Chapter 3

Malam harinya di dalam sebuah ruangan VIP di dalam gedung restoran yang masih berdiri kokoh. Kami mengadakan makan malam bersama dengan beberapa Petinggi Partai untuk mempererat tali silaturahmi.

Namun beberapa saat berselang setelah acara dilaksanakan, terdengar suara keributan dan tak lama setelahnya suara letupan senjata api dapat terdengar di luar.

"Apa yang terjadi?" tanyaku penasaran.

"Ada penyusup," jawab Ajudanku.

"Oh..."

Ada selusin Prajurit Elit yang berjaga di depan ruangan dan banyak lagi di luar gedung, mustahil baginya untuk dapat memasuki ruangan ini jika datang sendiri.

...*BRAK!*...

Namun secara mengejutkan pintu ruangan hancur berkeping-keping dan seorang Pria tua berjubah hitam yang tengah membawa sebuah tongkat di tangan kanannya itu mulai melangkah masuk. Sontak seluruh Prajurit yang ada di dalam langsung bersiap untuk menembaknya dan ada pula yang tak siap dengan kejadian ini yang malah menjatuhkan pistolnya.

"Tahan!" ucap Evan yang kemudian berdiri dari kursinya.

"Apa ini? Apakah ada kudeta? Dan siapa Pria tua itu?" bisik Dokter Octo ke arahku yang dengan sangat santainya masih dapat menyantap makanan di atas meja.

"Entahlah, pria itu terlihat asing."

"Siapa kau?!" tanya Evan dengan sangat tegas.

Namun setelah mendengar perkataannya barusan, pria tua itu langsung berlutut di hadapan kami.

"Maaf atas kelancanganku, Tuan-tuan! Aku datang untuk memenuhi permintaan dari para Dewa!" ucapnya menjelaskan.

"Apa dia orang gila?" bisik seorang Elit Partai.

"Mustahil! Bagaimana bisa orang gila mengalahkan selusin Pasukan Elit kita yang sedang berjaga di depan?" jawab Elit Partai yang lainnya.

"Sebenarnya aku adalah seorang Penyihir Kegelapan yang memiliki kekuatan untuk membaca masa depan. Dikatakan jika suatu saat nanti, akan ada peradaban maju yang datang dari dunia para Dewa. Sehingga aku memutuskan untuk mengabdikan diri untuk mencari petunjuk akan kebenarannya," ucap Pria tua itu yang membuat banyak orang merasa bingung dengan ucapannya barusan.

"Oh ... apakah kau memiliki jawaban atas apa yang terjadi?" ucap Dokter Octo yang mulai mengelap mulutnya.

"Benar, Tuan! Saat ini kalian sedang berada di Hutan Suci para Elf. Sebuah tempat tinggal bagi sebagian suku Elf yang bar-bar. Singkatnya, kalian telah berhasil turun dari dunia para Dewa menuju ke bawah," jawab Pria tua itu yang seketika membuat Dokter Octo terkekeh geli setelahnya.

"Apa yang kau ketawakan?!" ucapku kesal ke arahnya. Jelas ini bukan bahan bercanda atau setidaknya bukan waktu yang tepat untuk tertawa.

"Ah~ ya. Aku minta maaf. Ketika aku tahu bahwasanya mustahil bagi kita untuk memenangkan peperangan. Aku telah jauh-jauh hari melakukan serangkaian percobaan rahasia bernama Utopia. Awalnya kami berhasil mencipta sebuah portal antar dimensi, namun sebelum kami mencoba masuk ke dalam, ada mahluk lain yang mencoba keluar."

"Lalu?" tanyaku semakin penasaran dengan penjelasannya.

"Mayoritas tim kami mati setelahnya. Namun berkat pengorbanan mereka, kami berhasil menangkap dan memanfaatkan pengetahuan dari mahluk itu. Hingga pada akhirnya, kami mencoba untuk memindahkan seluruh kota atau setidaknya beberapa orang terpilih yang untuk dapat berpindah ke dimensi lain sebagai ras unggul yang suatu saat nanti dapat memegang posisi tertinggi dalam hierarki," jelas Dokter Octo yang di akhiri dengan sebuah tawa jahat.

"Memangnya mahluk yang seperti apa yang merangkak keluar dari dalam portal?" tanya Evan merasa penasaran.

"Anubis! Dewanya bangsa Mesir. Setidaknya kami tak terkejut akan keberadaannya, namun jika yang keluar adalah manusia, mungkin kami semua akan terkejut. Bukankah begitu?" jawab Dokter Octo yang kemudian mulai melangkah mendekat ke arah Pak Tua itu. "Berdirilah, jikalau memang dirimu adalah seorang Penyihir. Maka buktikanlah kepada kami," ucap Dokter Octo.

Setelahnya Pria tua itu mulai berdiri dan menghentakan tongkatnya ke arah lantai. Selama kurang lebih satu menit, dirinya terlihat tengah membaca sebuah mantra dan tak lama kemudian terlihat sebuah lingkaran sihir berwarna hitam yang terbentuk di hadapan wajahnya. Setelahnya, terlihat sebuah bongkahan es yang runcing nan tajam dan tanpa aba-aba lagi, bongkahan es itu langsung melesat menuju ke arahku.

"AWAS!" teriak Evan. Namun sayang aku terlambat untuk bereaksi.

...*STASH!*...

Alih-alih menembus kepalaku, bongkahan es itu malah pecah dan berubah menjadi serpihan salju halus saat mengenai kulitku.

"APA KAU BERNIAT UNTUK MEMBUNUHNYA?!" tanya Evan dengan nada yang terdengar penuh dengan emosi.

"Maaf Tuan! Namun sihir kami tak akan mampu untuk membunuh kalian," jawab Pak tua itu sedikit menundukkan kepalanya seraya menunjukkan ketulusannya dalam meminta maaf.

"Kenapa?" tanya Dokter Octo merasa penasaran.

"Karena kalian tak mengerti konsep sihir yang ada di dunia ini, sehingga sihir kami tak akan menggores kulit kalian walaupun sedikit."

"Oh ... sungguh penjelasan yang menarik! Sekarang bertahanlah dari seranganku menggunakan sihir terkuatmu," ucap Dokter Octo yang entah bagaimana sudah memegang pistol di tangan kanannya.

Setelah Pria tua itu selesai membaca mantra dan menggunakan sihir pelindung, letupan senjata api rupanya berhasil menembus kakinya.

"Agh!"

"Ho~ Sepertinya sihir kita lebih kuat," ucap Dokter Octo meremehkannya. "Sekarang bawa dia ke rumah sakit dan jangan biarkan orang lain membunuhnya," perintah Dokter Octo kepada beberapa Prajurit yang langsung menggendong Pak tua itu menuju ke rumah sakit.

Setelah kejadian itu, ruangan ini berubah menjadi sepi dengan suasana yang hening.

"Apa yang terjadi?! Aku dengar ada seorang penyusup yang berhasil masuk?" ucap Doni. Komandan Ketiga alias terakhir yang bekerja di garis depan benteng pertahanan Ibukota. "Oh lucky bastard! Aku pikir akan mendapat promosi setelah mendatangi tempat ini," ucapnya sarkas setelah melihat kami semua masih hidup.

"Ho~ Jika kau datang bersama dengan musuh mungkin kau lah yang akan mendapat promosi," ucap Dokter Octo menepuk pundaknya. "Apakah ada yang ingin ditanyakan? Tentang bagaimana dan mengapa?" tanyanya ke arah kami semua.

"Tidak untuk sekarang. Namun jika ada masalah di kemudian hari, kau adalah satu-satunya orang yang akan aku gantung di gedung Perlemen. Bukankah begitu bro?" ucap Evan yang kemudian melirik ke arahku.

"Ya lebih baik daripada tidak sama sekali," sahutku tersenyum kecut setelahnya.

"Hoho~ Baiklah jika tak ada yang ditanyakan aku izin undur diri," ucap Doktor Octo yang kemudian melangkah pergi setelahnya.

"Ada apa memang?" tanya Doni yang kemudian duduk dan menuang secangkir anggur.

"Entahlah aku juga bingung harus menjelaskan darimana," ucap Evan yang kemudian memegangi kepalanya karena merasa pusing.

"Setidaknya kita tahu apa yang terjadi bukan?" tanyaku ragu.

"Ya namun kita belum tahu apa konsekuensinya," jawab Evan.

"Aish sialan," ucap Doni ketika anggur yang ia minum tak seenak yang dia pikirkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!