BAB 4 – I HIT A GIRL

Indra mengendarai New Civic hitamnya dengan perlahan. Seperti biasa, lalu lintas arah Jalan Otista tersendat.

Suara anak laki-laki itu terngiang lagi.

Papa..” ada suara anak kecil seperti memanggilnya dengan antusias.

“Papa..” suara anak kecil yang lainnya terdengar sama antusiasnya seperti suara yang pertama.

“Jangn. Pegi Papa. A-aya. Owang jaat.”

“Papa, syepa pegi. Nayi!!”

“Lari, Papa!” suara anak yang lebih besar.

Tepat pada saat itu, sebuah mobil box putih besar memotong jalurnya. Mobil box hendak berbelok ke kiri saat masih berada di jalur kanan. Indra mengerem mobilnya dengan suara berdecit dan membanting setirnya ke kiri untuk menghindari benturan.

Spion kiri mobil membentur dengan keras tangan seorang wanita yang memakai rok berbahan ringan wana pink dengan bunga berwarna coklat muda yang baru saja turun dari trotoar untuk menyeberang jalan. Indra bisa mendengar suara mengaduh wanita tersebut. Ujung pashmina coklat mudanya terhempas ke samping.

Suara klakson panjang terdengar bersahutan dari belakangnya. Indra menepikan mobilnya dengan benar agar tidak menghalangi arus lalu lintas. Dia turun dari mobilnya, mencari sosok wanita dengan rok pink bunga coklat dan pashmina coklat. Nihil.

Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Matanya mencari-cari sosok wanita tadi tetapi tidak nampak di matanya.

“Punten, Pak, lihat wanita yang tadi tertabrak spion mobil saya tidak?” tanya Indra pada bapak penjual buah.

“Sudah pergi, Kasep_Ganteng_. Tadi sepertinya dia terburu-buru. Walaupun sempat merasa kesakitan, dia langsung menyeberang jalan dan langsung naik angkot yang merah,” jawabnya, “Tangannya cedera sepertinya. Dia menyeberang sambil memegangi tangannya.”

Hati Indra mencelos. Dia dihantui rasa bersalah.

“Bapak kenal dengan wanita tadi?” tanya Indra.

Bapak itu menggeleng.

“Wah, sayang sekali saya tidak melihat wajahnya tadi,” kata Indra.

“Orangnya cantik, Sep. Geulis pisan kos artis_Cantik banget seperti artis_. Masih muda lagi.”

“Kos artis saha, Pak?_Seperti artis siapa, Pak?_”

“Duka atuh. Da Bapak mah teu apal ngaran artis.._Gak tahu. Bapak kan gak hafal nama artis_” si Bapak terkekeh.

“Ya sudah, saya jalan lagi ya Pak. Hatur nuhun_terima kasih_,” kata Indra.

“Mangga Sep, hati-hati..”

Indra mengusap wajahnya saat berada di dalam mobil. Berulang kali mengucap istighfar. Tangannya gemetar saat menekan tombol start di mobilnya. Lututnya masih gemetar lemas. Ini baru pertama kalinya selama mengemudi dia menabrak orang.

Melihat plank gerai donat, dia memasuki pelataran parkirannya. Dia butuh gula untuk meredakan shock-nya. Selesai memesan di meja counter, dia mencari tempat duduk yang bisa meredakan ketegangannya.

Indra mengetik pesan chat di WAG Kuping Merah.

Indra_Gue nabrak orang. Cewek_

Semua_Innalillaahi wainna ilayhirooji’uun_

Bramasta_Lu ada dimana sekarang?_

Indra_Menepi di gerai donat. Masih gemetaran. Sorry, Boss, kayaknya gue telat_

Bramasta_It’s K_

Hans_Terus, cewek yang lu tabrak bagaimana?_

Indra_Saat gue turun dari mobil, dia udah gak ada. Kata Bapak-bapak penjual buah yang ada di sana, cewek itu langsung menyeberang jalan dan naik angkot merah_

Agung_Berarti dia gak apa-apa?_

Indra_Tangannya terbentur spion mobil, sampai spion mobil gue terlipat ke dalam_

Leon_Keras dong benturannya_

Indra_Iya. Kata Bapak –bapak penjual buah tadi, cewek itu menyeberang jalan sambil memegangi tangannya_

Anton_Kejadiannya di mana, Bro? Ntar gue coba lacak pakai kamera CCTV dishub ataupun pemkot. Jam berapa kejadiannya?_

Indra_Jalan Otista, setelah Pasar Baru. Sekitar 15 menit yang lalu_

Anton_OK_

Bramasta_Tumben-tumbennya lu ceroboh seperti itu, Ndra?_

Indra_Ada mobil boks yang motong jalur gue. Dia dari arah jalur kanan, tiba-tiba berbelok ke kiri. Saat gue banting setir ke kiri, tuh cewek tiba-tiba ada di jalan bukannya di trotoar_