Chapter 20

Setelah beberapa hari masuk ke dalam Laboratorium Octopus, Tim ekspedisi yang terdiri dari Professor dan juga Dokter yang telah aku kumpulkan pada akhirnya juga ikut menghilang. Membuatku sedikit khawatir dalam kebingungan yang mendalam.

Merasa tak memiliki jawaban atas apa yang terjadi, memaksaku untuk membagikan informasi yang tengah terjadi kepada Tiga Serangkai.

"Sepertinya laboratorium ini telah berubah menjadi Dungeon," ucap Penyihir tua. "Untungnya kalian berdua dapat keluar hidup-hidup dari dalam sana. Karena biasanya, untuk keluar dari dalam kalian harus mengalahkan bosnya terlebih dahulu," lanjutnya memberitahu.

"Kalau begitu tim ekspedisinya bagaimana?" tanyaku ragu.

"Kita bisa menyelamatkan mereka. Guruku dan aku," ucap Penyihir tua. Menyebut Evan sebagai Guru sihir yang baru.

"Sebagai seorang sepuh janganlah merendah," ledek Evan.

"Aku tak merendah. Aku memang berguru ke mereka yang lebih kuat karena kekuatan adalah satu-satunya motivasi untukku," jawab Penyihir tua yang terkekeh geli setelahnya.

"Tapi kenapa bisa ada dungeon yang secara kebetulan terbentuk di dalam laboratorium itu?" tanyaku penasaran.

"Karena aku adalah seorang Penyihir kegelapan dan pernah kemana saja untuk mencari kekuatan itu, aku jadi tahu jika ada sesosok monster yang sangat besar di dalam kosmik. Dia bermain dengan frekuensi, ketika manusia sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk, frekuensinya akan bertabrakan denganmu dan menciptakan sebuah gelombang depresi yang sangat mendalam yang dapat menghasutmu untuk mengakhiri diri."

"Emm ... lalu apa hubungannya dengan dungeon itu?" tanyaku ragu.

"Keberadaan mayat yang menumpuk dapat menciptakan sebuah dungeon. Aku khawatir laboratorium ini telah melakukan berbagai macam eksperimen gila dan membuat banyak orang menjadi depresi karenanya," jawab Penyihir tua.

"Aku masih penasaran dengan sesosok monster yang kau ucapkan barusan," kata Doni.

"Jika iblis adalah penjahat. Monster itu adalah kekuatan gelap yang sangat murni, manipulasinya sangatlah besar di semesta ini! Melebihi Rajanya para iblis," jelas Penyihir tua dengan nada yang terdengar sedikit bergetar. "Kegelapan di angkasa adalah tubuhnya!"

Walaupun begitu, kami hanya menganggapnya sebagai omong kosong belaka dan tak ambil serius.

"Baiklah! Evan dan Penyihir tua akan masuk ke dalam untuk melakukan pembersih dungeon," perintahku.

"Apa yang kalian butuhkan? Aku akan segera mempersiapkannya," tanya Doni.

"Tidak ada. Kita bisa langsung masuk," jawab Penyihir tua.

"Kau yakin tak akan kelaparan di dalam sana?" tanyaku ragu.

"Tenang saja. Kami tak akan mati kelaparan selama memiliki sihir," jawab Evan. "Bahkan aku bisa memakan daging yang alot," bisiknya dengan nada yang terdengar becanda.

"Haha!" Penyihir tua tertawa puas setelah mendengar itu.

"Baiklah kalau begitu. Ingat! Keselamatan nomer satu dan Tiga Serangkai tetap menjadi satu," pesanku.

"Sans bro," balas Evan.

Kemudian Penyihir tua dan juga Evan mulai melangkah masuk ke dalam Laboratorium Octopus. Bahkan di malam harinya, beberapa Penjaga yang berjaga di luar pintu terlihat ketakutan karena suara-suara aneh dapat terdengar dari dalam sana.

Karena khawatir jika ada sesuatu yang akan keluar dari dalam, kami memutuskan untuk menambah jumlah Prajurit yang berjaga menjadi lebih banyak lagi.

...-...

...--...

...-...

Di Istana Negara, hanya aku dan Victor saja yang tinggal di dalamnya. Bahkan karena hal itulah, beberapa orang mulai khawatir jika suatu saat nanti, Yang Mulia Ratu mulai mengendap-endap dan membunuhku saat malam hari tiba.

"Kau membuatkanku teh?" tanyaku ke arah sang Ratu saat sedang duduk bersantai di sebuah ruangan.

"Iya."

Namun karena hal itulah aku menjadi sedikit curiga dengan apa yang dia masukkan di dalam.

"Percuma saja khawatir. Aku tak menemukan penjual tanaman beracun di sekitar sini, lagi pula aku tak memiliki uang untuk membelinya. Jika aku berniat untuk membunuhmu, aku sudah melakukannya sedari tadi menggunakan garpu yang ada di hadapanmu itu," jelasnya.

"Argumen yang sungguh menarik. Bahkan sebagai seorang Yang Mulia Agung pemegang mandat surga, aku tak akan mati bahkan setelah meminum racun darimu."

"Oh benarkah? Darimana kesombonganmu itu datang?" tanyanya sedikit terpancing emosi.

"Berlututlah!" perintahku yang membuatnya mulai berlutut tanpa mempertanyakannya perkataanku lagi.

"Benar ... seluruh dunia beserta dengan isinya dan bahkan kau, Nona! Akan mematuhi segala perintahku," ucapku menyombongkan diri.

Namun dia yang mendengar hal itu hanya dapat membisu dalam diam. Ketika Doni adalah seorang perokok dan Evan adalah seorang peminum, aku adalah satu-satunya orang yang tidak melakukan keduanya. Bukankah itu terdengar sedikit sempurna? Ya, seorang pria yang cukup sempurna sepertiku menguasai dunia.

...(Hohoho~) ...

"Ngomong-ngomong siapa namamu?" tanyaku.

"Sasya," jawabnya singkat melemparkan wajahnya ke arah lain.

"Nama yang sangat cantik. Namun sayang, tak secantik sifatnya."

"Kalau begitu siapa namamu, wahai Yang Mulia Agung?" tanya Sasya dengan nada yang terdengar sedikit meledek.

"Kau ingin tahu namaku siapa? Tunggu hingga batu nisan tertancap di tanah, maka rasa penasaranmu itu akan hilang setelahnya."

Karena memberitahu namaku ke seseorang yang bahkan tak setara adalah tindakan yang benar-benar membuang waktu. Oh ... bahkan mengobrol dengannya juga sama saja seperti membuang waktu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!