Asisten rumah tangga di kediaman Kusumawardhani membukakan pintu untuk Indra. Indra masuk ke dalam rumah dari pintu garasi. Ada tangga yang menghubungkan antara garasi dengan ruang tengah.
Rumah dengan model split level bercat putih itu mempunyai garasi yang luas di bawah rumahnya.
“Papi dan Mami sudah tidur, Mbak?” tanya Indra setelah meletakkan kunci mobilnya di laci.
“Belum, Tuan. Tuan dan Nyonya Besar ada di teras belakang.”
“OK.. Makasih ya Mbak. Gak perlu menyiapkan makan malam, saya sudah makan tadi.”
ART tersebut mengangguk lalu berlalu dari hadapan Indra.
Selesai mencuci wajah dan tangannya, Indra menghampiri kedua orangtuanya di teras belakang.
“Assalamu’alaikum, Pi, Mi..” Indra menyalimi keduanya.
“Wa’alaikumussalam..”
“Kamu sudah bertemu dengan wanita muda yang kamu tabrak tadi pagi, Ndra?” Daddy meletakkan tabletnya.
“Eh, kok Papi tahu sih?”
“Pak Alwin cerita ke Papi. Tapi berpesan supaya Papi tidak menanyakannya langsung ke kamu..”
“Kenapa?”
“Supaya kamu bisa menenangkan diri kamu dulu. Lagipula Bram memberi laporan lengkap ke Papi kok..”
“Jadi mereka sengaja mengincar kamu, Ndra? Mami jadi cemas...”
“Kira-kira siapa?” Papi menatap Indra lekat.
Indra mengangkat kedua bahunya.
“Indra gak tahu siapa-siapanya karena gak jelas. Anton dan anak buah Hans juga masih melacak mobil boks putih itu. Nomor polisinya palsu, Pi..”
“Sudah bisa diduga..”
“Mami gak usah khawatir. Do’a kan saja semoga Indra selalu salam perlindungan Allah Ta’ala.”
“Aamiin,“ keduanya kompak mengaminkan.
“Lagipula tadi Hans menawarkan pengawalan. Tapi Indra bilang nanti saja. Lihat situasinya dulu.”
“Diiyain aja kenapa sih?” Mami menatap gemas pada Indra.
“Iya.. Nanti Indra iyain..” Indra menundukkan tatapannya. Kakinya bergerak gelisah.
“Ada apa?” tanya Papi.
“Indra bertemu mereka,” Indra menatap kedua orangtuanya dengan mata berbinar. Wajahnya berseri. Senyumnya terbit.
Orangtuanya, walau bingung tetapi ikut tersenyum karena senyum di wajah anak semata wayangnya itu sangat menular.
“Siapa?” kompak keduanya bertanya.
“Anak-anak kecil. Pemilik suara yang ada di mimpi Indra.”
Kedua orangtuanya saling berpandangan. Keduanya lalu saling mengangkat bahu.
“Bagaimana dan di mana?” tanya Mami sambil mengangsurkan kue kepada Indra. Indra menggeleng.
“Menjelang sore tadi. Saat di Mall X. Bram dan Indra ada meeting di sana. Sekalian ngajakin Indra nge-mall bareng Disti. Saat sedang tanding basket, Indra dengar suara anak-anak itu. Sama persis, Pi.. Mi..”
“Perasaan kamu aja kali Ndra..” Mami menggerakkan tangannya.
Indra menggeleng.
“Nggak Mi. Suaranya benar-benar sama. Intonasinya. Dialeknya. Bahkan cadelnya juga sama persis.”
“Bagaimana rupa mereka?” Papi meletakkan tabletnya di atas meja.
“Ganteng, Pi. Beneran deh..” Indra mengambil gawainya. Mencari foto Alif dan Akbar di gallery-nya. Lalu menyodorkan pada Papi.
Papi membetulkan letak kacamatanya. Mami mencondongkan tubuhnya ke arah Papi. Ikut penasaran dengan anak-anak yang diceritakan Indra.
“Ganteng..” Papi dan Mami mengangguk.
“Namanya Alif dan Akbar. Akbar karena cadel, menyebut namanya sendiri dengan Abay,” Indra tersenyum lebar, “Indra langsung jatuh cinta pada mereka berdua..”
Papi dan Mami terkekeh mendengar ucapan Indra.
Indra menyodorkan rekaman video yang dibuat oleh Adisti.
“Disti yang merekam, Indra malah gak kepikiran untuk merekam mereka..”
Papi dan Mami mengamati dalam diam. Indra memperhatikan tangan Mami yang mencekam keras lengan Papi.
“Melihat rekaman video ini, kok kalian terlihat mirip sih? Mirip Bapak dan Anak-anaknya?” Mami mengernyit.
Papi mengangguk setuju, “Beneran mereka bukan anak kamu Ndra?”
“Dih, ya.. Mulai lagi deh su'udzhon..”
“Terus orangtuanya dimana?” Papi bertanya lagi sambil menepuk-nepuk punggung tangan Mami.
“Bundanya sedang ada meeting di bawah..”
Mami berdecak kesal.
“Terus anaknya dibiarkan berkeliaran di mall sendirian? Gak ada baby sitternya? Bapaknya kemana?”
“Bukan begitu, Mi.. Mereka dititipkan di area bermain. Gak ada baby sitter. Ibunya single parent, Mi..”
“Kamu bertemu ibunya?”
Indra mengangguk. Dia tersenyum.
“Indra dan Bram kaget saat bertemu ibunya.”
“Kenapa?”
“Ternyata, ibunya adalah wanita yang ditabrak Indra pagi tadi...”
“Masyaa Allah.. Kok bisa kebetulan banget? Apa ini yang dinamakan jodoh?” Papi menatap Indra dengan tatapan tak percaya.
Mami memukul lengan Papi.
“Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan! Mami gak suka!”
“Cantik loh. Indra mengira, yang ditabrak Indra pagi tadi adalah seorang gadis. Wajahnya muda banget, perawakannya juga gak seperti ibu-ibu beranak dua...” Indra menyodorkan lagi gawainya.
Foto Arini yang tengah tersenyum dengan Akbar berada di pangkuannya sementara Alif duduk di sebelahnya. Foto yang diambil oleh Adisti.
Mami terdiam menatap foto itu. Papi mengangguk.
“Perasaan kamu saat bertemu ibu mereka, bagaimana?”
“Senanglah. Apalagi dia adalah korban yang tadi pagi tidak sengaja tertabrak Indra. Sepanjang hari, Indra kepikiran terus dengan gadis yang Indra tidak sengaja cederai.”
“Maksud Papi, perasaan Indra sebagai laki-laki yang memiliki perasaan sayang kepada anak-anaknya...”
“Pi, please deh!” Mami terlihat keberatan dengan pertanyaan Papi.
Indra tampak berpikir. Menelaah pertanyaan Papinya juga menelaah perasaannya kepada ibu dari anak-anak yang sudah membuatnya jatuh hati.
Indra hanya mengangkat kedua bahunya sambil berdiri, “I don’t know... Tapi kayaknya biasa aja deh. Belum ada perasaan apa-apa ke Arini. Namanya Arini Kusumaningtyas, 32 tahun.”
“Tuh kan... Indra gak punya perasaan apa-apa. Sudah deh.. Papi gak usah mengada-ada...” Mami terlihat lega.
“Bukannya gak punya perasaan apa-apa, Mi. Mungkin belum...” Indra terkekeh dan sukses membuat Mami cemberut lagi.
.
***
Mami sampai segitunya sih..
Jadi gemes deh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
mi..tak ajak naik roller coaster yaa..biar kliyengan trs lngsng setujuuu
2023-10-26
1
himawatidewi satyawira
woo hoho...aminkan aja om...
2023-10-26
0