“Sedih, Bang..” Adisti memiringkan tubuhnya untuk menyandar pada suaminya.
Dia mengambil beberapa gambar dari belakang saat mereka berlalu. Tampak seperti keluarga kecil yang bahagia.
Bramasta membelai bahu istrinya. Dia tahu maksud istrinya karena dia pun merasakan hal yang istrinya rasakan.
“Kira-kira Om Dhani dan Tante bisa menerima mereka gak ya?” tanya Adisti.
“Isssh, jangan terburu-buru menyimpulkan. Siapa tahu mereka hanya berteman saja.”
“Feeling Disti, Bang... feeling...”
Bramasta terkekeh, “Yuk ikut Abang ke kantor.”
***
“Kakak mau duduk di depan...” seru Alif.
“Boleh.. Pakai seatbelt-nya ya..” kata Indra sambil meletakkan Abay dengan hati-hati di jok belakang.
Arini duduk di belakang sambil menepuk-nepuk paha Abay.
“Kakak bisa do’a naik kendaraan?”
“Bismillahirrahmaanirrahiim... allahumma majereha wal mursaha...aamiin.”
“Wiih hebat! Masyaa Allah... Kakak kelas berapa sih?”
“Kelas 1. Adik masih TK A.”
“Satu sekolahan?”
Alif mengangguk.
“Tiap hari diantar jemput Bunda?”
Alif menggeleng, “Pakai mobil jemputan.”
Alif menguap. AC mobil membuatnya mengantuk. Saat mobil terhenti di lampu merah, Indra merebahkan kursi Alif agar Alif bisa tertidur dengan nyaman.
Mobil hening. Indra melirik ke kaca spion dalam. Kebetulan Arini juga tengah memandang ke arah yang sama. Saling pandang selama 3 detik, Indra mengalihkan perhatiannya pada jalanan di depannya. Arini memandangi jendela samping.
Indra berdehem menghilangkan canggung.
“Pagi tadi teman saya sampai masuk ke situs pusat kontrol CCTV lalu lintas untuk mengetahui kejadiannya. Juga untuk mengidentifikasi korban senggolan spion mobil.”
Alis Arini terangkat, “Kenapa?”
“Saya merasa bersalah dengan korban.”
“Terus?”
“Saat kejadian, saya tidak melihat wajah Teh Arin. Yang saya ingat hanya kerudung coklat, rok coklat dengan bunga warna pink kecil-kecil dan tas dengan tulisan dan gambar biji kopi yang eyecatching. Dari totebag-nya baru bisa teridentifikasi.”
“Wah.. hebat banget.”
“Memangnya dari kamera CCTV gak bisa?”
Indra menggeleng, “Resolusi gambarnya gak bagus. Pecah saat diperbesar.”
Arini mengangguk.
“Hubungan A Indra dengan Pak Bramasta dekat banget ya,” Arini memandang Indra lewat spion dalam.
“Kami bersahabat sejak kecil.”
“Oh pantas saja..”
“Tapi tetap saja kalau di depan klien sikap dan bahasa kami menjadi formal,” Indra tersenyum sambil melihat pada spion dalam.
Hening lagi.
“Saya minta maaf atas kejadian pagi tadi, Teh..” Indra melirik spion dalam.
Arini mengangguk, “Saya tahu itu bukan kesengajaan.”
“Tangan Teteh jadi cedera. Tangan kanan pula..”
Arini menatap spion dalam, ”Mungkin ini yang dikatakan dunia itu sempit ya. Saat A Indra berusaha mencari saya, kita bertemu secara tidak sengaja karena anak-anak ya.”
Indra mengangguk sambil terkekeh.
“Mereka anak-anak yang lucu dan manis. Mereka saling menyayangi satu sama lainnya. Melihat mereka, saya jadi teringat dengan Bos Bramasta dengan Kakaknya, juga Adisti dengan Agung, kakaknya.”
“Oh iya, Agung bagaimana keadaannya pasca tertembak?” tanya Arini, “Saya mengikuti pemberitaan tentang kalian sejak Pak Bramasta menyelamatkan Adisti dari tengah jurang..”
“Ah.. video evakuasi itu ya,” Indra tersenyum, “Agung sekarang sudah pulih, alhamdulillah, sudah beraktifitas normal juga.”
“Alhamdulillah..” Arini menatap Indra dari spion dalam, “A Indra gak punya kakak atau adik?”
Indra menggeleng, “Saya anak tunggal..”
Rumah sakit sudah terlihat. Indra membelokkan mobilnya dengan hati-hati. Setelah mengambil tiket parkir dia langsung menuju UGD.
“Kita ke UGD saja ya supaya cepat ditangani.”
Arini mengangguk.
Indra memarkirkan kendaraannya di jalur khusus parkir UGD.
Arini membangunkan Alif.
“Kaaak bangun dulu yuk. Kita turun dulu. Bunda mau diperiksa dulu ya..”
Alif terbangun. Lalu berdiri sambil memeluk bundanya.
“Kakak jalan saja ya. Om gendong Adik, Bunda kan tangannya cedera,” Indra membelai kepala Alif.
Alif mengangguk.
.
***
Double up buat malam Ahad.
Meet weekend.. 🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments