Indra memandangi interior rumah dua lantai yang terletak di komplek. Tidak terlalu besar karena berada di tanah tipe 36.
Lantai bawah dipakai untuk ruang display dan kamar-kamar yang ada di pakai untuk ruang produksi.
“Om Inda.. ayyyo tatas_Om Indra.. ayo ke atas_” Abay menggandeng tangan Indra.
“Kita tinggalnya di lantai atas, Om. Lantai bawah kantornya Bunda,” kata Alif mendahului naik.
“Pelan-pelan naiknya, Kak..” Indra mengingatkan, tangan kirinya menenteng tas dari ayam kakek sedangkan tangan kanannya menuntun Akbar.
“Teh.. saya mau ikut sholat di ruang tengah, boleh?” tanya Indra setelah meletakkan tas makanan di atas meja makan.
“Iya, silahkan A,” Arini memanggil Alif, “Kak, antar Om Indra ke kamar mandi ya sekalian Kakak juga wudhu, ajak Adik juga.”
Sajadah-sajadah sudah ditata.
“Gak sekalian ikut berjama’ah?” tanya Indra.
“Saya bingung, wudhu boleh sebatas lengan hingga pergelangan saja gak ya?” tanya Arini menatap tangannya yang dibebat.
“Buka dulu bebatannya. Selama masih bisa dibuka dan dipakai lagi bebatnya, wudhu harus sempurna.”
“Tapi saya tidak bisa memasang bebatnya lagi.”
“Insyaa Allah nanti saya bantu bebat lagi.”
Arini mengangguk.
Sembari menunggu Arini, Indra menanyakan hafalan surat pendek Alif.
“Kakak sudah bisa Al Fiil,” Alif bangga.
“Hebat.. coba Om ingin dengar.”
Alif membacanya dengan suara lantang. Bacaannya jelas dan tartil.
“Masyaa Allah...” Indra mengecup ubun-ubun Alif.
“Abay yum isya.._Abay belum bisa.._” Akbar mendekat ingin dicium juga oleh Indra.
“Abay rajin mendengarkan Kakak muroja’ah ya. Nanti Abay bisa hafal. Kakak bantu Adik hafalin ya, Kak. Al Fatihah dulu satu ayat-satu ayat saja dulu. Bisa?”
“Insyaa Allah Om. Tapi Adik yang nurut sama Kakak ya, jangan ambekan kalau diajari..”
“Tata nan awak te Abay.._Kakak jangan galak ke Abay.._” Abay cemberut.
Indra tertawa lalu mengecup ubun-ubun Abay.
Arini sudah ada di belakang mereka dengan mukena putihnya.
“Eh Bunda udah siap,” Alif langsung berdiri lalu beriqomah.
Mereka sholat berjama’ah berempat.
Alif dan Akbar berebutan salim pada Indra lalu pada Bunda. Mata Arini mengembun. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mencegah embun di matanya jatuh.
“Sambil menunggu waktu Isya yang sebentar lagi ya.. Kakak dan Adik PRnya sudah dikerjakan belum?” tanya Indra.
“Sudah Om.. sebelum pergi tadi.”
“Kalian di sini cuma tinggal bertiga?” tanya Indra sambil memangku Abay yang ingin duduk di pangkuannya.
“Iya.. tapi kadang ada Bi Ace tidur di kamar satu lagi.”
“Bi Ace sekarang gak ada? Nanti yang mandiin kalian siapa? Tangan Bunda kan masih sakit..”
“Kakak sudah bisa mandi dan pakai baju sendiri. Adik nanti Kakak bantu..”
Indra tersenyum membelai rambut Alif.
“Bi Ace itu siapa?”
“ART di rumah ini. Kebetulan anaknya sedang hamil besar jadi dia mendampingi anaknya di rumah,” Arini menjelaskan.
Indra menganggukkan kepala lalu membuat panggilan video dengan Bramasta.
Indra_Assalamu’alaikum, eh lagi nyetir Bro? Ya udah gue pending dulu deh_
Bramasta_Wa’alaikumussalam. Gak apa-apa. Dah nanggung lagipula ada Adisti ini_
Akbar mendekatkan wajahnya pada handphone Indra.
Abay: "Om Bam! Tata.. anya Om Bam! Ateu Anisyi ana?"
Bramasta: "Hai Abay..
Bramasta melambaikan tangannya dan tersenyum lebar.
Abay: "Om Bam tiati nyeti mbinna."
Bramasta: "Apa Ndra?"
Indra: "Om Bram hati-hati nyetir mobilnya. Tante Adisti tadi ditanyain Abay tuh.."
Wajah Adisti tampak pada layar.
Adisti: "Hai Abay.. Kakak Alif mana?"
Alif: "Ada Tante."
Indra: "Ya udah dulu deh. Kalian masih di mobil. Sampai ketemu ya nanti. Assalamu’alaikum."
Indra mengakhiri panggilan videonya.
Adzan Isya berkumandang. Mereka bersiap untuk sholat lagi. Usai sholat, Arini membawa kain elastis untuk membebat. Punggung tangannya sudah diolesi salep.
“Ma’af ya Teh, saya harus menyentuh tangan Teteh.”
Arini mengangguk.
“Kain elastis ini lebih mudah dipakai dalam keadaan tergulung,” Indra menggulung kain itu dengan rapi, “Teteh jepit pakai jempol ya ujung kainnya. Supaya saya mudah membebatnya.”
“Om Indra dokter?” tanya Alif.
“Bukan. Dulu sewaktu SMP, Om ambil ekskul PMR jadi tahu cara membebat.”
“Abay mo njanyi otewl_Abay mau jadi dokter_” kata Abay dengan bangga.
“Aamiin...” ucap Indra. Arini tersenyum lebar.
“Saya pamit dulu ya. Nanti saya mampir lagi.”
“Terimakasih banyak A. Ma’af sudah merepotkan.”
“Saya yang seharusnya meminta ma’af karena sudah menyebabkan tangan Teteh cedera.”
“Anak-anak, ayo antar Om Indra..”
Di bawah, Indra diam-diam mengambil gambar banner yang berisi nomor WA dan nomor rekening Arini. Mobil Indra berlalu dari rumah mereka.
*
Di sudut jalan, pengemudi mobil avanza putih menatap penuh kebencian pada pintu rumah Arini yang yang tertutup. Dia memukul kemudi dengan penuh amarah.
.
***
Who's that?
Biar pinisirin..
😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
orng yng tdk berguna🤣
2023-10-26
0
himawatidewi satyawira
ayam nenek lg ngelap tongkat atam kakek
2023-10-26
0