"Bagaimana?"
Alina memutar tubuhnya memperlihatkan dress pendek berwarna biru malam pada Nina di hadapannya.
Nina mengangguk, "sangat cocok dengan mu!"
"Tapi apa benar sebagus itu?" Tanya Alina ragu.
"Kau harus percaya dengan apa yang kukatakan Alina. Kau sangat cocok dengan dress itu, apalagi ditambah dengan sepatu hak itu yang nampak tidak terlalu tinggi!"
Alina diam sembari tersenyum mendengar perkataan sahabatnya itu entah mengapa ia jadi tersipu malu.
"Entah mengapa aku jadi gugup Nin." Alina sembari memegang dadanya.
"Gugup karena akan menikah dengan om-om buncit?" Ejek Nina.
"Nina! Jangan doakan yang buruk seperti itu dong!" Kesal Alina sambil menyilangkan tangannya.
"Hehe ... Maaf Alina tapi aku tidak bisa membayangkan kalau hal itu beneran terjadi."
"Udah Nin jangan dibahas lagi, bikin aku makin takut aja."
Nina tertawa kecil sambil mengelus-elus pundak sahabatnya itu. Setelah puas dengan belanja hari ini keduanya berniat untuk pergi menuju Cafe untuk mengisi perut.
***
"Ellen bisakah tidak datang terus kemari?" Ucap Liam dengan ekspresi dingin dan sedikit kesal.
"Ada apa Liam? Aku kemari hanya untuk melihat mu. Lagipula aku tidak sering melakukannya" Jawab Ellen.
"Aku tau itu! Tapi kau harus tau Ellen ini perusahaan bukan tempat umum yang bisa kau masuki sepuasnya!" Jelas Liam.
Ellen diam ia sama sekali tak perduli dengan apa yang Liam katakan, ia tak perduli meski Liam akan memarahinya asalkan bisa bertemu dan melihat wajah pria idamannya itu tidak masalah.
"Aku tau Liam ... Dan seperti yang kau tau aku merupakan perwakilan ayah jadi bisa dibilang rekan bisnis mu juga. Dan apa masalahnya jika aku datang kemari, aku hanya menjalankan pekerjaan yang ayah berikan, itu saja." Jawab Ellen tanpa merasa bersalah.
"Bukankah kau tak perlu melakukan hal seperti itu terus? Kau bisa menelpon ku untuk hal kecil seperti ini!"
"Aku hanya tidak ingin ada kesalahan informasi, maka dari itu aku berniat datang saja ke perusahaan mu untuk menyampaikannya." Ucap Ellen tak mau kalah.
Liam menghela nafasnya dengan kasar sembari memijat ringan pelipis matanya. Jika saja wanita di hadapannya ini adalah seorang pria sudah pasti Bogeman mentah akan melayang.
"Terserah diri mu saja Ellen, tapi ingat satu hal lagi jika kau datang usahakan jangan menganggu ku!"
Liam berjalan pergi meninggalkan Ellen di hadapannya, ia sudah muak jika harus terus berbicara pada Ellen yang sama sekali tak mendengar kan ucapannya.
"Sial! Bagaimana bisa Tuan Alexa punya anak perempuan seperti itu!" Gerutu Liam kesal.
Jika saja bukan karena hubungan keluarga Liam dan Tuan Alexa yang baik, sudah dari lama Liam akan memutuskan kerja sama ini agar bisa menendang Ellen yang selalu mendatanginya.
Beberapa saat setelah Liam sampai di ruangan kerjanya, tiba-tiba dering ponsel berbunyi dari meja kerjanya.
"Halo Bunda?"
"Halo Liam. Bagaimana dengan pekerjaan mu hari ini?"
"Bunda tenang saja semuanya baik-baik saja. Apa bunda menelpon Liam untuk membicarakan soal pertemuan nanti malam?"
Suara helaan nafas terdengar dari telpon itu, Sang Bunda nampak senang mendengar Liam yang masih mengingat hal itu.
"Itu benar Liam, sebenarnya bunda menelpon kamu cuma buat ngingetin hal itu."
"Bunda tenang saja Liam ingat." Balas Liam.
"Baguslah kalau begitu, maaf jika bunda menganggu pekerjaan mu."
"Tidak masalah bunda, bunda tenang saja hari ini Liam akan pulang lebih cepat." Ucap Liam dengan suara lembut.
"Hmm... Baiklah kalau begitu jangan sampai telat sayang..."
Panggilan berakhir Liam kembali menghela nafasnya sambil merilekskan tubuhnya, entah mengapa rasanya hari ini begitu berat. Hari ini saja Ellen sudah menganggu nya dan malam ini soal pertemuan kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Sri Rochanawati
bagus
2023-07-09
0