" tidak, aku kesini hanya mencari Andi" ujar Dimas datar.
" oh ia, aku dengar katanya kamu sedang pendekatan dengan gadis panti asuhan, apa itu benar? " tanya Cindy.
" ia itu semua benar"
" kenapa sih, Dim?. kamu menolak diriku tapi malah mendekati gadis panti yang gak jelas asal usulnya. apa kurangnya aku? , jika di banding dengan gadis panti itu jelas aku lebih baik darinya. Cindy menyeringai. Berusaha menahan amarah ketika melihat Dimas malah acuh padanya.
" jangan pernah membandingkan dirimu dengannya. Karena itu tak akan pernah sama. sudahlah tak penting membahas semua ini dengan mu, aku kesini untuk mencari Andi. jika Andi tak ada aku mau pergi. Dimas pun pergi tak lagi menghiraukan Cindy.
Dilain tempat Zahra tak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi dengannya dirinya. Saat itu tiba tiba dia bangun tidur dan tengah mendapati dirinya tanpa busana hanya tidur berbalut selimut yang menutupi tubuhnya. Namun dia tak bisa menebak apa yang sedang terjadi. " apakah Dimas sudah menodai ku?. Bu Yulia benar aku memang harus bicara dengan Dimas. tak ada gunanya aku mengurung diri seperti ini. iya. aku harus bicara" katanya . kemudian dia mengambil ponselnya dari atas nakas. mencari cari kontak Dimas. setelah mendapatkan kontak itu dia tak lantas memencet tombol panggilan. Dia masih ragu. hanya memandanginya cukup lama. Akhirnya dia meneguhkan hati untuk menelpon.
"Bismillah... " dengan tangan gemetar kemudian dia menekan tombol panggilan.
" tut... tut... tut... " panggilan pun berdering. tak ada jawaban disana.
sementara di sana Dimas mendengar panggilan ponselnya yang berdering. Dia lekas mengambil ponsel di sakunya. melihat nama kontak rumahku Dimas pun tersenyum. Dimas memang sengaja memberi nama kontak Zahra dengan panggilan rumahku. Berharap bahwa Zahra kelak akan menjadi tempatnya untuk pulang, dikala lelah, dikala susah dan di kala senang.
Buru buru ia segera memencet tombol panggilan warna hijau. tak mau jika si pemanggil menunggu terlalu lama.
" halo Ra.. " Dimas menyapa si pemanggil dengan suara seraknya.
" Assalamu'alaikum mas" terdengar suara lirih lemah lembut di seberang sana.
" waalaikumsalam " jawab Dimas singkat.
" maaf mas, apa kita bisa bertemu? " terdengar suara Zahra begitu berat.
" ia Ra, tentu. kapan ? dimana? " tanya Dimas begitu antusias.
" di restoran yang dulu itu mas" kata Zahra.
" baiklah sekarang aku kesana" Dimas mematikan sambungan telponnya. lantas bergegas ke tempat yang telah di sebutkan Zahra.
duapuluh menit kemudian Dimas sudah ada di restoran yang disebutkan Zahra. Dia memasuki tempat itu menatap ke sekeliling. mencari di setiap sudut ruangan sosok gadis yang selama ini ia rindukan. Namun ia tak mendapatinya. hanya saja ruangan itu dipenuhi oleh pengunjung yang sama sekali tak ia kenal.
Dimas pun masuk dan mengambil tempat yang masih kosong. menunggu dan menunggu nya dengan sabar.
Dengan debaran hati yang tak karuan ia berusaha menunggu wanita pujaannya. apapun hasilnya nanti, apapun keputusannya dia akan Terima.
beberapa saat kemudian Zahra datang. Dia tak sendiri tetapi ditemani Aisyah sahabatnya.
Zahra dan Aisyah menghampiri Dimas. Dimas pun menyunggingkan senyuman.
Dimas memberikan tempat untuk Zahra dan Aisyah. Kemudian datang pelayan restauran menghampiri dan memberikan buku menu makanan restauran itu.
"aku mau pesen kopi pahit saja, kalian mau pesan apa? " Dimas memberikan buku menu pada dua gadis di hadapannya.
Aisyah mengambil buku menu tersebut " aku mau juz jeruk saja, kalau kamu Ra? "
" disamain saja sama kamu " katanya.
" makannya pesan apa?" tanya Dimas kemudian.
" tidak perlu mas, sebelum kesini kami sudah makan tadi" jawab Zahra.
" Baiklah mbak, pesannya itu saja" Dimas memberikan buku menu itu pada pelayan restoran itu, kamudian dia pun pergi.
Beberapa saat kemudian pelayan itu pun datang dengan membawa pesanan minuman.
ketiganya hanya diam. tak ada yang mau memulai untuk bicara.
Aisyah merasa tak nyaman dengan keberadaannya. " maaf ya Ra, aku mau ke toilet dulu, kebelet" Aisyah menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil tersenyum lebar.
Zahra hanya mengangguk saja sambil menatap punggung Aisyah yang berjalan menuju ke toilet.
" mas, sebenarnya apa yang terjadi waktu itu? kenapa aku... " suara Zahra tercekat tak bisa melanjutkan kata katanya sendiri. kepalanya tertunduk tak berani menatap lawan bicaranya. Terasa teramat sangat malu karena waktu itu tengah mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun. Dia merutuki dirinya sendiri kenapa sampai tak bisa mengendalikan diri. Merasa dirinya telah menjadi wanita yang paling terhina.
" Dengar Zahra, aku sudah katakan berkali kali tidak ada apapun yang terjadi. aku sama sekali tak menyentuhmu, percayalah padaku" Dimas berusaha meyakinkan gadis cantik itu.
" kalau memang kamu tidak menyentuh ku, lalu kenapa saat itu aku... " lagi lagi Zahra tak bisa melanjutkan kata katanya. merasa malu pada diri sendiri. matanya pun berkaca kaca.
Dimas tersenyum, dia mengerti kemana arah pembicaraan Zahra. Dalam kondisi seperti ini ia tak berani menggoda wanita pujaannya itu.
" Ra, kamu itu masih suci, aku tak mungkin berbuat sesuatu yang mana Tuhan belum mengijinkannya. aku akan melakukan itu semua jika kita sudah sah dibawah ijab qobul. apa kamu sama sekali tidak mengingat semua kejadian waktu itu? " Zahra hanya menggelengkan kepalanya.
" begini Ra, waktu itu aku mendapati kamu tengah terpengaruh obat perangsang dosis tinggi. kamu tak bisa mengendalikan diri" Dimas bercerita dengan antusias bagaimana waktu itu Zahra sangat bernafsu sekali. sudah tak ada lagi rasa malu maupun rasa takut.
**** flashback***
" mas ayolah mas jangan buat aku menunggu " Zahra kembali menggesek area intimnya ke paha Dimas" wajah Zahra sudah semakin pucat. tampak sekali dia sudah tak tahan ingin menuntaskan hasratnya.
" baiklah, tunggu sebentar ya Ra". Dimas melirik ke sudut ruangan ada sebuah tambang yang biasa ia gunakan untuk mengikat box di motornya.
" Dasar laki-laki loyo, gini aja lama banget" gerutu Zahra.
Dimas tak menanggapi ucapan Zahra, meskipun terasa menusuk hati. andai saja dia sudah sah, tentu saja dia akan melahapnya mentah mentah. apalagi melihat kondisinya saat ini tanpa sehelai benang. Sungguh itu semua adalah godaan iman yang terberat yang pernah ia rasakan.
Dimas mengambil tali itu. dan menyembunyikan di balik badannya. Zahra sudah tak sabar dia berbaring telentang di atas kasur. Dimas segera menghampiri Zahra tapi bukan untuk memeluk atau menciumnya melainkan meraih kedua tangan Zahra untuk segera diikat.
seketika Zahra terkejut melihat kedua tangannya diikat kuat. Dia mengumpat marah. "dasar laki-laki loyo, kalau kamu tak mampu memuaskan aku aku tak akan mau menikah denganmu. lepaskan aku mas. biarkan aku mencari pemuas lain kalau kamu tak sanggup mas" kemarahan Zahra meledak ledak. matanya melotot. Dadanya kembang kempis naik turun. dengan rahang yang mengeras. disaat yang bersamaan tiba-tiba Zahra tak sadarkan diri.
" maafkan aku Ra, hanya dengan cara ini aku bisa menghentikanmu. Ini lebih baik daripada kita melakukan dosa besar yang dilarang Tuhan dan menyesal dikemudian hari" batin Dimas.
Dimas segera menutup tubuh Zahra dengan selimut yang biasa dipakainya. kemudian dia melepaskan ikatan ditangannya dan ia pun keluar dan memgunci kamar kos itu dari luar.
Bersama dengan wanita cantik didalam kamar yang sama apalagi tanpa sehelai benang pun merupakan godaan Iman terberat sepanjang masa bagi Dimas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments