Di utara Ibukota, aku tengah melihat secara langsung pembangunan kembali jalan raya yang sebelumnya rusak akibat hantaman artileri.
Disini, semua orang bekerjasama dalam pembangunan. Walaupun begitu--
"Ada apa?" tanyaku penasaran ketika melihat ada keramaian di sudut jalan.
Karenanya, rombongan kami mulai melangkah mendekatinya dan melihat sebuah mayat tergeletak tanpa kepala di jalanan.
"Ah Yang Mulia!" ucap salah seorang Teknik Sipil yang bertanggung jawab dilapangan.
"Ada apa ini?" tanyaku ragu.
"Terjadi misinformasi diantara para Elf. Sebelumnya, saat kita tengah membangun sebuah jembatan, ada seorang Elf yang bertanya 'Bagaimana cara kalian membangun bangunan yang kokoh?' dan salah seorang diantara kami hanya menjawabnya dengan sebuah jari telunjuk yang menunjuk ke arah kepala Elf itu."
"Hmm ... lalu?" tanyaku penasaran.
"Kami pikir mereka paham dengan pesan tersiratnya, yaitu gunakan otakmu. Namun kami tidak menyangka jika mereka malah mulai menumbalkan kepala Elf lainnya dan menguburnya di dalam beton," jawabnya dengan nada yang terdengar bergetar.
Sepertinya ini adalah awal mula takhayul di sekitar masyarakat terjadi. Karena keterbatasan informasi dan pendidikan diantara para Elf, memaksa mereka untuk mengartikan apa yang terjadi sebagai hukum leluhur.
"Haruskah aku bertanggung jawab atas hal ini?" tanya Teknik Sipil itu mencoba untuk mengambil tanggung jawab.
"Tidak perlu. Ini murni kebodohan mereka," jawabku yang kemudian mulai melangkah pergi begitu saja.
Pembangunan tak boleh terhenti hanya karena satu atau dua kesalahan. Kami tak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan armada perang karena sewaktu-waktu musuh bisa datang menyerang.
...-...
...--...
...-...
Disebuah bandara yang sedang di renovasi. Banyak pesawat fighter dan pesawat pengebom yang tengah berbaris rapi untuk diperbaiki. Sebagian bahkan mulai di cat ulang, namun karena keterbatasan tinta, hanya ekornya saja yang berwarna merah.
Disini, Dokter Octo terlihat tengah melakukan sedikit eksperimen bersama dengan Evan dan Penyihir tua.
"Kau. Lepas seluruh pakaianmu dan berbaringlah di tanah," ucap Dokter Octo ke arah Evan.
Sedangkan Evan hanya dapat menuruti perkataannya dan mulai melepas seluruh pakaiannya hingga tak tersisa lagi. Memperlihatkan tubuh maskulin yang telah terbentuk sempurna dan hutan lebat dibagian bawahnya. Selanjutnya Evan mulai berbaring di atas tanah.
"Sekarang serang dia menggunakan sihir terkuatmu dan potong kaki kanannya," ucap Dokter Octo ke arah Penyihir tua.
"Apa kau yakin?" tanyaku ragu.
"Jika teoriku benar. Kakinya akan tetap utuh, namun jika tidak maka kakinya akan terpotong."
"Tenanglah! Aku masih bisa berjalan dengan kaki buatan," ucap Evan mencoba untuk menenangkanku.
"Baiklah akan aku lakukan," ucap Penyihir tua.
Selanjutnya dirinya mulai merapalkan mantra sebelum akhirnya sebuah lingkaran sihir berwarna merah mulai terbentuk tepat dihadapannya dan sebuah balok es berbentuk tajam mulai muncul secara perlahan.
...*SLASH!*...
Dengan cepat balok es itu melesat ke arah kaki kanan Evan. Namun secara mengejutkan, sihirnya menghilang bahkan sebelum mengenainya.
"Ho~ Menarik," ucap Dokter Octo.
"Ada apa?" tanyaku penasaran.
"Sebuah teori yang aku kembangkan mengatakan bahwa sihir itu sebenarnya bermuatan negatif, dan disisi lain tanah yang kita injak juga bermuatan negatif. Sehingga jika keduanya saling berbenturan maka mereka akan saling menolak satu sama lain," jelas Dokter Octo namun setelah melihatku agak tak mengerti dengan ucapannya barusan, dirinya malah mulai terkekeh geli. "Jika kau tidur sejajar dengan tanah, maka kau akan kebal dengan yang namanya santet!" jelasnya sekali lagi.
"Oh begitu rupanya ... aku paham sekarang," ucapku. "Lalu eksperimen ini untuk apa?" tanyaku penasaran.
"Aku berniat untuk menciptakan sebuah kota yang bahkan tak akan hancur jika diserang dengan menggunakan sihir. Namun aku agak sedikit bingung, haruskah atapnya menyatu dengan tanah atau hanya betonnya saja?" ucap Dokter Octo dalam kebingungannya sendiri.
"B-bolehkah aku mengenakan pakaianku kembali?" tanya Evan.
"Ya-ya tentu," jawab Dokter Octo. "Aku ingin berbicara empat mata denganmu," lanjutnya ke arahku.
Lalu kami berdua mulai melangkah menjauhi orang-orang, menuju ke tengah bandara yang agak lumayan panas ini.
"Ada apa?" tanyaku.
"Kami mengirim dua roket waktu itu. Satu ke arahmu dan satunya lagi ke arah langit sambil membawa kamera," jawabnya.
"Oh menarik. Lalu apa yang kau lihat?" tanyaku namun dirinya hanya dapat membisu dalam diam selama beberapa saat.
"Kami merekam keadaan laut yang sedikit aneh..." jawabnya singkat.
"Apa itu? Apakah dunia ini akan tenggelam?" tanyaku sedikit khawatir.
"Tidak, bukan itu. Namun siapa sangka jika kutub utara dan kutub selatannya akan membentang luas layaknya sebuah tembok pembatas dan diluar tembok es itu ada peradapan-peradapan lain," jawabnya. "Benua atau dunia yang kita tinggali saat ini tak terbatas pada satu titik seperti sebuah planet bumi, untuk menjelajahi dunia luar menuju ke benua atau dunia lain setidaknya kita harus melewati tembok pembatas itu."
"Jadi maksudmu adalah jika planet ini tak berbentuk bulat melainkan datar?" tanyaku tak paham.
"Aku khawatir jika jawabannya tak sesederhana seperti yang kau pikirkan. Mungkin saja planet ini ... adalah dunia yang tak terbatas," ucapnya ragu yang dalam sekejap langsung membuatku diam seribu bahasa.
Untuk pertama kalinya ada hal yang tak masuk di akal yang membuatku sulit untuk berpikir. Tidak, lebih tepatnya ini adalah kali kedua setelah satu kota berpindah ke dunia lain.
"Huh ... baiklah. Tolong rahasiakan hal ini sampai teknologi yang kita butuhkan telah tersedia dengan sangat baik," ucapku.
"Tenang saja, timku adalah orang-orang yang handal dalam menyembunyikan sesuatu."
Jika perkataan Dokter Octo benar. Maka keadaan dunia yang tak terbatas benar-benar nyata. Yang berarti kita tak lagi harus pergi menuju ke luar angkasa untuk menemukan kehidupan lainnya, namun pergi melewati tembok es raksasa yang bertugas sebagai penghalang itu.
Tapi ... jika hal itu benar-benar ada, bukannya sumber daya seperti minyak dan gas menjadi tak terbatas? Akankah ini menjadi sebuah kesempatan emas atau malah menjadi sebuah ancaman? Tak ada yang tahu pasti kecuali kita yang mencobanya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments