Pintu otomatis UGD terbuka. Petugas sekuriti mengenali Indra.
“Selamat sore, Tuan Indra? Siapa yang sakit?”
“Ibu Arini, tangannya cedera.”
“Tidak perlu kursi roda?”
Arini menggeleng sambil tersenyum.
Seorang perawat menghampiri mereka lalu mengantarkan mereka ke dalam UGD.
“Adek tunggu di luar dulu ya..” kata sekuriti.
“Gak mau.. Kakak mau antar Bunda!”
“Tapi anak kecil gak boleh masuk UGD.”
“Adik boleh masuk karena digendong Om Indra..”
“Pak, ijinkan Kakak Alif ikut masuk ya Pak?” Indra memandang sekuriti dan perawat yang mendampingi.
Sekuriti dan perawat saling berpandangan. Seorang perawat senior melintas.
“Loh, Tuan Indra? Siapa yang sakit? Ayo masuk semuanya..” dia memandang pada perawat yang masih muda, “Pak Indra klien VVIP.”
“Kakak boleh masuk?”
“Boleh... Kebetulan UGD sedang tidak penuh dan tidak ada pasien infeksius,” kekeh perawat senior itu, “Tapi gak boleh berisik ataupun berkeliaran di dalam ya..”
Alif mengangguk.
Seorang dokter masuk ke dalam bilik mereka disertai seorang perawat.
“Selamat sore.. saya Dokter Hasan. Ibu tangannya kenapa?”
“Tadi pagi tangannya tersenggol spion mobil saya, Dok,” Indra menjawab pertanyaan dokter.
“Kok bisa?”
“Sebentar, Dok..” Indra mengeluarkan gawainya lalu mencari video rekaman CCTV kejadian pagi tadi di galerinya.
Dokter dan perawat menonton video dengan penuh rasa ingin tahu.
“Waah.. nyaris tabrakan ya. Waah, benturannya keras juga.. Ini kejadiannya pagi tadi? Kenapa baru dibawa ke rumah sakit sore hari begini?”
“Ibu Arini terburu-buru meninggalkan TKP, Dok. Kami baru bertemu lagi secara tidak sengaja sore tadi.”
“Waah.. sudah takdir ya..”
“Sambil didata dulu ya pasiennya,” kata perawat, “Nama lengkapnya siapa, Bu?”
“Arini Kusumaningtyas, 31 tahun,” jawab Indra.
Arini menatap Indra heran. Juga perawat dan dokter.
“Kok A Indra bisa tahu nama lengkap dan umur saya?”
“Kan saya sudah cerita, kami bisa mengidentifikasi Teh Arin dari tas yang dipakai Teteh. Tas itu belum dilaunching ke publik kan? Barang yang belum dilaunching tidak mungkin dipakai oleh pegawai rumah produksi tersebut. Yang memakainya pasti ownernya. Iya kan?”
Arini mengangguk.
“Waah.. B Group itu memang luar biasa ya. Bisa masuk ke pusat kendali CCTV lalu lintas, bisa mencari identitas orang juga...” Dokter Hasan menaikkan alisnya sambil memandangi Indra.
Indra hanya terkekeh.
“Digerakkan sakit gak Bu? Bisa mengepal? Diregangkan lagi jemarinya? Kalau sakit jangan dipaksa, Bu,” Dokter Hasan menoleh pada perawat lalu berbicara menggunakan istilah medis dan instruksi-instruksi medis kepada perawat.
“Waah.. kayaknya Ibu menahan sakit sejak pagi ya. Dilihat dari kondisi tangannya yang seperti itu. Kita rontgent dulu ya Bu.. Mudah-mudahan tidak ada yang mengkhawatirkan.”
Indra menatap wajah Arini dengan khawatir. Apalagi saat Arini mengernyit kesakitan ataupun mengaduh. Alif memeluk lengan Indra erat.
“Bunda gak apa-apa kan?” tanya Alif berbisik.
Indra tersenyum menenangkan lalu membelai kepala Alif, “Do’akan Bunda supaya cepat sembuh ya.”
Alif mengangguk.
Seorang perawat membawakan kursi roda.
“Silahkan Bu Arini, kita ke ruang radiologi.”
“Pakai itu? Bunda naik kursi roda?” tanya Alif dengan alis terangkat, “Bunda sakitnya parah?”
“Nggak sayang, Bunda gak sakit parah,” Arini tersenyum pada Alif, “Suster, gak apa-apa saya jalan saja? Tidak usah pakai kursi roda?”
“Pakai kursi roda saja supaya gak capek, tangannya juga bisa diistirahatkan tidak dipegangi terus,” kata Indra.
“Iya Bun, pakai kursi roda saja. Biar keren,” Alif mengangguk setuju.
Semua tertawa mendengar ucapan Alif.
“Adik masih bobo ya Om?” Alif memandang adiknya, “Ah Adik gak lihat Bunda pakai kursi roda dong..”
Mereka bertemu Dokter Hasan saat hendak berbelok ke ruang radiologi.
“Ini anak-anaknya Bu Arini? Setahu saya Tuan Indra masih lajang,” tanyanya dijawab dengan anggukan oleh Indra.
“Kok anak-anaknya akrab sekali dengan Tuan Indra?”
“Kami bertemu di arena permainan Mall X,” jawab Indra.
“Waah...”
“Om Indra kalah main basket dengan Om Bramasta. Tapi mereka berdua dikalahin oleh Tante Adisti,” cerita Alif.
Dokte Hasan dan Indra terkekeh.
“Kamu lucu ih,” kata Dokter Hasan sambil menjawil pipi Alif.
“Om Dokter lebih lucu lagi. Dari tadi tiap kali ngomong, selalu waaaah...waaaah melulu..” Alif memandangi wajah Dokter Hasan sambil tertawa.
Indra dan Dokter Hasan saling berpandangan. Lalu tertawa bersama.
“Waah.. gitu ya?”
“Tuh kan.”
.
***
Waaah udahan tapi ada lagi..🤣🤓
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments