Chapter 18

Hanna beralih menatap Ken. "Ken? Oke?" 

Ken mengangguk singkat. Hanna lalu meneruskan pembahasannya. "Lomba nyanyi… what?" Gadis itu geleng-geleng sendiri. Merasa aneh ada lomba seperti ini. Kini menatap teman-temannya bergantian. "Mayleen? Felline? Mau salah satu dari kalian atau berdua aja?" tanyanya menawarkan. 

"Berdua aja."

"Berdua oke."

Mayleen dan Felline saling menatap lalu tersenyum. Mereka melakukan tos seperti sudah melakukan kesepakatan. 

Hanna kembali melanjutkan pembicaraannya. "Lomba lari estafet dua orang." Hanna menoleh pada Ronin dan Jun yang tengah duduk bersebelahan. Gadis itu hanya menatap mereka tanpa bersuara. 

Ronin balik menatapnya horor. "Really, princess? Giliran yang panas-panasan malah gue?"

"Haruskah gue yang lari?" Hanna bertanya sarkas. 

Ronin menelan ludah. Gadisnya ini benar-benar ya, bagaimana dia bisa sangat mengintimidasi begitu? 

"Oke oke, jangan lo, nanti pingsan." Ronin akhirnya menyerah. "Gue sama Jun aja, oke bro?" Ronin seperti akan melakukan tos dengan Jun, namun pemuda itu menolaknya. 

"Bucin lo, lemah." Jun mencibir. 

"Kalau lo nggak mau, apa gue aja yang ikut?" Ganti May yang mencibirnya. Membuat Jun buru-buru mengoreksi jawabannya. 

"Enggak May sayang, gue aja yang ikut. Gue cowok kuat. Oke?" ralatnya sambil mengacungkan jempol pada May. May hanya melengos menghindarinya. Namun ada semburat merah di pipinya yang berusaha ia tutupi. 

Hanna mengulum senyum. Gadis itu memperhatikan ekspresi teman-temannya. Menangkap sesuatu di balik itu. Tapi dia tak mau berkomentar apa-apa. 

"Oke. Terus… permainan bakiak." Hanna kembali menatap teman-temannya satu persatu. "Ken di depan sendiri, diikuti Felline, terus May, Jun, Ronin, belakang sendiri gue. Gimana?"

"Hah? Masa gue harus pegang pinggangnya Jun?" Ronin kembali berkomentar. "Gue aja yang di belakang, Hanna sayang. Lo depan gue, ya?" katanya sambil mengerling. Mayleen dan Jun sampai harus pura-pura muntah melihat teman bucinnya yang satu ini. 

"Oke, tapi depan gue tetap Jun."

Kali ini ganti Jun yang melihat Ronin dengan pandangan menggoda sekaligus mengejek. Membuat pemuda itu jadi heboh sendiri. "May aja yang depan lo, Hanna."

"Nggak, May tetap belakangnya Felline." Ken berkata tegas. Pemuda itu tak menggubris rengekan pemuda yang katanya preman sekolah ini. 

Hanna hanya menatap Ronin. Gadis ini tak mengatakan apa-apa. 

"Oke oke, haduh.. kembali ke awal aja kalo gitu."

Lagi-lagi Hanna mengulum senyum. Pemuda ini benar-benar menurutinya. Menggemaskan sekali. 

"Oke, hmm lomba sisanya on the spot, kita belum tahu. Lalu sekarang kita bahas.."

"Wait, gue mau tanya." Ken memotong perkataan Hanna. Pemuda itu menatap Ronin dengan serius. "Apa lo harus sejelas ini?"

"Apaan?"

"Apa lo harus sejelas itu buat nunjukin kalo lo lagi sama Hanna?"

Hanna mengerutkan keningnya, kaget dengan pertanyaan Ken yang seperti itu. "Ken, itu di luar topik."

"Oh ya jelas." Ronin menjawab percaya diri. "Kalau gue bisa, gue bakal tunjukin ke semua orang, biar nggak ada yang bisa ngerebut Hanna dari gue."

Ken tersenyum miring. "Lo cuma peduli masalah itu? Lo tau, kelakuan lo itu hanya akan menyusahkan Hanna."

"Ken, lo nggak seharusnya bawa masalah ini kesini." Hanna kembali memperingatkannya. 

"Kenapa? Toh semuanya juga sudah tahu. May orang kepercayaan lo kan. Jun temen dia, temen May juga. Pasti udah tahu. Gue ngomong sekarang karena gue nggak mau dia bikin masalah waktu acara nanti."

"Masalah apa maksud lo?" tanya Ronin, mulai tersulut emosinya. 

"Guys."

Ken berdiri. Sama sekali tidak mengindahkan peringatan Hanna. Pemuda itu berjalan menuju ke tempat Ronin duduk. Memegang meja di depan pemuda bermata elang ini. "Sekarang gue tanya dulu ke elo, apa tujuan lo ngedeketin Hanna?"

Ronin tersenyum miring. Pemuda itu ikut berdiri. Tepat di hadapan Ken. "Harusnya gue yang tanya ke elo, siapa Hanna di mata lo? Sampai lo jadi se protektif ini."

Hanna menoleh pada Felline yang masih membeku tak berbicara. Gadis itu bahkan tak mencoba menghentikan kekasihnya, seperti sudah kehilangan kata-kata. 

"Guys, just stop it." Kini Mayleen yang berbicara. 

"Hanna masih sahabat gue," jawab Ken membuat Ronin kembali tertawa. "Coba elo Jun, ada cowok yang ngedeketin May, apa yang bakal lo lakuin?"

Jun salah tingkah, diliriknya Mayleen yang kini tengah menatapnya, menanti jawaban. "Gue… ya gue bakal cari tahu tentang cowok itu lah. Kalau bisa nih ya, gue bakal peringatin dia. Berani dia sakitin May, bakal berhadapan sama gue." Kini ganti Jun yang menatap Mayleen lurus-lurus. Membuat gadis itu jadi yang salah tingkah dibuatnya. 

"See?" 

Ronin menghela napas. Pemuda itu menatap Ken lurus-lurus, berusaha mencari arah dan tujuan pembicaraan mereka. "Kalau gue beneran sayang sama Hanna, yang katanya sahabat lo itu, apa itu cukup buat lo berhenti urusin gue sama Hanna?"

Ken masih memandang pemuda itu. Mencari kejujuran dari matanya. Dan Ken bisa melihatnya hanya dari sekali tatap. 

Apa pemuda ini benar-benar menyayangi Hanna? 

Apa Ken harus berhenti khawatir? 

"Oke, but don't gather too much attention. Hanna publik figur."

Ronin tertawa. "Oke, gue juga pasti bakal melindungi Hanna." Ronin memutus kontak mata mereka. Pemuda itu kembali duduk di kursinya. "Lagian gue juga publik figur,” gumamnya. Jun dan May secara bersamaan mencibirnya.

“Lo? Publik figur apaan?” tanya Jun mengejek diikuti May yang juga terkikik geli. 

“Iya lah, kalau main drama gue bisa jadi peran antagonis.” Ronin berkata jenaka, diikuti tawa meledak dari Jun dan May, bahkan Felline yang menahan tawanya, takut Ronin tersinggung karena mereka tak begitu dekat.

“Antagonis yang jatuh cinta sama pemeran utamanya hahaha ******* banget lo.” May masih terkikik geli, merasa terhibur dengan temannya yang sangar ini tapi hati hello kitty, benar-benar tidak sesuai dengan image yang selama ini dibangunnya. 

Hanna mengulum senyum, tapi gadis itu berusaha untuk tak terbawa suasana, tidak saat dia harus bisa memimpin teman-temannya. “Ok guys, back to topic, please.”

Dan mereka kembali membahas sesuatu yang membosankan itu.

Waktu menginjak pukul 2 siang saat keenam remaja itu keluar dari ruangan. Saat dimana perut sedang lapar-laparnya jika belum terisi. 

“Eh, makan yuk.” Mayleen menginisiasi. Gadis itu dengan sahabatnya memang yang paling netral disini. Menghadapi dua pasangan yang kadang adu mulut bahkan rawan baku hantam ini kadang juga butuh kesabaran tinggi. Untungnya mereka easy going dan memang sudah paham keadaan jadi ya sudah santai aja.

“lo ngajak kita?” tanya Ken sambil menunjuk dirinya sendiri.

“Iya lah, memangnya kalian mau makan sama pasangan masing-masing aja gitu? Dasar bucin.” May mencibir.

“Ngomong-ngomong soal bucin,” Ken berhenti berjalan, seperti akan mengatakan sesuatu yang amat penting. “Memangnya kalian berdua nggak bucin?” tanyanya penuh selidik. 

“Gue? Bucin ke dia? Ada- ada aja lo.”

“Dih, siapa dia sampai berhak gue bucinin.”

Mayleen dan Jun menjawab hampir bersamaan. Membuat teman-temannya terkikik geli. Yang seperti itu apa tidak bucin?

“Awas aja nanti demen.” Hanna berkata asal. 

“Ye emangnya elo,” balas Jun yang langsung disikut oleh Mayleen agar pemuda itu diam. 

Suasana menjadi canggung hingga akhirnya Felline membuka suara. “Jadi, mau makan dimana?” tanyanya penuh semangat. Hanna memandang gadis itu lekat-lekat, merasa aneh. Bagaimana dia bisa tetap tenang meskipun itu berhubungan dengan pacarnya?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!