Mereka menunggu hasil rontgen di ruang tunggu yang ada pojok bermainnya. Akbar sudah bangun. Dia ikut bermain bersama kakaknya.
Dokter Hasan menghampiri bersama perawat yang membawa troli kecil. Dia mengambil hasil rontgen dari troli lalu membukanya di depan Indra dan Arini.
“Alhamdulillah dari hasil rontgen tidak ada retak ataupun patah tulang. Nyeri yang terjadi karena benturan yang mengakibatkan memar parah. Nanti perawat akan membebat tangan Ibu Arin supaya mengurangi rasa nyerinya ya.”
Arini mengangguk. Indra berwajah lega.
“Saya resepkan salep untuk mempercepat penyembuhan memarnya ya Bu.”
Perawat membebat tangan Arini dengan terampil. Indra memperhatikan cara membebatnya, dia jadi teringat ekstra kurikuler sewaktu SMPnya, yaitu mengambil PMR. Ujung kain elastis pembebatnya diselipkan dengan menggunakan klip kertas besar.
“Kok Bunda diperban di sini sih Om Dokter?” tanya Alif.
“Soalnya UGD sedang penuh sekarang, anak-anak tidak boleh masuk,” jawab Dokter Hasan sambil memandang Alif.
"Ada apa mendadak penuh UGDnya?" Indra menatap Dokter Hasan.
"Ada laka lantas di Asia Afrika. Banyak korban terluka parah.."
“Ini resep obatnya, silahkan ke loket farmasi,” kata perawat menyerahkan resep yang ditulis oleh Dokter Hasan.
Indra berdiri, menyalami Dokter Hasan, “Terimakasih banyak, Dok..”
Alif dan Akbar mendekati Dokter Hasan. Dokter Hasan jongkok untuk menyamakan tinggi tubuh mereka.
“Kita hi five saja ya, gak usah salim. Karena kita di rumah sakit,” Dokter Hasan mengangkat tangannya yang langsung ditepuk oleh Alif dan Akbar.
“Da..da.. Om Dokter..”
“Kita langsung pulang?” tanya Indra pada Arini saat berjalan menuju mobil.
Arini mengangguk.
“Gak beli makanan dulu untuk makan malam?”
“Nanti saya masak di rumah.”
Indra berhenti berjalan. Memandangi wajah Arini lalu memandangi tangannya yang dibebat.
“Dengan tangan seperti itu?” sebelah alis Indra terangkat.
Arini memandangi tangannya lalu menatap Indra, tersenyum dan mengangguk.
“Come on.. are you kidding me?” Indra menekan tombol remote. Lalu membuka pintu belakang, “Kakak, Adik, kalian duduknya di belakang ya. Supaya bisa bebas main.”
“Iya Om..”
Indra membukakan pintu untuk Arini. Melindungi kepala Arini dengan punggung tangannya supaya tidak terbentur bagian atas mobil.
“Terima kasih, A.”
“Padahal Kakak masih ingin duduk di depan, Om.”
“Kalau Adik bangun, Kakak nemenin Adik di belakang ya. Karena kalau Kakak duduk di depan, nanti Adik juga minta duduk di depan. Om bisa dimarahi Pak Polisi..”
“Bisa kena tilang elektronik ya Om?”
“Weiiizzs, Kakak Alif keren.. tahu tilang elektronik segala..” Indra melihat ke arah belakang.
“Na oyeh ditiyang ya Om_Gak boleh ditilang ya Om_” ucap Abay.
“Pintar Abay...”
Arini memandang Indra dengan mata terpicing.
“A Indra mengerti apa yang diucapkan Abay?”
Indra mengangguk.
“Bun, Om Inda ngeti Abay to’.. Tita ngobowl tanyi ya Om.._Bun, Om Indra mengerti Abay, kok.. Kita mengobrol tadi ya Om.._” Abay memegang lengan atas Indra.
“Iya.. kita ngobrol banyak tadi siang ya..”
Arini menaikkan kedua alisnya, menatap keduanya bergantian.
“Makan malam kalian mau ayam kakek?” Indra menunjuk pada plank gerai ayam berwajah kakek yang ramah.
“Mauuuu!”
“Tapi makan di rumah saja ya? Om gak bisa nemenin kalian makan. Om sudah ada janji dengan teman-teman Om.."
“Yaaaah..” Alif dan Akbar tampak kecewa.
“Lain kali ya kita makan di restonya..” kata Indra sambil tertawa.
“Kakak.. Adik.. gak boleh repotin Om Indra ya. Omnya kan sibuk..” Arini memandang kedua anaknya.
Mereka memesan menu dari drive thru.
Seorang laki-laki yang duduknya menghadap jendela arah drive thru memperhatikan arah mobil Indra dengan seksama.
Sambil menyesap minuman sodanya, dia memperhatikan wanita yang duduk di depan. Juga anak-anak yang tampaknya sangat akrab dengan si pengemudi mobil.
Dia mengambil gawainya, membuat panggilan telepon kepada nama Tak Berguna. Tidak diangkat sama sekali. Dia membuat panggilan lagi. Tapi nomor yang dituju menonaktifkan gawainya.
“Kurang ajar!”
Gawai Arini berdering. Arini hanya membaca nama yang tertera pada layar. Lalu mengacuhkannya. Meletakkan lagi gawainya ke dalam tasnya. Masih berdering.
“Kenapa gak diterima?” tanya Indra sambil memangku Abay yang melendot manja pada lehernya. Alif memajukan tubuhnya ke arah Indra minta dipeluk.
“Bukan siapa-siapa. Nomor tak dikenal.”
Gawainya berdering lagi. Tangan Arini merogoh tasnya. Mencari gawainya lalu mematikan powernya.
.
***
Hah telepon dari siapa tuh?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
dr yng mrasa berguna pdhal justru ndak berguna🤣🤣🤣
2023-10-26
0
ℓ ι ƒ ι α 💕
sepertinya sang mantan ya teh?
2023-09-25
1