Chapter 13

Kabar mengenai Ratu dari Kerajaan Elf yang berhasil ditanggap menyebar hingga keseluruhan Ibukota. Banyak orang bersukacita akan hal tersebut, kecuali para Elf yang merasa khawatir akan kehidupan sang Ratu.

Banyak rumor diantara para Elf yang mengatakan bahwa sang Ratu telah dinodai setiap malamnya, disiksa, atau bahkan dikubur hidup-hidup.

Namun kenyataannya. Saat ini aku sedang berada di bangsal rumah sakit, melihat seorang Elf cantik yang terlihat linglung dengan tatapan yang terlihat kosong.

"Dia masih syok," ucap seorang Dokter Spesialis. "Kondisi kejiwaannya masih terguncang."

"Hmm..." gumamku.

Aku tak menyangka jika gadis secantik dia sudah berumur lebih dari 500 tahun. Padahal umurnya terlihat jauh lebih muda, namun siapa sangka jika sudah sangat sepuh.

"Cepat atau lambat dia akan segera pulih. Mungkin butuh beberapa bulan baginya untuk beradaptasi," jelas Dokter Spesialis itu.

"Tenang saja, aku yang akan menjaganya. Hanya berjaga-jaga jiwa predator sepertimu menyelinap masuk saat dia tidur," sindir Kaila yang datang sambil membawa makan siang untuk sang Ratu.

...(Aish! Anak ini punya masalah apa sih denganku?)...

Untungnya aku datang bersama dengan Victor, jika aku datang sendiri sudah pasti aku apa-apakan anak itu.

"Baiklah, terima kasih atas kerja kerasnya."

"Ya, Yang Mulia! Terima kasih sudah berkunjung ke rumah sakit," ucap Dokter Spesialis itu dengan ekspresi senang menghiasi wajah.

Setelah mengunjungi rumah sakit, selanjutnya aku pergi menuju ke Ibukota Pusat untuk sebuah peresmian Hub Transportasi Utama baru yang nantinya menjadi pusat transit antara bis, kereta, metro, monorel, dan taksi. Walaupun kendaraan transportasinya masih belum tersedia karena keterbatasan bahan baku, setidaknya kami telah menyiapkan beberapa halte dan stasiun enam lajur di berbagai tempat yang strategis.

Apalagi karena keterbatasan bahan bakar, sebagian besar truk dan mobil digantikan dengan kereta kuda yang mirisnya ditarik oleh para Elf dan dikemudian oleh para Manusia. Bahkan tak sedikit becak dan sepeda yang mulai diproduksi ulang secara gratis demi keberlangsungan transportasi penduduk kota.

Bahkan dijalanan kota aku masih dapat melihat banyak orang yang mengantri makanan gratis. Karena keterbatasan kertas, produksi uang menjadi terkendala dan untungnya kami menemukan beberapa tambang emas sehingga produksi koin Rupiah untuk pertama kalinya diolah menggunakan emas asli.

Namun ada sedikit masalah ditambang. Karena untuk pertama kalinya kami berhadapan dengan sesosok monster. Informasi yang aku dapatkan mengatakan bahwa monster itu adalah sejenis laba-laba raksasa, ukurannya tiga kali lebih besar dari Manusia dan untungnya pelontar api berhasil membakarnya.

Sesampainya aku di Hub Transportasi Utama. Aku disambut oleh lautan massa yang telah berbaris menunggu kedatanganku.

"Hidup Yang Mulia!"

"Hidup Nusantara!"

"Hidup Yang Mulia!"

"Hidup Nusantara!"

Saat keluar dari dalam mobil, para Penjaga dengan sigap langsung membuka jalan agar aku bisa dengan leluasa masuk menuju ke dalam Hub Transportasi itu.

Lalu di dalamnya, kami disambut hangat oleh tiga Pemuka Agama yang sepertinya sudah menunggu kedatanganku sedari tadi.

"Assalamualaikum!" sambut seorang Ulama memberikan salam.

"Namo Buddhaya!" sambut seorang Biksu memberikan salam.

"Salam Sejahtera!" sambut seorang Romo memberikan salam.

"A-ah iya salam!" jawabku panik karena mereka mengatakan hal itu secara bersamaan.

Agendaku kali ini adalah bertemu dengan beberapa Pemuka Agama sambil menaiki kereta api menuju ke arah selatan kota dan setelah pertemuan berakhir, aku akan melanjutkan perjalanan menuju ke arah utara kota dengan menggunakan kereta api yang sama.

"Baiklah kita langsung saja," ucapku yang mempersilahkan ketiganya untuk menaiki kereta.

Lalu di dalam gerbong kereta api yang terlihat mewah ini, kereta mulai berangkat menuju ke arah selatan untuk uji coba pertama sebelum akhirnya dialih fungsikan menjadi transportasi umum di hari-hari berikutnya secara gratis.

Disini kami duduk di sebuah meja berbentuk bundar, diatasnya terdapat begitu banyak makanan dan berbagai macam minuman mahal yang berkualitas.

"Aku berencana untuk melakukan sedikit reformasi politik, sosial, budaya, dan agama yang dirancang khusus untuk negara baru kita di dunia baru ini. Jadi apakah ada pertanyaan tentang apa dan bagaimana?" tanyaku ke arah mereka.

"Kabar mengatakan bahwa Anda berencana untuk memisahkan agama dan negara," ucap sang Ulama.

"Saya tak berniat untuk mengatakan hal ini, namun dukungan negara terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan bebas malah menjerumuskan kita ke tingkat sekularisme yang lebih tinggi," ucap sang Romo.

"Hasilnya, pembantaian dan kekerasan sering kali terjadi yang membuat kita menjadi prihatin akan keadaan ini. Bahkan tak sedikit yang berakhir menjadi korban setelah ujaran kebencian terhadap suatu ras dikumandangkan kemarin," tambah sang Biksu.

"Hmm..." gumamku.

...(Apa ini? Apakah aku sedang dikritik? Tidak! Mereka benar, hanya ada kekerasan dan darah yang terus mengalir deras semenjak negara ini dibentuk.)...

"Kalau begitu apakah kalian bertiga memiliki saran?" tanyaku ragu.

"Kami meminta agar tempat keagamaan yang sebelumnya dialihfungsikan sebagai gudang senjata dapat dikembalikan seperti semula," jawab sang Romo.

"Kami juga meminta agar pengesahan undang-undang keagamaan yang baru segera dirumuskan agar tak ada diskriminasi diantara umat beragama yang berasal dari bumi ataupun yang berasal dari dunia ini," ucap sang Ulama.

"Alternatif terakhir tentu saja menerima semua agama sebagai sebuah jawaban atas apa yang terjadi," tambah sang Biksu.

Setelah mendengar pendapat merek. Aku berpikir sejenak, perkataan mereka memiliki arti yang bercabang. Sebuah filosofi yang sedikit rumit nan dalam.

"Aku setuju dengan pernyataan kalian. Di bawah undang-undang kebebasan hati nurani, kalian diperbolehkan untuk farming pahala-- *ehem* maksudku menyebarkan ajaran kalian kepada penduduk lokal yang ada di dunia ini," jawabku.

"Alhamdulillah!"

"Puji Tuhan!"

"Amitabha!"

Dengan begitu, pertemuanku dengan beberapa Pemuka Agama berakhir setelah kami di wilayah selatan.

Apalagi keberadaan Tokoh Agama sangatlah penting demi keberlangsungan suatu negara. Dalam hal mengawasi tindak pidana serta moral masyarakat secara luas, mereka dapat melakukan itu semua secara bersama-sama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!