Chapter 10

warning 18+

Tolong jangan ditiru ya teman-teman, mau yang biasa-biasa aja, tapi ini Ronin hehehe

“Gue disini,” bisik Ronin menenangkan. 

Hanna mencebikkan bibirnya sambil merapatkan dirinya pada pemuda ini. “Apa semua orang benci gue?” tanyanya tak tahan. Suaranya bergetar. Membuat Ronin semakin mengeratkan pelukannya berusaha menenangkan.

“Siapa bilang gitu?” tanyanya seraya menangkup figur gadis itu dengan kedua tangannya. 

Mata Hanna sudah memerah, dengan bulir kristal yang siap tumpah di ujungnya. Tapi perlakuan Ronin ini justru membuatnya agak malu. “Ada..” jawabnya sambil menunduk.

Ronin mengerutkan keningnya. Dipandangnya gadis yang sudah separuh menangis ini di hadapannya. Dengan pipi bulatnya yang putih kini memerah. Bibirnya yang juga kemerahan mencebik lucu. Entah kenapa justru terlihat menggemaskan. Kenapa juga Ronin justru terpesona di saat yang tidak tepat begini.

“Itu sih mereka iri.” Pemuda ini akhirnya menjawab setelah puas memandangi Hanna. Kali ini tangannya bergerak menyisiri helai rambut Hanna yang terkuncir rapi. “Makanya lo jangan terlalu OP.”pungkasnya sambil nyengir.

Hancur sudah momen haru mereka. 

Hanna meninju lengan Ronin pelan agar menjauh. Lalu berjalan menuju ruang tamu. Pemuda itu mengikutinya dari belakang sambil sesekali melirik ke sekitar ruangan ini.

Pantas OP, lah benar-benar kayak anak bangsawan gini, batinnya.

Ternyata Hanna tak berhenti di ruang tamu. Gadis itu berjalan lurus menuju ke ujung ruangan. Masuk ke dalamnya dengan Ronin yang masih mengikutinya. Hanna menutup pintunya begitu mereka sampai di dalam. Tampak rak buku dengan berbagai buku yang berjajar rapi. Dengan meja belajar lengkap dengan perlengkapannya di ujungnya. Sepertinya tempat Hanna belajar. Di tengah ruang ada kursi dan meja yang tertata mirip seperti di perpustakaan. Dengan sofa panjang tepat di sebelah lemari piagam dan piala milik Hanna di dekat tembok sisi lainnya. Ruangan ini benar-benar menunjukkan siapa dan seperti apa gadis ini.

“Mau minum apa?” tanya Hanna sambil membuka lemari es yang terletak di pojok ruangan. Gadis itu mengambil satu botol kecil yogurt kesukaannya, lalu meminumnya perlahan. Karena tak mendapat jawaban, dia kembali berbalik dengan memegang botolnya yang telah kosong.

Ronin tak meresponnya. Pemuda itu malah sibuk dengan pikirannya sendiri. “Lo mengijinkan semua orang masuk ke sini? Temen-temen lo?” tanyanya tak nyambung.

Hanna membuang botol kosongnya dan kembali di hadapan pemuda ini yang kini menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. “Hmm nggak juga. Gue nggak punya temen lagian. Yang pernah kesini baru lo dan… Ken.” Hanna menyebutkan nama itu dengan hati-hati. 

“Ken?” 

Hanna mengangguk. 

“Lo juga menutup pintunya seperti itu?” Mata Ronin berkilat emosi. Entah kenapa ada rasa marah begitu menyadarinya. Bagaimana gadis ini begitu ceroboh? Bagaimana dia bisa berdua hanya dengan seorang pemuda disini? Ronin tak bisa membayangkan apa yang Ken pikirkan tiap mereka bersama. Itu membuat otak Ronin terasa mendidih.

“Ya iya? Biar suasananya tenang.” Hanna menjawab dengan enteng. Masih tak menyadari perubahan emosi pemuda itu.

“Tenang?” Ronin tersenyum miring. Pemuda itu lalu memandang Hanna lekat-lekat, membuat Hanna jadi ikut memandangnya, menantikan apa yang akan Ronin katakan. “Mulai sekarang, jangan ada cowok lain yang masuk kesini, apalagi kalau cuma berdua,” pintanya tegas. Respon Hanna benar-benar membakar dirinya. 

Hanna menghembuskan napasnya berat. Gadis itu melipat tangannya di dada. “Lo siapa?” tanyanya seperti menantang.

Respon gadis ini membuat Ronin mendekat. Pemuda itu mengeliminasi jarak di antara mereka berdua. “Apa gue belum jadi seseorang yang berarti buat lo?” tanyanya serak. Pikiran dan hatinya diselimuti oleh rasa cemburu yang membakar jiwanya. Pemuda itu memandang Hanna dengan mata sendu, frustasi karena perasaannya. Tapi respon Hanna yang kelewat tenang dan tak menghindar membuatnya terus melangkah mendekat, menyentuh tubuh gadis itu. “Tapi sepertinya sudah..” bisiknya hampir tak terdengar.

Tanpa banyak kata, pemuda itu mengecup bibir lembut Hanna. Begitu lembut hingga Hanna hampir kehilangan keseimbangan dibuatnya. Ronin memegangi pinggangnya, memeluknya dalam dekapannya. Sambil terus menghisap bibir manis gadis ini. Begitu memabukkan. Hanna tak mampu melawan dan hanya termundur lemah terdesak oleh tubuh kekar pemuda yang kini menciumnya dengan begitu menuntut dan frustasi.

Pemuda ini mendesak Hanna sampai menyentuh rak buku yang tinggi. Tangannya menahan beberapa buku di sekitar kepala Hanna, dengan tangan kirinya melingkari pinggang Hanna. Masih mencium bibir gadis itu seperti tak akan melepaskannya. 

“Gue nggak bisa lihat orang yang paling gue cintai dan gue sayangi, bersama cowok lain.” Ronin meracau frustasi.

Begitu mendengarnya, Hanna segera menghentikan ciuman mereka. Ditatapnya wajah pemuda yang begitu tergila-gila padanya. “Ronin,” panggilnya tenang. “It’s my territory. Nggak ada yang bisa merusak gue disini,” lanjutnya membuat Ronin berpikir bahwa Hanna mungkin menolaknya kali ini. “Kecuali kalau gue memang mau.”

Tapi sepertinya tidak.

Gadis itu mendorongnya sampai terduduk di sofa, lalu menaikinya. Hanna duduk di pangkuan Ronin. Begitu sensual. Begitu menggoda. Gadis itu tak menolaknya. Justru menerimanya dengan terbuka. Ini membuat kabut emosi dan hasrat pemuda ini tak tertahankan lagi.

Ronin segera menciumnya. Kali ini dengan emosi. Penuh nafsu yang tak terkendali. Tangannya menyusuri perut ramping Hanna, menyusup ke dalam kaos gadis ini dan naik ke atas. Hanna meremang saat tangan nakal pemuda ini berhenti di dadanya. Menangkup salah satu buah dadanya yang ranum. Meremasnya hingga membuat gadis itu memekik tertahan. 

Ronin benar-benar tahu cara membuat gadis yang dicintainya ini mabuk kepayang hingga tak sanggup berpikir. Gadis itu masih saja melenguh dengan nikmat saat kedua tangan Ronin bergantian memainkan puncaknya yang memang sangat menggoda.

“Hanna, you are so sexy.” Ronin berbisik penuh gairah. Matanya yang telah berkabut penuh hasrat, memandang mata gadis itu yang juga memandangnya dengan cara yang sama.

“Ronin…” Hanna berbisik menahan segala lenguhan agar tak terus dia keluarkan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, terasa sangat seksi di mata Ronin. Ia menggerakkan pinggulnya tak karuan karena merasakan bagian bawahnya berkedut semakin cepat. Sesuatu yang baru pertama kali dirasakannya. 

Ronin merasakan seluruh aliran darahnya naik ke otak saat Hanna bergoyang di pahanya. Dirinya semakin gencar meremas payudara yang begitu ranum dan menggoda itu. Sembari menjilat dan menggigit kecil bibir Hanna. 

Setelah puas bermain dan membuat gadis ini benar-benar terlena. Ronin menarik tangannya kembali, membuat gadis itu menatapnya kecewa karena berhenti menggodanya.

Pemuda itu kini menangkup kedua pipi gadis itu. Ronin mencium keningnya, kedua pipinya, lalu bibirnya. “Gue sayang sama lo, Hanna,” ucapnya lugas. “Hati gue sakit memikirkan lo berdua aja dengan cowok lain,” pungkasnya.

Hanna tersenyum. Gadis itu menghambur ke pelukan pemuda ini. Merapatkan dirinya ke dalam dada bidang pemuda ini yang seringkali membuatnya nyaman. Hanna masih belum yakin dengan perasaannya. Tapi dia tahu, dia juga tak bisa melepaskan pemuda ini begitu saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!