Pagi harinya, ketika sinar mentari secara perlahan mulai menyingsing. Di saat itu pula dari arah utara, sebuah informasi mengatakan bahwa ada segerombolan harimau berbulu putih yang sedang menuju ke arah kota.
Pada awalnya, aku meragukan informasi tersebut. Menganggapnya sebagai sebuah lelucon. Namun semua berubah ketika laporan kedua datang yang menyertakan jumlah orang yang terluka.
Lalu tak lama kemudian, sebuah truk pengangkut barang datang sambil membawa beberapa Prajurit yang terluka serta beberapa mayat dari harimau-harimau berbulu putih itu.
"M-mustahil," ucap Evan tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini.
Bahkan, setelah aku menyentuh bulunya sekali pun, tak ada kejanggalan sama sekali. Hewan ini benar-benar nyata. Bukankah mereka sudah lama punah? Apalagi bulunya juga berwarna putih.
"Potong tubuhnya menjadi beberapa bagian!" perintahku kepada para Prajurit yang langsung dilaksanakan oleh mereka.
Setelah selesai melucuti mayat harimau itu. Hanya terlihat darah dan daging saja. Tak ada bahan peledak, kabel, atau bahkan aroma khas dari bahan bakar. Jelas apa yang terlihat saat ini adalah hewan sungguhan.
"Berikan daging-daging itu kepada Dokter Octo untuk melihat apakah ada kandungan racun di dalamnya. Jika terbukti benar, bakar semuanya. Jika tidak, maka bagikan dagingnya secara merata kepada beberapa Resimen di garis depan," perintahku yang kemudian mulai melangkah kembali ke dalam bungker.
Bahkan kabut tebal yang tengah menutupi seluruh kota juga masih belum menghilang. Sebagian informasi mengatakan jika kabut ini adalah gas beracun yang digunakan oleh pihak musuh, namun dengan cepat terbantahkan ketika anak kecil yang ikut menghirupnya masih dalam keadaan yang baik-baik saja.
...-...
...--...
...-...
Beberapa hari berlalu, namun anehnya semua terlihat baik-baik saja. Ibukota relatif aman, tak ada pesawat pengebom ataupun hantaman dari artileri musuh.
Namun secara perlahan kabut tebal itu mulai menghilang dan di saat kabut itu benar-benar hilang. Semua orang dikejutkan dengan adanya sebuah gunung besar di kejauhan, padahal tak ada satu pun gunung di dekat Ibukota dan yang paling anehnya lagi adalah letak geografis Ibukota saat ini berada di tengah-tengah sebuah hutan lebat.
Karena merasa penasaran, aku memutuskan untuk mengirim satu atau dua pesawat udara untuk mengitari beberapa area. Setidaknya, mereka dapat mengkonfirmasi apa yang kita lihat saat ini.
Bahkan sinyal radio milik musuh yang biasanya memutar beberapa pidato kenegaraan tak lagi terdengar. Belum lagi alat komunikasi yang biasa digunakan untuk menghubungi Pihak Sekutu tak mendapat balasan apa pun dan yang paling parahnya lagi adalah ketika pesawat udara yang sebelumnya telah aku perintah untuk mengitari beberapa area kembali dengan sebuah informasi yang mengkonfirmasi jika tak ada kota-kota lain di dekat Ibukota.
"Seluruh area telah berubah," ucap Evan membaca laporan dari para Pilot.
Sedangkan aku yang mendengar ucapannya barusan hanya dapat terdiam seribu bahasa. Dokter Octo bersama seluruh anggota timnya juga tengah menghadapi kebingungan, beberapa Pejabat Kota juga tak paham dengan apa yang tengah terjadi.
Lalu tak lama kemudian ada seorang Prajurit yang datang melapor. Dia berkata bahwa timnya telah di serang oleh seorang gadis asing yang membawa anak panah dan satu orang terluka karenanya. Karena informasi tersebut, aku menyuruhnya untuk membawa gadis itu ke hadapanku.
Kemudian sekelompok Prajurit itu datang sambil membawa seorang gadis cantik yang tangannya di ikat ke belakang. Gadis itu memiliki rambut yang berwarna pirang, kulitnya berwarna putih pucat, hanya mengenakan dedaunan untuk menutupi sebagian tubuhnya, dan memiliki ukuran tubuh yang sedikit lebih tinggi daripada Prajurit terlatih kami. Namun yang paling menarik perhatianku adalah telinganya yang terlihat runcing.
"Berlutut!!" ucap seorang Prajurit memaksanya untuk berlutut tepat di hadapanku.
"Dari mana asalmu?" tanyaku ragu namun dirinya hanya menatapku dengan sebuah tatapan kebencian.
...*BRAK!*...
Seorang Prajurit yang sedari tadi mencoba untuk meredam amarahnya dengan cepat memukul kepalanya dengan menggunakan gagang senjata api.
"KALAU DI TANYA, JAWAB!" bentak Prajurit itu penuh akan emosi karena teman-teman yang telah menjadi korban.
"Cuih! Kalian manusia rendahan ... berani sekali kalian membangun kota di Hutan Suci ini!!" ucapnya sambil membuang ludah yang berdarah ke arah lantai.
Sedangkan aku yang merasa kebingungan dengan ucapannya barusan, hanya sedikit melirik ke arah Evan. Namun sepertinya yang kupikirkan, dirinya juga sama bingungnya seperti diriku.
"Dia terlihat seperti seorang Elf," ucap Dokter Octo yang mulai melangkah mendekati gadis itu.
...*SLASH!*...
Tanpa pemberitahuan apa pun, tiba-tiba saja dia menyayat wajah gadis itu dengan menggunakan sebilah pisau bedah yang ada di balik saku celananya dan karena itulah darah berwarna merah mengalir dengan begitu deras.
"Ugh~!"
"Telinga runcingnya bukanlah sebuah imitasi dan ini asli," jelas Dokter Octo saat menarik telinganya. "Jika di izinkan, bolehkah aku membedah dan meneliti gadis ini?"
"Tidak," sahut Evan. "Biarkan dirinya di interogasi terlebih dahulu, aku yakin dia tak datang sendiri. Apalagi kita masih kekurangan informasi tentang apa yang sedang terjadi saat ini," lanjutnya menjelaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
calliga
Semangat ya kak author!
2023-07-12
0