“Testimoni langsung dari konsumen Arcade Game Mall X,” Indra terkekeh.
“Alhamdulillah, terima kasih atas pujiannya, Nona,” Manajer Arcade Game menbungkukkan badannya sambil tersenyum lebar.
“Iyyyeessh!” Adisti mengepalkan tangannya di depan dadanya, “Berarti mulai sekarang, Disti gak bakal membatasi diri lagi buat main di sini. Biasanya Disti paling banter isi saldo 25 ribu. Pernah ditraktir Kakak saat bantuin kerjaan kantornya, saldo diisi 100 ribu. Sekali-kalinya tuh, kartu game Disti diisi 100 ribu..”
Semua tertawa mendengar ocehan Adisti.
“Tuan-Bramasta dan Tuan Indra mau bermain? Nanti saya siapkan kartunya,” Manajer masuk ke dalam pintu bertuliskan CREWS ONLY yang terletak di belakang kasir.
Tidak berapa lama, manajer keluar lagi sambil membawa 2 buah kartu arcade game yang belum pernah Adisti lihat sebelumnya.
“Ih kok beda sih kartunya?”
“Sebawel ini Disti kalau kalian sedang berdua, Bos?” Indra menyender pada meja counter kasir yang dipenuhi aneka hadiah penukaran tiket yang keluar dari mesin.
Bramasta mengangguk sambil terkekeh. Memeluk pinggang istrinya yang tengah menatapi kartu warna silver metalik dengan tulisan VVIP berwarna hitam.
“Ngangenin tau..” jawab Bramasta sambil menarik tangan istrinya ke arah pemainan basket.
“Iya...iya....” sungut Indra.
“Yang bener saja...” Adisti membelalakkan matanya saat menggesekkan kartu ke tempat slot gesek kartu pada alat permainan.
Bramasta terkekeh dengan tingkah laku istrinya.
“Apaan sih?” tanya Indra mendekat.
“Masa tulisan saldonya: unlimitted?”
Bramasta membisikkan pada Adisti, “We are VVIP, Dear..”
Adisti menoleh pada suaminya. Wajah mereka sangat dekat sekarang. Cup! Tiba-tiba Bramasta memajukan wajahnya. Mengecup bibir Adisti dengan cepat. Membuat Adisti kaget.
Matanya membelalak menatap Bramasta. Lalu melirik Indra dengan takut-takut. Indra menatap mereka berdua dengan kedua alis terangkat.
“Bos... gila lu. Tempat umum woiyyy. Kalau ada anak-anak yang lihat bagaimana?” Indra menepak lengan atas Bramasta.
“Abang ih! Jangan mukul Abang Bramasta,” Adisti mencebik menatap Indra, dia langsung mengelus-elus lengan Bramasta.
“Gue udah lihat sikon, Ndra. Aman. Tidak ada anak-anak dalam penglihatan gue..” Bramasta terkekeh, “Siapa dulu nih yang main?”
“Lah, itu ada 4 mesin berjejer. Barengan lah..”
“Disti ikut!”
“Yang benar saja...” Indra menoleh pada Bramasta, “Cedera bahunya saat terjatuh di jurang sudah benar-benar sembuh?”
Bramasta mengangguk.
“Isssh, sudah lama itu mah Bang Indra..”
Mereka berjejer bertiga. Bola basket sudah di tangan masing-masing. Ada 5 bola basket lagi yang berada di atas meja. Mereka masing-masing saling beradu kecepatan sebanyak-banyaknya memasukkan bola ke dalam keranjang.
Suasana riuh di arena ditambah lagi dengan suara dari mesin permainan menarik perhatian orang-orang di sekitar arena permainan. Mereka berkumpul menyaksikan basket battle. Sorak sorai penonton menambah semangat bagi ketiga petarung basket. Beberapa orang menvideokan pertarungan. Termasuk Manajer Arcade Game.
Dua set permainan sudah selesai, selama skor mereka terus bertambah 100 di setiap setnya, mereka akan bisa terus melaju ke set berikutnya. Indra sudah mulai melambat. Dia tidak bisa mencapai angka 100 berikutnya sehingga dia harus keluar dari arena. Terengah-engah dia mengamati Bramasta dan Adisti yang masih bertempur.
Alisnya terangkat tak percaya saat melihat Bramasta harus berhenti juga, keluar dari arena. Sementara Adisti masih memainkan babak bonus sebagai reward atas keberhasilannya mencapai score 100nya dalam babak itu.
“Bos, lu kalah dari bini lu,” Indra terengah-engah menunjuk pada Adisti.
Bramasta menyeka keringat di alisnya dengan lengan bajunya, “Lu kalah dari gue,” lalu terkekeh sambil terengah.
Adisti masih melanjutkan permainannya.
“Ayo Disti.. semangat!” seru Indra.
“Sayang.. jangan dipaksain lengannya..” Bramasta ikut berseru.
Akhirnya Adisti melambat. Kerudungnya basah oleh keringat. Nafasnya sudah mulai ngos-ngosan. Permainan selesai. Dia terkekeh menghadap suami dan Indra.
“Disti menang. Kalian kalah,” Adisti menunjuk suaminya, “Abang nanti malam mijetin Disti ya..”
“Siiip!”
Suara percakapan di samping Indra menarik perhatiannya hingga ia memutar tubuhnya ke sumber suara.
“Om itu kawah.. Si Ateu ebah ya_Om itu kalah.. Si Tante hebat ya_,” kata anak kecil laki-laki kepada kakaknya.
“Iya.. Om yang satunya lagi payah.. kalah duluan..” kata kakaknya.
Kemudian keduanya tertawa.
Suara mereka... suara itu yang Indra dengar di mimpinya semalam. Bahkan Indra bisa mengerti ucapan cadel anak laki-laki yang lebih kecil. Indra merasa tengkuk dan rambut di tangannya berdiri. Merinding.
.
***
Bertemu orang dalam mimpi, bagaimana rasanya ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
abaayy..kangen ma celotehan km jg kk alif😍
2023-12-22
1
himawatidewi satyawira
mrinding sambil disko
2023-10-26
1