Musuhku Kekasihku
Gadis cantik itu tengah mengikat rambutnya. Menarik tinggi rambutnya lalu mengikatnya dengan pita panjang merah kesayangannya. Kini mencoba merapikan bajunya sekali lagi.
Ok, cantik.
Dia tersenyum. Lalu menoleh ke arah jam dinding di kamarnya. Tersadar bahwa sudah siang, segera disambarnya tas ransel beserta bekal makan yang dibuatnya sedari subuh tadi.
Tolong dicatat, untuk seorang Hanna, ini pencapaian besar. Gadis yang biasanya bangun siang itu menyempatkan waktu untuk bangun sedari subuh demi menyiapkan bekal makan untuk seseorang yang diam-diam sangat disukainya.
Kali ini, gadis dengan pride nomor satu ini akan mengesampingkan egonya, untuk mengakui perasaannya.
Tadinya begitu.
Tapi semuanya berubah saat dia melihat lelaki pujaan hatinya itu tersenyum begitu manis ke arah gadis lain. Sangat manis, hingga sekali lihat pun Hanna bisa langsung tahu bagaimana perasaan lelaki pujaan hatinya itu.
Hanna ganti melirik ke arah gadis di depannya. Gadis itu begitu cantik, dengan rambut hitam tergerai kontras dengan warna kulitnya yang membuatnya semakin terlihat seperti boneka.
Sungguh. Sangat. Cantik.
Hanna menciut, dia bukan apa-apa.
Menyadari kehadirannya, Ken menoleh, lalu tersenyum ramah pada Hanna, saingan sekaligus partnernya di segala bidang di sekolah. Yang lalu dibalas dengan tatapan yang sulit dimengerti bagi Ken.
"Han?" sapanya separuh bingung. Sedari dulu, Hanna memang cuek, tapi kali ini berbeda. Kehangatan di sorot matanya setiap kali bertemu Ken, kini berganti dengan tatapan kecewa yang Ken juga tak mengerti kenapa.
Hanna melengos, mengabaikan Ken dan (mungkin) gadisnya yang masih menatapnya aneh.
Kisahnya pun berakhir, bahkan sebelum dia sempat memulainya.
—
Penderitaan Hanna sepertinya tidak berakhir begitu saja. Bayangkan, setelah adegan patah hati yang dilaluinya di pagi hari, kini dia disuguhkan dengan fakta yang luar biasa. Gadis cantik yang baru ini diketahui Hanna bernama Felline itu, ternyata adalah anak baru di kelasnya. Dibilang fakta luar biasa karena gadis itu benar-benar pacar Ken.
Bukan sesuatu yang mengejutkan sebenarnya, mengingat bagaimana Ken menjaga gadis itu dan mengantarnya sampai ke kelas. Tapi tetap saja mampu membuat hati Hanna mencelos.
Hanna mencoret-coret halaman belakang bukunya dan memenuhinya dengan tanda tangan -kebiasaannya saat sedang kesal, hingga tiba-tiba dua sejoli itu malah menghampirinya.
“Han, Felline duduk sama lo boleh kan? Kasihan dia kalau duduk paling belakang. Dirga di belakang aja boleh ya, Dir?” Ken berkata dengan entengnya.
Ok, triple kill.
Dasar cowok gak peka. Bucin. Gak punya hati.
Hanna mengumpat dalam hati.
“Terserah.” Hanna berkata cuek seakan tak peduli. Kini ganti membalik halaman bukunya, pura-pura menulis sesuatu.
“Fel, kamu sama Hanna aja ya,”
Hanna mencibir mendengar perkataan Ken, dalam hati tapi.
“Dia baik kok.”
Baik? Belum tahu aja kalau Hanna berubah jadi singa.
Masih dalam hati.
“Han, nitip ya?” Ken masih bicara.
Hanna meliriknya malas. “Duh, udahan deh,” sinisnya.
Yang dilirik malah cengengesan.
“Hehe iya, makasih ya,” Ken tersenyum begitu manis, kali ini ke arah Hanna.
Sampai Hanna hampir lupa, senyum itu yang telah meremukkan hatinya.
—
Diam-diam, gadis yang suka mengikat rambutnya ke atas itu melipir sambil membawa bekalnya ke taman belakang sekolah.
Sayang bun kalau dibuang. Gini-gini bikinnya susah.
Pikirnya.
Lalu kenapa nggak dimakan di kelas?
Yakali, nanti dicengin. Apalagi kalau bekalnya cantik begini.
Jadilah dia memilih ke sini. Tempat escape favorit Hanna. Sepi. Jarang ada orang, karena memang letaknya di belakang gedung.
Agak seram sih sebenarnya. Tapi… Hanna nih bos. Preman sekolah aja dia nggak takut.
“Ngapain lo kayak jomblo.”
Nah itu premannya datang.
Hanna menoleh malas ke arah pemuda super ganteng nan tinggi yang kini membelakanginya.
Ronin. Premannya sekolah. Perawakannya tinggi besar dengan kilat mata tajam bagai elang yang membuat siapapun akan menciut ketika berhadapan dengannya.
Kecuali duo siswa berprestasi sekaligus polisi sekolah yang sering dijuluki sebagai pasangan emas ini, Hanna dan Ken. Apalagi kedudukan mereka sebagai pemegang posisi penting di OSIS, membuat mereka sering memburu pemuda satu ini yang kerap kali membuat masalah.
Tapi tentu, Ronin tidak pernah terintimidasi.
Pemuda ini masih membelakangi Hanna, sambil merogoh bungkus rokok di sakunya, lalu menyalakannya satu sembari menghisapnya perlahan.
Masih Hanna pantau.
“Lo tahu nggak sih kalo nggak boleh ngerokok di sekolah?” Hanna bertanya sarkas.
Ronin malah meliriknya aneh.
“Terus gue peduli gitu?”
“Of course.” Hanna menjawab mantap. “Karena gue yang ngomong,” lanjutnya.
Ronin terperangah. Sebelumnya, dia tak pernah menghadapi Hanna secara langsung. Partner gadis ini yang bagi Ronin sok baik sok ramah sok perfect - sebut saja inisialnya Ken - itu saja sudah cukup menyebalkan. Yang ini malah lebih sombong lagi.
"Lo nggak takut sama gue?" Ronin menantang. Dia makin mengepulkan asap rokoknya seraya mendekat. Tapi yang ditantang malah memandangnya remeh.
"Lah, lo siapa?" balas Hanna sambil tersenyum meremehkan.
Ronin mengerjap. Malah jadi salah tingkah saat Hanna memandangnya lekat-lekat.
"Hmm gue sebenarnya gak suka asap rokok. Tapi gue lagi gak pengen berdebat." Hanna membereskan makanannya, lalu berdiri.
"Tapi inget, gue Hanna," Hanna berdiri tepat di hadapan Ronin. Tingginya hanya sebahu pemuda itu, hingga membuatnya sedikit mendongak, tapi tidak membuatnya gentar sama sekali.
"Gue sama sekali nggak takut sama lo," pungkasnya lalu berbalik meninggalkan Ronin yang masih terpaku.
Tidak lama, hanya sampai Hanna melambaikan tangannya yang ternyata sudah menggenggam bungkus rokok yang SEHARUSNYA ada di tangan pemuda ini.
Loh?
Dia digendam?
—
Mulut netizen memang luar biasa ya. Baru 3 hari semenjak gadis barbie itu menginjakkan kaki ke sekolah ini, tapi ya ampun yang dibicarakan sudah aneh-aneh.
Yang kasian Hanna ditikung lah.
Yang cintanya Hanna bertepuk sebelah tangan lah.
Yang anak baru dibilang pelakor lah.
Aneh banget seakan Hanna mengumumkan perasaannya pada semua orang. Padahal Hanna tak pernah menceritakannya.
Mau cerita pada siapa? Hanna tak punya teman dekat disini. Satu-satunya yang terlihat seperti temannya hanya Ken. Itu juga kalau dianggap teman.
Hanna melirik ke teman sebangkunya yang begitu anteng dan manis. Mereka jarang mengobrol. Ditambah dengan gosip yang beredar membuat keduanya jadi semakin canggung.
"Aku perlu pindah kah?" Gadis cantik itu membuka suara. "Sepertinya kamu nggak nyaman?" tanyanya lagi hati-hati sambil meringis lucu.
Hanna mengerjap. Kok gemes? Hanna yang sesama cewek saja terpesona, bagaimana Ken.
Dan apa itu tadi, aku kamu?
"Siapa nggak nyaman?"
"Kamu? Kamu mungkin juga benci sama aku?"
"Ngapain? Nggak lah." Hanna mengibaskan tangannya. Hanna memang harus berjuang setengah mati menetralkan perasaannya setiap kali melihat kemesraan mereka berdua. Tapi ya nggak sampai benci juga. Dia juga tahu kalau gadis ini nggak salah apa-apa.
Percakapan mereka dihentikan oleh keributan yang terdengar dari luar kelas. Beberapa siswa tampak berhamburan keluar untuk menengok apa yang terjadi.
Hanna mengerutkan kening. Merasa ada yang aneh, dirinya segera beranjak keluar mengikuti sumber suara. Diikuti oleh Felline yang berusaha menggandeng tangan gadis itu tapi diurungkannya kembali karena merasa sungkan.
Tapi sesampainya di sana, Hanna malah menghalanginya, mengarahkan tangannya dan membawa Felline ke belakang tubuhnya setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Seorang pemuda dengan kilat mata tajam penuh emosi, sedang menghajar pemuda lain tanpa ampun. Tubuhnya yang kuat menonjok muka pemuda di depannya habis-habisan. Lawannya sudah tak berdaya. Mungkin sebentar lagi akan pingsan jika diteruskan.
"Ronin stop!"
Hanya Hanna yang berani maju. Gadis itu benar-benar tak punya rasa takut.
"Hei, lo bisa bunuh anak orang disini!" Hanna berteriak lagi dengan lantang.
Yang diajak bicara masih tak peduli. Mundur sejenak, mengambil pot bunga yang tergeletak di tanah, mengarahkan ke arah lawannya yang sudah terkapar tak mampu melawan.
Hanna terperangah. Tanpa pikir panjang gadis cantik itu segera berlari mencegah pemuda yang sudah kehilangan kendali ini sebelum benar-benar menghantamnya ke arah lawannya yang mungkin tidak hanya bisa menyebabkan kehilangan kesadaran, tapi juga nyawa.
Tapi dia salah posisi.
Saat akan menarik tangan Ronin, kepalanya justru terkena hantaman keras benda itu. Tidak fatal, tapi cukup mampu membuat Hanna oleng dengan darah mengalir perlahan dari pelipisnya.
Pandangan Hanna mengabur saat dirasakannya tangan seorang gadis yang menangkapnya panik kebingungan.
Semuanya terasa semakin gelap. Tapi dibalik matanya yang sayu dan semakin berat, dilihatnya pemuda yang sangat dicintainya tiba-tiba sudah berada disitu, mendadak memukul habis pemuda yang menyebabkannya begini.
Ken? Ini mimpi kah?
Hanna tidak mampu berpikir lagi.
---
Hai Hai, ini cerita pertamaku disini ya. Smeoga suka 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Ore Wa Ucup
aaaaa akhirnya bisa baca cerita ini lagii. seneng bangetttt
2023-07-15
1