“Kamu berangkat pagi banget, Ndra. Banyak PR di kantor?” Papi menatap Indra yang sudah bersiap berangkat sebelum jam 6 pagi.
“Gak ada PR. Kerjaan tertunda sudah dilimpahkan ke anak-anak,” Indra mengelap bibirnya yang belepotan selai nanas dengan menggunakan tisu, “Indra sudah janji akan memasangkan bebat tangan Arini.”
“Memangnya gak ada orang yang bisa memasangkannya lagi?” Mami terdengar kurang senang.
Indra menggeleng.
“ARTnya sedang menemani anaknya yang sedang hamil besar. Mereka hanya bertiga di rumah itu..”
Papi memberi kode pada Indra untuk merayu Mami. Indra berdiri lalu menghampirinya sambil memeluk dari belakang.
“Mami kenapa? Kok ngambek terus ke Indra? Anggap saja Indra sedang berbuat baik kepada orang lain ya. Kan nanti Mami juga dapat pahalanya...” Indra mencium rambut Mami, “Mami wangi banget. Beda. Shampo baru ya?”
“Kok tahu?”
“Yaiyalah.. Biasanya aroma shampo Mami gak seperti ini. Ini... Mawar ya?”
“Hafal banget sih kamu, Ndra? Papi saja gak hafal...” Papi terkekeh.
“Ciyeeeee Mami pagi-pagi sudah keramas. Semalam habis ngapain Mi?” Indra mundur menghindar dari tepakan tangan Mami.
“Hisssh kamu tuh ya. Makanya buruan merid biar gak jadi jomblo nestapa...” Mami mengejar Indra.
“Indra sedang usaha pedekate, tapi Mami uring-uringan mulu..”
“Gak dengan janda juga kali Ndra..” Mami mencebik, “Kamu anak semata wayang kami. Keluarga kita bukan keluarga sembarangan. Apa kata teman-teman Mami kalau tahu calon menantu Mami adalah seorang janda beranak dua?”
“Dih Mami...” Indra terkekeh, “Sejak kapan Mami bergantung pada omongan orang? Pada omongan teman-teman Mami?”
“Iya.. Papi juga merasa heran...” Papi bersidekap menatap Mami yang terlihat salah tingkah.
“Ah, tahu ah!” Mami cemberut menatap Indra.
“Salim...” Indra meraih tangan Mami dan menciumnya, “Jangan cemberut aja. Nanti cantiknya hilang... Jangan khawatir, bagi Indra, Mami tetap menjadi wanita yang paling cantik..”
Papi tersenyum lebar menatap Mami yang tersipu-sipu.
“Mami memang cantik kok. Makanya Papi mau ke Mami... I love you Babe..” Papi memberi jari love pada Mami.
“Halaaah mulai deh.. Mulai.. Gak di kantor, gak di rumah, Indra selalu dikelilingi dengan pasangan bucin..” Indra menghampiri Papinya, “Salim, Pi... Indra pergi dulu. Assalamu’alaikum..”
***
Kening Indra berkerut saat melihat lampu teras rumah Arini masih menyala sementara tirai rumah tersibak sedikit. Saat memasuki teras, dirinya semakin heran dengan beberapa pot pakis dan sansiviera terguling dan pecah.
Ia mengetuk pintu. Tidak ada sahutan. Ada bel pintu yang menempel di kusen jendela. Gegas ia menekan bel pintu.
Perasaannya tidak enak setelah melihat ke dalam rumah dari tirai yang tersibak. Banner merk tas dan tiangnya terguling di atas lantai.
Lamat-lamat dia mendengar suara langkah kaki menuruni tangga. Kemudian suara langkah kaki berlari mendekati pintu sambil memanggilnya dengan nada panik, “Om Indra!”
Alif berusaha membuka pintu rumahnya sambil menangis.
“Kakak bisa bukanya?” tanya Indra dari balik kaca jendela.
“Biasanya bisa Om...” Alif terisak, “ Tapi kenapa sekarang susah banget?”
“Kakak Alif, coba tenangkan diri dulu. Jangan sambil menangis. Jangan panik ya. Supaya Kakak bisa konsentrasi membuka pintunya...”
Alif mengangguk. Dia beberapa kali mengambil nafas panjang lalu dihembuskannya lagi. Kemudian mencoba membuka pintu lagi. Akhirnya pintu berhasil dibuka.
“Assalamu’alaikum..” saat Indra memasuki rumah.
Alif langsung menubruk tubuh Indra. Indra harus berlutut untuk menyamakan tinggi tubuhnya dengan Alif. Alif menangis keras dalam pelukannya.
“Ada apa?” Indra menepuk-nepuk punggung Alif dengan hati galau.
“Bunda, Om.. Bunda..”
“Bunda kenapa?” sekarang Indra yang panik. Langsung meraih Alif dalam gendongannya. Menaiki tangga secepat yang ia bisa.
Dia berhenti di depan pintu kamar Arini. Dia bisa mendengar suara isakan tangis Akbar. Dia membuka pintunya pelan. Lalu menurunkan Alif. Pemandangan di hadapannya membuat hatinya mencelos.
Arini terbaring, tengah menghibur Akbar yang menangis. Kondisi Arini tidak baik-baik saja. Ada ungu parah di mata kanannya. Lubang hidung kirinya disumpal tisu yang sudah berubah merah. Pelipisnya juga berwarna ungu. Bibirnya bengkak dan masih tersisa darah kering.
“Teh Arini? Apa yang terjadi?” Indra bergegas meraih Akbar, memeluknya sambil memangkunya lalu duduk di tepi tempat tidur menatap Arini yang terlihat lelah memejamkan mata.
“Bunda gak bisa ngomong, Om. Mulutnya berdarah,” Alif mengelus punggung tangan Bunda yang masih dibebat.
“Ada perampok masuk ke dalam rumah?” Indra menatap lekat pada Alif.
“Hutan apok. Tapi owang ja at_Bukan perampok. Tapi orang jahat_” Akbar menjawab di antara sedu sedannya.
“Kalian mengenal orang jahatnya?”
Keduanya mengangguk.
“Siapa?”
“Ayah,” keduanya menjawab serempak.
.
***
OMG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
mau tahu mi kata tmn" sok sial ita mami...?
wihhh indra keren bngt pilihannya,mantap, ank" kiyut, ngangenin, ibunya tangguh, ndak malu"in..langka lho..gitu lho kata mrk
2023-10-31
1
himawatidewi satyawira
widihhh bang indra kyk abay kl mkn..suka bilipitin..lap tu bang
2023-10-31
1
himawatidewi satyawira
bpk pengecut, pecundang...braninya cmn ma perempuan jg bocil..mn diaaa ,jngn ngumpet woi
2023-10-26
1