Indra terhenyak mendengar penuturan kedua bocah kakak beradik itu. Dia menatap Arini yang masih memejamkan matanya.
“Teh.. benar apa yang dikatakan mereka?”
“Hmm,” Arini hanya sanggup bergumam.
Agung menoleh pada Alif dan Akbar.
“Kakak dan Adik mandi dulu ya. Hari ini gak usah sekolah dulu. Kita bawa Bunda ke rumah sakit.”
Alif dan Akbar mengangguk. Lalu segera ke kamar mandi. Indra meninggalkan Arini di kamarnya. Ia berada di pantry. Menjerang air dan menyiapkan sarapan untuk Akbar dan Alif. Sesekali ia mengecek kedua anak tersebut dan mengecek Arini.
Indra mengirim foto kondisi Arini ke WAG Kuping Merah.
Hans_Ndra, apa yang terjadi?_
Bramasta_Ndra, segera bawa ke rumah sakit_
Agung_Lapor ke RT atau ke tetangga terdekat dulu, Bro. Siapa tahu mereka tau kejadiannya_
Indra_Arini masih belum bisa dimintai keterangan. Dia tidak bisa bicara. Bibirnya sobek dan bengkak. Tapi anak-anak tahu siapa pelakunya_
Anton_Siapa?_
Indra_Ayah mereka_
Anton_Cek CCTV. Apakah ada CCTV di sana atau CCTV tetangga? Nanti biar orang Shadow Team yang urus. Agree @Bang Hans?_
Hans_Ya. Lu bisa bawa ke rumah sakit, Ndra?_
Indra_Gak tahu Hans. Kondisinya terlalu mengkhawatirkan. Apalagi kamarnya ada di lantai dua_
Leon_Hubungi rumah sakit terdekat, minta ambulans saja. Khawatir ada patah tulang ada cedera parah kalau digendong turun_
Indra_OK. Gue out dulu ya_
Bramasta_Kita ketemu di rumah sakit ya_
Indra menghubungi rumah sakit milik Sanjaya Group. Dia berbicara singkat sambil menyebutkan alamat.
“Kalian sudah siap?” Indra menatap Alif dan Akbar yang sudah rapi.
Keduanya mengangguk. Menatap Indra dengan tatapan menaruh harapan padanya. Ada iba dan haru menelusup ke dalam hati Indra. Sekecil itu harus mengalami kejadian dan kebingungan ini.
“Om sudah siapkan sarapan untuk kalian. Ma'af ya, hanya roti. Kita harus bergegas sambil menunggu ambulans datang.”
“Terimakasih Om.. Tolong, jaga Bunda. Selamatkan Bunda. Kakak dan Adik cuma punya Bunda...” Alif menyeka air mata yang mengalir dengan punggung tangannya.
Akbar memegang tangan kakaknya.
“Tata Aip, jan swedih. Ada Om Inda.”
“Tapi Alif gak ingin makan, Om..”
“Kalian harus makan supaya tidak masuk angin. Om juga sudah buatkan susu untuk kalian. Kalian boleh makan di kamar Bunda, OK? Om mau memberi minum Bunda.”
Keduanya menurut. Mereka mengikuti Indra ke dalam kamar Bunda sambil membawa roti dan gelas susu mereka.
“Teh.. Saya suapi teh manis ya.. Sedikit-sedikit saja dulu..”
Mata Arini terbuka perlahan. Air matanya jatuh di sudut matanya.
“Jangan menangis. Tidak usah takut. Saya akan mengurus kalian dan melindungi kalian. Tidak akan ada yang bisa menyakiti kalian lagi.”
Tiga suapan teh manis berhasil masuk. Selebihnya Arini mengernyit pedih. Luka robek di bibirnya terasa begitu menggigit saat terkena cairan manis.
Indra menyeka teh manis di dagunya. Juga air mata yang membasahi pipinya.
“Saya mohon, kuatkan hati sekali lagi demi anak-anak. Supaya mereka tidak ketakutan melihat kondisi Bundanya.”
Arini tidak bisa menjawab atau mengangguk.
Indra menegakkan tubuh ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Juga suara ramai tetangga.
“Kalian temani Bunda. Om mau ke bawah sebentar, ya?”
Indra berlari turun. Dia membuka pintu depan juga pagar. Para tetangga nampak bingung dan penuh tanya menatap Indra.
“Mas inj siapa ya? Siapanya Bunda Alif dan Akbar?”
“Ada ambulans buat siapa ya?”
“Saya Indra. Indra Kusumawardhani. Kenalannya Teh Arini dan Alif juga Akbar.”
“Ah.. Iya. Pantas wajahnya familiar. Yang sering ada di berita itu ya?”
“Gak nyangka Bunda Alif dan Akbar berteman dengan seleb..”
Indra tidak menanggapi celotehan tetangga. Dia berbicara dengan petugas ambulans yang sedang menurunkan tandu brangkar.
“Pasien ada di lantai dua, Pak. Saya mengkhawatirkan ada cedera leher juga cedera tulang lainnya..”
“Mas, yang cedera siapa?” raut wajah dan suara khawatir tampak di wajah para tetangga.
“Bundanya Alif dan Akbar diserang orang. Saya baru datang sekitar jam 06.15 tadi, saat saya datang, pot di teras dalam keadaan pecah dan terguling. Alif yang membukakan pintu rumah untuk saya.”
“Ya Allah... Sebentar, saya hubungi Pak RT dulu..” seorang ibu dengan sigap menelepon Pak RT.
Tetangga heboh. Beberapa langsung memanggil suaminya yang masih berada di rumah. Jalanan di depan rumah menjadi ramai orang.
“Bundanya Alif dan Akbar belum bisa dimintai keterangan. Dia tidak bisa berbicara. Bibirnya sobek dan bengkak.”
Beberapa ibu tetangga sudah langsung masuk ke dalam rumah. Seruan tak percaya terdengar dari tempatnya berdiri.
Indra segera menyusul ke dalam rumah. Ia tidak mau membuat anak-anak semakin cemas dan ketakutan.
.
***
😥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
tetangga kdng" bisa jd sisitipi gratis, sumber gosip terpercaya jg lambe murah
2023-10-26
1
himawatidewi satyawira
mewek ni thor
2023-10-26
1