Kata Rayyan
..."Bunda, aku bertemu lagi dengan Ayah. Tapi kini, keadaan yang memaksa kami untuk berubah."...
...Rayyan Chandra Arrega...
.......
.......
.......
Langkah kaki semakin dekat. Rumah dengan nuansa biru dan putih itu terdengar ramai oleh langkah kaki dan suara-suara orang yang bersautan. Anak-anak terkejut melihat banyak orang yang begitu saja masuk dalam ranah mereka. Dan menuju suatu kamar dengan pintu berwarna putih dan tulisan 'Bahaya, selamatkan telinga Anda' tergantung didepan pintu. Ada jeda sejenak antara mereka, sebelum akhirnya membuka pintu
Orang-orang dengan pasangan jas hitam putih itu langsung saja masuk kedalam kamar. Menampakkan remaja laki-laki yang tengah mendengarkan musik dengan headset. Ray terkejut melihat beberapa laki-laki bersetelan jas hitam putih, langsung saja masuk kedalam kamarnya tanpa permisi.
"Hei hei hei...siapa kalian?! Aku nggak ingat mengundang kalian ke kamarku! Pergi dari sini, kalau tidak aku akan menelpon polisi!" Kata Ray panik, dan mulai bangkit dari tempatnya. Jangan tanyakan seberapa takutnya ia ketika melihat banyak orang itu seakan-akan bisa melakukan apa saja padanya.
"Tenang tuan muda, kami tidak akan menyakiti Anda. Kami kemari atas perintah tuan Chandra. Beliau ingin Anda tinggal di rumah utama keluarga Chandra kembali." Kata salah satu dari mereka menjelaskan.
Ray masih diam, tak bisa mengatakan apapun. Seingatnya, ia dan bundanya pergi dari rumah keluarga besar sang ayah 5 tahun lalu. Ia tidak tahu, apa yang membuat bundanya nekat meninggalkan ayahnya. Tapi yang jelas saat itu, terjadi pertengkaran hebat diantara keduanya. Hingga membuat sang bunda pergi membawa dirinya. Jauh dari jangkauan keluarga sang ayah.
Selama 5 tahun, ia tinggal di panti asuhan ini. Sebagai gantinya, bundanya juga harus ikut membantu mengurusi kebutuhan anak-anak di didalamnya. Bundanya merelakan banyak waktu untuk mengabdi pada tempat ini. Bahkan kadang, anaknya sendiri ia kesampingkan.
Kenapa baru saat ini sang kakek mencari dirinya? Kenapa baru mencari dirinya saat sang bunda sudah tiada beberapa waktu yang lalu? Kepalanya terasa pusing ketika banyak hal memenuhi rongga kepalanya.
"Dengar ya?! Aku tidak akan pergi dengan kalian! Kalian hanya akan membawaku pada rumah yang menakutkan itu! Aku nggak akan mau pergi!" Ray melempar mereka dengan semua benda yang ada di sana. Sedangkan orang-orang itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sikap Ray tidak seperti tuan muda mereka yang lainnya. Karena dia memang berbeda.
...🍁🍁🍁...
Sepi memenuhi rongga telinganya. Ada takut yang remaja itu rasakan ketika berada di dalam ruangan ini. Ray menghela nafasnya. Ia sungguh tak mau berada di tempat ini, berat sekali menerima kenyataan bahwa apa yang selama ini ia terima mereka abaikan begitu saja. Seakan-akan apa yang mereka lakukan pada Ray dan bundanya tidaklah berarti apa-apa. Lihatlah bagaimana luasnya kamar ini, terlihat sangat mewah. Tapi terasa hampa. Pada akhirnya ia berakhir dalam rumah keluarga Chandra yang bak sebuah istana.
Dalam bayangannya, rumah ini mengerikan. Penuh dengan manusia-manusia batu. Manusia batu? Kalian akan melihatnya nanti.
Ray tidak bisa tidur, dia terbiasa tidur dengan suara-suara ramai. Entah itu karena perdebatan dari anak-anak seumuran nya ataupun dengan suara tangisan anak-anak kecil yang tidak bisa tidur. Ia sudah terbiasa seperti itu. Mungkin karena itu juga yang membuat sosok Rayyan Chandra Arrega menjadi remaja yang banyak bicara.
"Bunda, aku tidak bisa tidur. Orang-orang suruhan Kakek telah membawaku dari panti. Saat Ray pertama kali lihat mereka tadi, sungguh tidak ada yang berubah. Ray kangen sama Bunda, tapi kenapa Bunda tinggalin Ray untuk selamanya? Kalau Ray kangen kan Ray nggak bisa peluk Bunda." Kebiasaannya setiap malam adalah bicara. Bicara pada bundanya, seolah-olah ia melihat sosok yang selalu menjaganya itu di depan mata. Walau pada kenyataannya, hanya ruang kosong dan hampa di hadapannya tak pernah terisi oleh siapapun yang mau mendengar setiap katanya. Miris memang.
"Bunda, tadi Ray ketemu sama Ayah. Tapi Ayah menoleh pun tidak. Apa Ayah sebenci itu sama Ray? Bunda tau alasannya, nggak?" hening sesaat. Karena memang tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya. Bundanya tidak ada di sana.
"Hahaha, pastinya Bunda tau. Tapi Bunda pasti lebih memilih untuk diam untuk melindungiku, kan? Sudah dulu ya Bunda, Ray mau tidur. Besok pasti jadi hari yang-"
"DIAM!" Terdengar teriakan seorang wanita dari luar. Pintunya seakan mau roboh ketika pukulan itu mengenainya. Ray menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia menutup telinga dan mencoba tidak mendengar suara teriakan dari luar. Bahkan ia bicara lirih pun tidak boleh. Bagaimana bisa ia menjalani kehidupannya didalam rumah ini? Apakah dia bisa hidup dengan tenang diwaktu berikutnya?
...🍀🍀🍀...
Dua orang perempuan tengah memandangi anak-anak yang berlari kesana kemari di halaman. Membuat keributan dan berakhir dengan tawa yang mereka umbar setelahnya. Ini hal biasa yang terjadi di panti asuhan yang penuh dengan anak kecil yang berkeliaran.
"Kak, bagaimana kalau kita setujui permintaan tuan Chandra?" Kata seorang dari mereka. Mengingat beberapa waktu yang lalu, tuan Chandra mendatangi mereka dan meminta haknya atas Rayyan sebagai cucunya. Tapi karena pesan dari Raina, bunda dari Ray yang meminta mereka untuk mempertahankan anaknya di panti asuhan tersebut.
"Maksud kamu apa? Mbak Raina udah banyak berjasa untuk panti ini, dan kamu malah-"
"Tapi Kak, pemasukan kita nggak sesuai sama pengeluaran. Membiayai anak SMA itu besar tanggungannya. Sedangkan mereka yang masih kecil-kecil juga belum tentu bisa sekolah sampai SMA!"
"Tapi-"
"Dengan menyetujui permintaan tuan Chandra, kita bisa dapat dana untuk kebutuhan 4 bulan lebih. Lagipula, di sana Ray bersama dengan keluarganya. Di sana ia pasti dijaga dengan baik!" Kemudian perempuan di sebelahnya hanya diam. Di sisi lain ia menolak menyerahkan Ray pada keluarga Chandra. Tapi yang dikatakan temannya itu ada benarnya.
Tanpa mereka sadari, remaja 16 tahun tersebut mendengarkan semua kalimat yang mereka ucap. Tak ada suara berisik yang keluar dari mulutnya. Biasanya orang-orang akan marah jika mendengarnya banyak bicara. Dan kali ini ia akan diam. Diam seperti yang mereka inginkan. Tapi karena diamnya Rayyan itu adalah sebuah keheningan yang tanpa sadar membuat udara diselimuti es.
Ia memilih untuk pergi. Di kamarnya biasanya akan lebih tenang kalau tidak ada anak-anak yang bermain di sekitarnya. Mendengarkan lagu adalah hobi barunya ketika sang bunda telah tiada. Ada titik dimana ia merasakan sakit ketika mengingat ia sebatang kara.
Dan juga, kenyataan bahwa ia akan di jual seperti sebuah barang.
Tak lama ia mendengar suara derap langkah kaki, di sanalah ia diseret oleh orang-orang suruhan kakeknya. Ke rumah yang bisa ia sebut sebagai istana, tapi sesungguhnya adalah penjara.
Ia menatap dua pengurus panti dengan nada memohon, ia tak ingin pergi. Tapi mereka hanya menghela nafas dan mengalihkan pandangan mereka dari tatapan Rayyan. Membiarkan orang-orang bersetelan jas itu membawanya pergi menjauh dari lingkungan panti. Tak peduli sekuat apa ia menjerit, tapi tak ada yang mau mendengarkannya. Ia sudah dijual.
Pertama kali ia melangkahkan kaki kedalam bangunan besar itu, hanya ada kakek neneknya, beberapa paman dan bibinya dan juga... sepupu-sepupunya. Bahkan jika dilihat mereka seperti batu yang tengah menunggu batu lainnya datang.
"Selamat datang kembali di rumah, Rayyan! Apa kamu lelah? Apa kamu lapar?" Sang kakek terlihat sangat ramah. Namun berbeda dengan orang-orang di belakangnya. Sang nenek hanya melihat Ray dengan tatapan datar. Begitupun dengan yang lainnya.
Ray menggeleng mendengar pertanyaan sang kakek. Ia menurut saja ketika sang kakek menariknya menuju meja makan, dan duduk bergabung dengan yang lain. Ray menangkap sosok yang selama ini ia rindukan kehadirannya. Sosok yang selama ini membuat bundanya merasa kesakitan hingga menangis sepanjang malam. Sang ayah melahap makanannya tanpa menoleh sedikitpun.
"Kek, aku tidak lapar. Bisakah aku langsung ke kamar?!" Kakeknya mengerutkan dahi. Bertanya tanya kenapa cucunya yang baru saja datang sedikit enggan untuk banyak bicara. Bahkan ia dengar, Rayyan itu adalah anak yang berbeda dari cucunya yang lain. Tapi yang dia lihat sekarang adalah sosok Rayyan yang berbeda dengan informasi yang ia dapat. Tapi pertanyaan itu musnah ketika melihat anak sulungnya yang mengabaikan putra semata wayangnya. Arnold Chandra Arrega.
Arnold adalah ayah dari Rayyan.
Hingga Rayyan sudah berpaling dari pandangan setiap orang. Sang kakek menyuruh bodyguard nya untuk membawa Rayyan pergi ke kamar. Dan keheningan di sana tidak berkurang sedikitpun.
...***...
"Kak, aku pikir kedatangan Kak Ray akan mengubah kekakuan keluarga ini. Nyatanya tetap sama saja!" Sam yang dari tadi memperhatikan kakak nya kini menjadi jengah. Ia bukan anak yang sama seperti sepupu-sepupunya yang selalu diam. Ia lebih aktif dari pada kelihatannya. Karena itu, dia tidak pernah mau di rumah, karena di rumah terasa lebih kaku. Di sekolah ia bisa dengan bebas berekspresi seperti remaja pada umumnya.
"Diamlah! Lo nggak tau apa yang dia lewati selama ini. Apalagi, ibunya sekarang sudah meninggal. Pasti akan berat untuknya menjalani kehidupan di rumah yang kaku ini." Shan, sang kakak yang tengah bermain game di ponselnya menyaut.
"Dia sangat cerewet dulu, tapi sekarang sudah tidak terlihat cerewet lagi. Dulu, biasanya dia akan..."
BRAKK...
Pintu kamar terbuka. Menampakkan sesosok remaja yang menyelimuti dirinya dengan selimut berwarna putih. Terlihat lingkaran hitam di bawah matanya.
"Lho, Kak Ray..." Ray sudah berbaring di samping Sam. Tidak peduli reaksi dua orang itu. Di atas layar ponsel Shan tertulis kata 'Game Over'.
"Yah, aku kalah!"
"Hei ... Ini ..." engan lirih Sam menunjuk Ray.
"Diam kalian! Semalam nggak bisa tidur karena rumah angker ini dipenuhi dengan manusia batu yang berjalan. Aku nggak tahan dengan semua orang, aku pergi kesini karena merasa kalian lebih baik daripada manusia-manusia batu yang lain. Jadi diam dan bertindak seolah kalian tidak melihatku." Ray menutupi tubuhnya dengan selimut yang ia bawa. Sam dan Shan terkekeh mendengarnya. Ternyata Ray mereka dulu, masih orang yang sama.
Sam memeluk tubuh Ray yang lebih kecil darinya. Ia ingin melepas rindu yang selama ini tak berani ia ungkap. Ia tak peduli Ray yang memberontak dari dekapannya. Yang ia lakukan hanya memeluk Ray semakin erat, tidak peduli suara Ray menggelegar di seisi kamar.
"Menjauh! Kamu bakal merasakan akibatnya nanti! Pergi!" Sedangkan Shan terkekeh melihat keduanya. Ia masih bersyukur karena Ray terlihat baik-baik saja.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments