Karena merasa ada yang aneh. Sang Ratu memerintahkan seluruh Prajuritnya untuk berhenti melangkah. Mungkin gadis itu berpikir bahwa ada yang tidak beres dan karena itulah aku mulai bangkit dari tempat dudukku.
"Oh Elf yang malang ... karena kalian tak mematuhi kehendakku. Maka dengan ini aku mengutuk kalian beserta dengan seluruh keluarga kalian!" ucapku tegas menunjuk ke arah mereka.
Namun, setelah mendengar hal itu. Sang Ratu malah tertawa yang diikuti oleh para Prajuritnya.
"Aish menyebalkan sekali," gumamku.
Lalu tak butuh waktu lama, sebelum akhirnya langit mulai bergemuruh hebat. Sebuah tanda bahwa roket generasi pertama itu tengah meluncur ke arah kami.
Sedangkan para Elf yang kebingungan akan hal itu mulai merasa khawatir sekaligus takut saat melihat ke arah langit.
...*Sreeeet!*...
...*BOOM!*...
Ledakan dahsyat itu menggetarkan tanah disekitarnya dan menciptakan sebuah suara yang memekakkan telinga.
"Anjir meleset!" ucapku panik.
Namun sayang, roket itu malah menghantam jauh ke belakang target. Akan tetapi, kuda dan gajah yang mereka naikin menjadi panik sekaligus syok. Menjatuhkan para penunggangnya dan kabur begitu saja.
Karenanya, kepanikan melanda seluruh Pasukan Elf. Sang Ratu terjatuh ke tanah dan nyaris terinjak gajah, banyak dari mereka berlari layaknya seorang pengecut. Meninggalkan senjatanya dan bahkan melepas zirah besinya itu.
Bahkan tak sedikit yang malah pingsan karena terkejut akan apa yang terjadi. Sedangkan Doni yang melihat kejadian itu mulai membakar cerutunya, tak berniat untuk memburu mereka.
"Jangan pernah berpikir untuk menangkap musuh yang sedang mundur," ucap Doni.
"Mereka semua kabur bukan mundur," sahutku.
"Walaupun begitu lihatlah Ratunya, dia pingsan dan ditinggal kabur orang-orangnya."
"Hmm ... menarik!" ujarku.
Mereka meninggalkan Ratunya begitu saja demi keselamatan pribadi. Hanya karena sebuah roket, formasi yang terbilang sangat strategis dari Pasukan Elf hancur kurang dari lima menit.
Pada akhirnya, kami menangkap mereka yang tak dapat berkutik karena pingsan ataupun merasa syok sehingga tak dapat menggerakkan tubuh mereka.
Sedangkan sang Ratu, kami membawanya ke rumah sakit untuk perawatan medis selama beberapa hari kedepan.
...-...
...--...
...-...
Di Istana Negara, terdapat tiga kursi singgasana. Aku, Evan, dan Doni adalah tiga serangkai yang duduk di singgasana itu.
Bersama dengan para abdi negara, kami merencanakan pembentukan konstitusi negara dan untuk memenuhi kebutuhan kami akan individu yang cakap dan cerdas, kami telah menyempurnakan sistem ujian pegawai negeri. Kini penerimaan PNS secara resmi telah di buka dan jelas saja Elf dilarang ikut berpartisipasi.
Walaupun Doni dan Evan duduk bersebelahan denganku di kursi singgasana dalam posisi yang sejajar. Namun mereka sama sekali tidak ikut campur dalam urusan politik, malah mereka ada sebagai satu-satunya penasehat yang bijak alih-alih sebagai pemimpin bersama.
Kini kami menunjuk Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Propaganda, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Keuangan.
Sedangkan untuk Perdana Menteri, tersedia tiga kandidat yang berasal dari tiga organisasi besar yaitu Ular, Ikan, dan Elang. Nantinya seluruh masyarakat akan memilih ketiga kandidat itu secara langsung melalui pemilihan umum.
Walaupun aku berniat untuk meniadakan pemilihan umum dan memusatkan pemerintah negara secara absolut. Aku berkeyakinan cara yang seperti itu dapat menghentikan perkembangan inovasi serta menciptakan pemerintahan yang korup.
Secara resmi, penaklukan Hutan Suci telah berakhir. Namun jam malam masih diberlakukan di kota karena sekelompok kecil Elf yang masih melawan terpencar ke beberapa bagian hutan hingga sulit bagi kami untuk melacak keberadaan mereka.
"Kau tahu apa ini?" ucap Evan memberikan beberapa tanaman kering ke arahku.
Sedangkan aku yang penasaran akan hal itu mulai menghirupnya secara perlahan.
"Hmm aromanya sampai-sampai ingin membuatku menjajah tempat ini, apakah ini rempah-rempah?" tanyaku ragu.
"Benar. Hutan ini kaya akan rempah-rempah dan sangat subur. Yah ... walaupun sebagian terbakar karena kita," jawab Evan.
"Oh kalau begitu--" ucapku namun terhenti ketika ada seorang gadis yang memasuki ruangan.
Satu-satunya gadis yang paling menyebalkan dengan rambut pendek dan kulit seputih salju. Gadis populer dikalangan banyak orang yang menganggapnya sebagai seorang gadis yang sangat cantik namun aku malah berpikir sebaliknya. Jika bukan karena Abangnya, mungkin aku sudah menyingkirkannya sedari awal.
Saat ini aku sedang duduk di singgasana, Evan yang tahu bahwa adiknya datang dengan cepat langsung melangkah pergi meninggalkanku sendiri.
"Oh Kaila Aulia. Berita buruk macam apa yang kau bawa kali ini?" tanyaku ragu.
Sebagai seorang Ketua Palang Merah Negara. Sepertinya ada masalah serius dengan persediaan obat-obatan.
"Terjadi pembantaian!" jawabnya singkat.
"Berapa banyak Elf yang mati kali ini?" tanyaku sekali lagi namun dirinya hanya dapat membisu dengan mata yang berkaca-kaca setelah mendengar hal itu. "Kalau begitu ... berapa banyak manusia yang mati kali ini?" ucapku mengganti pertanyaannya.
"Kak Doni mengeksekusi para Prajuritnya lagi. A-aku hanya ingin manusia bersikap layaknya seorang manusia," jawab Kaila mencoba menahan tangisnya.
"Mereka bukan manusia. Mereka melakukan kekerasan seksual kepada para Elf dan kau ingin mereka tetap hidup seperti manusia?" tanyaku.
"Tapi mereka semua adalah seorang veteran. Mereka berperang bersama untuk mempertahankan kota--"
"Kita kekurangan bahan pangan semenjak Elf menjadi budak kita. Eksekusi yang dilakukan adalah hukuman yang setimpal bagi para penjahat seperti mereka--"
"Lalu kenapa kau masih hidup?" potongnya yang membuatku menyeringai lebar setelahnya.
Padahal aku berharap banyak agar pesawat pengebom membunuhnya dulu. Namun siapa sangka takdir akan berkata lain dan bahkan setelah mengirimnya ke gadis depan, gadis ini masih juga selamat.
"Aku dengar epidemi melanda kota dan kebanyakan dari para Elf meninggal karenanya. Lalu apa yang akan kau lakukan, Nona?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Asosiasi Kedokteran sepakat untuk membagikan vaksin--"
"Kalau begitu kita semua akan kekurangan obat," potongku. "Pada akhirnya kita semua akan mati karena obat yang habis."
"Penyakit itu datang dari kita. Para Elf tak imun karenanya sehingga pembangunan kota akan terkendala karenanya," jawab Kaila.
"Kau berkata. Manusia harus bersikap layaknya seorang manusia, namun kau sendiri masih menyetujui perbudakan."
"Mereka adalah Elf--"
"Oh bukankah itu sedikit rasis?" tanyaku sengaja untuk menyudutkannya.
Namun karena hal itulah, Kaila yang tak mampu melawan kata-kataku barusan langsung melangkah pergi dengan perasaan yang sangat kesal di dalam benaknya.
"Aku membenci adikmu!" gumamku yang tak lama kemudian Evan muncul menggunakan sihirnya. "Dia terlalu mirip denganmu," lanjutku yang mulai mengambil gelas berisikan air.
"Yah sifatnya yang manja telah berubah semenjak aku mengasingkan dirinya," jawab Evan yang kemudian duduk di singgasana. "Walaupun begitu, tak ada asap tanpa api."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments