"Ruang dan waktu itu rumit. Bahkan aku sekalipun tak mengerti dengan hal tersebut, singkatnya kita adalah makhluk tiga dimensi dan mereka bukan. Sehingga aku berkesimpulan jika salah seorang diantara kalian berdua harus sesegera mungkin mempelajari sihir," jelas Dokter Octo di dalam ruang penelitian yang terlihat sangat berantakan.
"Maksudmu adalah selama kita tak percaya dengan santet, kita tak akan pernah bisa di santet begitu? Lalu apa jadinya jika aku tak percaya dengan Tuhan yang berarti Tuhan tidak ada?" tanya Evan dalam kebingungan.
"Pada akhirnya, pengetahuan kita terbatas pada teori saja. Setidaknya coba saja yang ada selagi kita menggali yang lainnya," ucap Dokter Octo yang mulai merapikan beberapa dokumen di atas meja.
"Apakah ada cara untuk kembali?" tanyaku memastikan.
"Tidak dan jika memang ada, aku tak membiarkan orang seperti kita kembali ke dunia itu."
"Baiklah, lalu bagaimana caranya agar salah seorang diantara kita dapat mempelajari sihir?" tanyaku ke arah Penyihir tua yang tengah duduk di atas kursi roda.
"Bermeditasilah dan rasakan Energi Mana di sekitar," jawabnya.
"Van..." sahutku.
"Loh kok aku?" tanya Evan kaget. "Aish baiklah-baik..." lanjutnya ketika Dokter Octo mulai menyipitkan kedua matanya.
Selanjutnya tepat di hadapan kami semua. Evan mulai duduk bersila di lantai dan secara perlahan mulai mengatur deru nafasnya agar sesuai dengan ketenangannya itu.
"Bayangkan sebuah energi tak kasat mata--" ucap Penyihir tua itu namun di potong oleh Dokter Octo.
"Atom," potongnya.
Dalam sekejap seluruh udara di ruangan ini berputar di sekitar Evan yang tengah bermeditasi, membawa kabur beberapa kertas dan menjatuhkan berbagai macam barang di dalam ruangan.
"M-mustahil ... sihirnya berhasil bangkit dalam sekejap," ucap Penyihir tua dengan mata yang terbelalak.
Sesaat setelahnya, angin yang ada di sekitar Evan sirna bak ditelan bumi dan setelah ia membuka kedua matanya. Kini dirinya dapat menggunakan berbagai macam elemen sihir seperti api, air, udara, dan tanah.
"Dapat menggunakan sihir tanpa merapalkan mantra bisa disebut sebagai seorang jenius! Namun sebagai seorang keturunan Dewa seperti kalian sepertinya merupakan hal yang sudah biasa memiliki pencapaian yang seperti ini," ucap Penyihir tua terkagum-kagum akan kehebatan Evan.
"Sepertinya aku paham dengan mekanisme sihir di dunia ini. Layaknya sedang bermimpi, jika dirimu dapat membayangkan apa yang ada di mimpi itu maka kau dapat menggunakan sihir--" jelas Evan namun aku potong setelahnya.
"Aku tak paham dengan ucapanmu," potongku.
"Singkatnya, jika daya khayalmu bagus. Kau dapat menciptakan api berwarna biru, hitam, dan bahkan pelangi."
"Woah!" ucap Penyihir tua. "Bolehkah aku mempelajari itu?" tanyanya ke arah Evan.
"Oh tentu--"
"Tapi tidak untuk sekarang. Karena aku masih membutuhkanmu untuk eksperimen berikutnya," potong Dokter Octo.
"Apakah daya ledaknya selemah ini?" ucap Evan sedikit kecewa.
"Itu tergantung dari sebesar banyak jumlah Energi Mana yang ada di dalam tubuhmu. Biasanya para Penyihir bermeditasi untuk menyerap Energi Mana dan naik tingkat ke jenjang yang lebih tinggi, namun jika gagal maka tubuhnya akan meledak. Sebaliknya, jika mereka berhasil maka tubuh mereka dapat menyerap Energi Mana lebih banyak lagi," jelas Penyihir tua.
"Bagaimana jika..." ucap Evan namun belum sempat ia selesaikan. Dalam sekejap telapak tangannya mulai menciptakan sebuah bola api yang sangat besar, panas, dan juga menyilaukan sebelum akhirnya hilang begitu saja.
"Sepertinya kau telah menemukan jawabannya," sahut Dokter Octo.
"Benar, alih-alih menyerap Energi Mana. Aku langsung menggunakannya sehingga kekuatannya tak terbatas," jawab Evan.
"Wah menarik! Seharusnya aku saja yang jadi Penyihir," ujarku.
"Aish anak ini! Kau terlalu op nanti," keluh Dokter Octo yang membuatku tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments