Masa Sekarang Tahun 2020
"Kak Bin, aku pulang ya!" ucap Vhy.
"Kemana kau pulang, Vhy?" tanya Manajer Hanbin.
"Aku pulang ke rumah. Mana enak sendirian di apartemen!" goda Vhy.
"Ah, sialan!" spontan Manajer Hanbin. "Yasudah, hati-hati."
"Oke, sampai jumpa, bro!" pamit Vhy sambil pergi.
Vhy naik ke dalam mobil Van yang mengantarnya. Ia mengambil ponselnya untuk memberi tahu Yea bahwa ia akan pulang. Sebelum pulang, Vhy singgah ke toko minuman untuk membeli sampanye dan merayakan bersama Yea.
Toko itu terkenal karena menjual minuman mahal dan berkualitas. Vhy terlihat sedang membayar minumannya. Tiba-tiba, kasir di toko itu meminta tanda tangannya.
"Kak Vhy, bolehkah saya minta tanda tangannya?" ucap kasir dengan harap.
"Tentu," kata Vhy sambil mengambil kertas dan pena yang disodorkannya. "Terima kasih banyak, Kak Vhy," ucap kasir dengan senang.
Vhy tiba di apartemennya. Ia menekan bel dan memasukkan kode keamanan rumahnya, lalu masuk ke dalam.
"Sayang!" panggilnya dengan sedikit berteriak. "Kamu ada di mana?"
"Aku di dapur, sayang!" Yea muncul dari balik pintu dapur.
Vhy sudah mencium aroma yang sangat sedap dari sana. Ia menarik nafas panjang lalu mendekati istrinya yang sangat dirindukannya.
Vhy meletakkan minuman yang dibelinya di meja dapur. Lalu ia mendekati Yea dan memeluknya dari belakang, mencium pipinya.
"Sayang, aku merindukanmu," ucapnya sambil mendekap Yea di punggungnya.
"Jangan sentuh aku, Kak Vhy. Kamu belum mandi, bau. Mandilah dulu!" perintah Yea. Sejak kehadiran Baby Vhy, Yea sangat memperhatikan kebersihan dirinya agar buah hatinya tetap sehat.
Vhy melepas pelukannya. "Apa yang kamu masak, sayang? Oh, ikan dari Mama Suri, ya?" tanya Vhy, teringat bahwa mertua dan ibunya datang beberapa hari yang lalu.
"Iya, Kak. Aku sedang memotongnya untuk kita panggang," jelas Yea.
"Baiklah, Kakak mandi dulu ya."
Vhy masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Sementara itu, Yea melihat bungkusan yang dibawa Vhy dan memeriksanya.
"Kak Vhy membawa apa?" tanya Yea.
"Wah, sudah lama juga aku tidak minum ini," gumamnya sendiri.
"Kenapa Tuan satu ini romantis banget sih! Dia ingin membuat makan malam ini terasa seperti pesta, hihi," Yea tersipu dengan imajinasinya.
Setelah membersihkan dirinya, Vhy berjalan masuk ke dalam kamar yang tidak lain adalah kamar Baby Vhy. Ia mengusap-ngusap kepalanya yang basah sambil melihat Baby Vhy yang tertidur, lalu tersenyum.
Vhy mendekati putra kecilnya dan mencium pipinya dengan lembut. "Apa kabar, jagoan Papa? Papa sangat merindukanmu. Kenapa kamu tidur begitu cepat, sayang? Oh, mungkin Papa yang pulang terlambat,"
“Lihatlah pipimu bulan dan lucu sekali seperti mamamu,” ucapnya sambil mengelus lembut
Di dapur, Yea mengambil segelas air dan tiba-tiba terbatuk. "Uhuk-uhuk. Mengapa tiba-tiba aku batuk? Apakah ada yang membicarakan aku?" gumam Yea.
"Kalau Papa libur kerja, nanti kita bisa pergi liburan bersama, ya sayang?" kata Vhy setelah lama berbicara dengan Baby Vhy.
Yea berdiri di ambang pintu dan memanggil Vhy, "Sayang, semuanya sudah siap," ucapnya.
"Oke," jawab Vhy.
"Papa dan Mama akan makan malam dulu, ya. Tidur yang nyenyak dan mimpi indah, sayang Papa," ucap Vhy sambil mencium Baby Vhy dan pergi untuk menemui Yea.
"Yea, ayo kita makan di balkon!" ajak Vhy.
"Kakak yang akan membawa ini ke sana, siapkan saja kursi untuk kita sayang"
"Oke, sayang," balas Yea.
Kini, pasangan itu berada di balkon sambil memanggang ikan, udang, dan cumi-cumi. Mereka menikmati momen tersebut diiringi angin malam yang cukup bersahabat, sambil meneguk segelas bir yang menambah kehangatan momen itu.
"Yea, cobalah ini, sudah matang," ucap Vhy sambil menyodorkan hasil panggangan kepada istrinya.
"Hmm, enak. Rasanya pas dan asinnya juga pas. Menurutmu, bagaimana, Kak?" tanya Yea.
"Sudah cukup bagus," setuju Vhy dengan pernyataan Yea.
Mereka pun menyantap makan malam dengan penuh sukacita, melepas rindu akan momen bersama di rumah. Bintang-bintang mulai muncul di langit, meskipun tidak terlalu banyak.
Vhy kembali masuk ke dalam rumah dengan membawa selimut dan sweater di tangannya. "Yea, pakailah ini," kata Vhy sambil memberikan selimut dan sweater tersebut kepada Yea.
"Nanti lama-lama akan dingin. Sepertinya kita akan cukup lama di sini," jelas Vhy.
"Memangnya mau ngapain kita di sini lama-lama?" tanya Yea.
"Memadu kasih," jawab Vhy spontan.
"Ja-Jangan bercanda, Kak Vhy. A-Aku tidak mau melakukannya... terbuka seperti ini," bantah Yea gugup.
"Haha, tenang saja. Kakak hanya bercanda. Mana mungkin kita melakukan hal seperti itu di tempat terbuka. Suamimu ini masih waras, Yea. Ini bukan seperti yang ada di film-film yang tidak masuk akal," ucap Vhy sambil tertawa geli, mengingat respons gugup Yea.
Yea hanya tersenyum kecil dan menuangkan bir yang dibeli suaminya ke dalam gelas. "Bagaimana pekerjaanmu, Kak? Apakah berjalan dengan baik?" tanya Yea.
"Baik, tidak ada kendala. Penjualan album kakak juga cukup bagus," balas Vhy.
"Lalu, bagaimana dengan berita kencan itu?" Vhy diam sejenak, mengambil segelas air berisi bir yang sudah dituangkan sebelumnya, lalu meminumnya sambil menelan makanan yang sudah dikunyahnya.
"Agensi sudah mengurusnya dengan cepat," jawab Vhy.
Yea hanya diam, menatap Vhy seolah sedang menunggu jawaban. Vhy membalas tatapan Yea, ia mengetahui apa yang ingin didengar Yea.
"Saat itu Kakak sedang keluar untuk pergi merokok di taman agensi. Tiba-tiba Xolar datang, sepertinya dia sedang jenuh dengan aktivitasnya yang padat. Dia bercerita banyak hal tentang agensinya yang tidak memberinya waktu untuk berlibur."
"Karena dia terlihat sedih, jadi Kakak berusaha menghiburnya. Itu refleks Kakak mengusap kepalanya."
"Dan besoknya berita itu keluar. Bisa-bisanya paparazzi masuk ke halaman agensi, padahal batas orang asing masuk hanya sampai gerbang depan."
"Aku ingin mengatakan ini, tapi takut memfitnah Kak," ucap Yea ragu.
"Apa itu, sayang?" tanya Vhy.
"Sepertinya ada orang dalam yang memanfaatkan momen itu untuk dijual ke media, Kak," jelas Yea.
"Ya, Kakak juga berpikir seperti itu. Itulah mengapa banyak orang yang sulit Kakak percayai di sana, Yea," ungkap Vhy.
"Sebaiknya jaga ponsel dan barang pribadi ,Kakak, dengan baik. Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi jika sampai kecolongan," kata Yea.
"Iya, sayang. Untuk itu, Kakak selalu percayakan kepada manajer Hanbin. Karena dialah orang yang paling dekat dengan Kakak dan yang bisa Kakak percaya," ungkap Vhy.
Mereka melanjutkan memakan hasil panggangan mereka. Vhy membolak-balik panggangan dan melihat ada rambut di sana. Ia mengambilnya. Rambut panjang tersebut ternyata rambut Yea yang tidak sengaja jatuh, tetapi Vhy tidak mempermasalahkannya.
"Mama dan Mama Suri bicara apa saja denganmu, Yea?" tanya Vhy.
"Seperti biasa, mereka menanyakan kabar kita, lalu mengecek Baby Vhy dan perlengkapan dapur kita."
"Itu lucu sekali, Kak. Kita seperti mahasiswa yang sedang ngekos, lalu dibawakan banyak belanjaan untuk stok," ucap Yea, terbata-bata, merasa lucu dengan sikap kedua ibu mereka.
Saat Yea sedang menjelaskan, tiba-tiba Vhy merasa jarak antara mereka terlalu jauh. Ia meminta Yea untuk mendekat.
"Sayang, sepertinya kita duduk terlalu jauh," kata Vhy sambil menarik kursi Yea agar lebih dekat dengannya. Vhy menariknya sambil tetap duduk di kursinya. Meskipun sedikit terhambat karena beratnya, ia berhasil membuat Yea mendekat tanpa harus berdiri.
"Sayang... sepertinya berat badanmu naik," kata Vhy.
"Apa? Kakak mengatakan bahwa aku gemuk?" tanya Yea, merajuk.
"Tidak, bukan seperti itu, Yea, sayang," kata Vhy, sambil menggaruk kepalanya meskipun tidak gatal.
"Bukan begitu, sayang. Kakak hanya mengatakan bahwa berat badanmu sepertinya naik. Kakak tidak bilang bahwa kamu gemuk," jelaskan Vhy.
Yea hanya diam, cemberut, sambil menyilangkan kakinya dan menggoyang-goyangkan gelas bir di tangannya.
"Yea..." panggil Vhy dengan lembut.
"Mengapa kamu merajuk? Padahal Kakak sangat suka dengan tubuhmu sekarang. Terlihat lucu dan seksi," goda Vhy.
"Jangan cemberut, nanti hilang cantikmu," godanya lagi.
"Aku kemarin menimbang berat badanku, naik 7 kilo setelah melahirkan, Kak. Dari 50 menjadi 57. Padahal dulu saat gadis berat badanku cuma 44 kg," curhat Yea, ingin kembali seperti dulu mengingat berat badannya bertambah setelah melahirkan.
"Jangan memasang wajah seperti itu, sayang. Kakak tidak mempermasalahkan berat badanmu. Yang terpenting, kamu sehat dan bahagia," Vhy mencoba menghibur.
"Apa memang begitu?" sindir Yea.
"Ya harus!?" balas Vhy.
"Bukankah dulu kamu senang meledek ku karena gendut, Kak Vhy?"
"Ah, itu? Itu kan masa lalu. Lagian kita masih anak-anak, jadi maklumi saja," jelaskan Vhy sambil mengambil rambut Yea yang terjatuh di bahunya.
"Anak-anak? Usia 13 tahun sepertinya sudah remaja, bukan?!" sindiran Yea lagi, lalu ia minum bir di tangannya.
"Yea..." panggil Vhy dengan lembut.
"Apa kamu bosan tinggal di rumah terus?" tanya Vhy mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Pasti bosan, Kak, tapi setiap melihat Baby Vhy tertawa, seolah-olah duniaku kembali bersemi," balas Yea dengan senyuman.
Vhy membelai rambut Yea dengan penuh kasih sayang, lalu mendekapnya dan menuntun tubuhnya untuk bersandar di dadanya yang bidang.
Dalam kedamaian rumah mereka yang hangat, Vhy memutuskan untuk memeluk perubahan itu dengan tangan terbuka, siap menjalani setiap langkah hidup mereka dengan Yea. Karena tak ada yang lebih berharga daripada keluarga, dan tak ada yang lebih kuat daripada cinta yang mengikat mereka berdua.
"Kakak akan mengatur jadwal liburan kita, jadi tunggulah, Yea."
"Kehidupan kita memang diselimuti dengan kesabaran dan keikhlasan. Jadi jangan berputus asa untuk terus mempertahankan kebahagiaan, sekecil apapun itu," ucapnya dengan penuh makna, sambil mengelus rambut panjang istri tercintanya.
Yea pun bangkit dari posisi sandarannya. "Kak, sebentar aku akan mengecek Baby Vhy dulu," kemudian ia berjalan dan masuk ke dalam rumah.
Vhy menatap kepergiannya sejenak, lalu saat hendak mengambil botol bir untuk menuangkan lagi, air matanya terfokus pada rambut yang jatuh di lengan sweaternya yang berwarna putih.
"Sudah tiga kali aku melihat rambut Yea yang jatuh." tanyanya dengan sedikit kekhawatiran.
—
Ada apa dengan Yea?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments