setelah selesai sholat berjamaah Magrib, Dimas keluar musholla segera mengganti pakaiannya dengan pakaiannya sendiri. Tak enak rasanya jika mengenakan pakaian yang bukan miliknya. ia kemudian melangkah keluar mushola menuju teras dan duduk di kursi. tak lama kemudian datang Zahra bersama anak kecil kira kira usianya lima tahunan.
"Assalamu'alaikum... mas Dimas". Zahra mengucapkan salam kemudian duduk di seberang tempat duduk Dimas, duduknya agak berjauhan. kemudian Zahra memangku anak kecil itu.
" waalaikumsalam Zahra " . jawab Dimas lirih. namun tatapan matanya tak lepas memandangi wanita cantik itu. "Begitu teduh rasanya hati saat memandang nya. apalagi jika aku bisa bersanding dengannya mungkin hidup akan berasa lebih indah". kata Dimas dalam hatinya.
" mas Dimas maaf ya saya panggil dengan sebutan mas. soalnya gak enak jika manggil nama saja, rasanya kurang sopan ya. saya yakin mas Dimas usianya di atas saya" .
oh ya mas Dimas kesini pasti nyari ponselnya ya?" . kata Zahra
" ia. apa ketinggalan disini? " tanya Dimas.
"ia ada. tadi sore saya sudah berusaha panggil mas Dimas, tapi mas Dimas kayaknya gak mendengar dan tetap pergi". Zahra menjelaskan.
" oh gitu ya? " Dimas menggaruk garuk tengkuknya yang tak gatal. merasa malu dia.
" sebentar ya mas, saya akan ambil dulu. adik Icha disini dulu ya temenin kak Dimas ya? kakak mau masuk ambil HP dulu. jangan nakal ya" . katanya lalu Zahra menurunkan Icha dari pangkuannya dan mendudukkan Icha di kursi pojokan yang terbuat kayu itu. dan diapun masuk ke dalam rumah.
" Hai adik Icha?" sapa Dimas pada Icha, semanis mungkin dia menyapa Icha, takutnya nanti malah membuat anak kecil itu menangis ketakutan.
" Hai juga kak? kakak pacalnya kak Jahla ya? "
sebuah pertanyaan terlontar dari bibir imut Icha meskipun dengan bahasa yang belum sempurna.
membuat Dimas gemes melihat tingkah anak kecil itu.
" emang kak Dimas boleh ya jadi pacarnya kak Zahra?" tanya Dimas gemas.
sedang Icha hanya mengangguk dan tersenyum sambil sesekali menggoyangkan kakinya yang bergelantungan di kursi.
tak lama kemudian Zahra pun kembali dengan membawa HP nya Dimas.
" ini mas hpnya, maaf ya tadi sore saya udah charger HP mas Dimas karena saya lihat lowbat. tapi mas jangan khawatir saya sama sekali tidak membuka hpnya. karena itu privasi mas" . Zahra memberikan ponsel itu pada Dimas dan Dimas pun menerima nya.
" maaf ya Zahra kayaknya saya belum bisa pulang, hujannya belum juga berhenti " . kata Dimas yang pandangan nya tak henti menatap ke halaman yang masih terlihat hujan. " saya merasa tak enak takutnya nanti mengganggu kenyamanan di sini" . lanjut Dimas.
" ia gak apa apa mas, kalau masih hujan mas juga boleh menginap disini " .
" hah, nginap? emang boleh? ". Dimas terperanjat, seraya menolehkan pandangan ke wajah Zahra.
" tentu saja boleh mas, tapi nanti tidurnya di musholla saja" . kata Zahra sambil terkekeh kecil.
" ya saya pikir tidur di dalam sana" . Dimas menunjuk ke dalam dengan isyarat kepalanya.
" maaf ya Zahra, boleh nggak saya bertanya hal hal pribadi sama kamu? " . tanya Dimas memberanikan diri. Dia ingin menyampaikan unek-unek di hatinya saat ini juga. tak mau menunggu esok atau lusa.
" bertanya soal apa mas? ". tanya Zahra mengernyitkan alisnya.
" kamu udah punya pacar apa belum ? ".
Dimas memberanikan diri bertanya. Dia harus memastikan dulu apakah Zahra masih sendiri apa sudah ada yang punya. takutnya jika perasaannya terlalu dalam ternyata Zahra sudah melabuhkan hatinya pada pria lain. lebih baik kecewa sekarang daripada terlalu berharap banyak tapi akhirnya kecewa juga.
Zahra tampak kikuk, jujur saja memang selama ini sudah banyak pria yang mendekatinya tapi tak pernah ia menghiraukan, ia lebih suka berteman saja daripada menyandang status pacar seseorang. karena Zahra selalu memegang prinsipnya bahwa ia tak akan pernah berpacaran kecuali dengan imamnya nanti. Dia mengalihkan perhatiannya dengan memangku Icha dan sesekali memainkan tangan anak kecil itu.
"maaf apa pertanyaanku mengganggu kamu? " tanya Dimas lagi karena terlihat dari expresi Zahra yang hanya diam.
" sekarang biar Zahra yang akan bertanya pada mas Dimas, kalau jawabannya ia kenapa? kalau belum kenapa? " . Zahra menjawab pertanyaan Dimas tanpa menatap lawan bicaranya. Zahra masih saja fokus dengan Icha seraya menciumi anak kecil itu.
Dimas tersenyum, melihat expresi Zahra yang terlihat menahan malu , Dimas yakin Zahra masih sendiri.
"karena aku mau pedekate sama kamu, takutnya ada yang marah". jawab Dimas dengan percaya diri.
" maaf mas, aku memang tidak punya pacar dan aku juga tidak mau berpacaran. jadi kalau mas Dimas mau pedekate dengan perempuan hanya untuk dijadikan pacar, mas salah orang " .
sebelum Dimas melanjutkan perkataannya, datang wanita setengah baya menghampiri mereka dengan membawa nampan berisi secangkir teh dan makanan kecil. Dia adalah Yulia ibu panti ditempat itu.
" assalamu'alaikum " sapanya dengan ramah.
"temannya Zahra ya? yuk diminum dan ini juga ada cemilan kecil, silahkan dinikmati". Yulia mempersilakan tamunya untuk menikmati hidangan. Yulia pun ikut duduk di samping Zahra dan tepat berhadapan langsung dengan Dimas. " " Icha mau kue ? " . tanyanya sambil mengambilkan satu cemilan yang terbuat dari ubi itu. dan Icha pun menerimanya.
" waalaikum salam " kata Dimas dan Zahra hampir bersamaan.
" Dia adalah Dimas bu, dia kurir yang tadi mengantarkan paket kita, tapi karena terburu-buru ponselnya ketinggalan disini. Dan dia kesini untuk mengambil kembali ponselnya. tapi karena hujan dia belum bisa pulang bu" . Zahra menjelaskan perihal kedatangan Dimas.
dan Dimas hanya mengangguk saja.
"oh begitu ya?. Kalau boleh tau nak Dimas darimana? ". tanya bu Yulia.
" saya asal Surabaya bu, dan saya di sini ngekost di wilayah simpang tiga" .
" saya tadi sempat mendengar percakapanmu nak Dimas yang bertanya apa Zahra sudah punya pacar apa belum? ". Zahra memang belum punya pacar, dia memang selalu menolak setiap ada lelaki yang mendekatinya bahkan tak sedikit juga yang sudah bersiap untuk menjadikannya istri. sekarang usianya sudah duapuluh tahun tapi dia selalu menolak dengan alasan masih ingin mengabdikan diri untuk mengajar anak-anak di madrasah di ujung jalan sana". ibu panti itu menatap anak asuhnya dengan senyuman.
" bu, jodoh itu sudah ada yang atur. Zahra masih betah sendiri. Zahra juga bahagia bisa mengabdikan diri dengan mengajar anak-anak, setidaknya ilmu Zahra berguna buat orang lain " .
Zahra menggenggam tangan bu Yulia dengan erat. Dia tau perasaannya karena Zahra selalu menolak setiap lamaran yang datang. ibu Yulia pasti sedih dan berharap semua anak asuhnya mendapatkan hidup yang lebih baik di kedepannya nanti.
Dimas merasa terharu mendengar perbincangan itu. Begitu mulya hati Zahra membuat Dimas semakin memantapkan hatinya untuk melabuhkan cinta terakhirnya pada Zahra.
seperti yang di katakan bu Yulia bahwa tak sedikit laki-laki yang datang untuk melamar Zahra, jadi semakin berat pula saingannya nanti. Entah Zahra akan menerimanya atau tidak. yang penting mencoba saja dulu. Siapa tau jodoh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Silvi Aulia
aku udah mampir kak
jangan lupa untuk mampir di novel ku ya kak 🤗
2023-07-28
1