah mulai tidak memilik nafsu makan. Jicko menyuapi Niar dengan sangat telaten.