"Apa! Kamu bakalan nikah?"
Dengan cepat Alina segera menutup mulut sahabatnya itu dengan tangannya.
"Ssssst! Jangan keras-keras Nin!" Ucap Alina sambil melirik sekitar takut ada yang mendengar.
"Maaf Lin ... Tapi aku benar-benar kaget, dan bagaimana bisa?"
"Em ... Ceritanya panjang." Ucap Alina dengan raut masam.
Alina segera menceritakan semuanya pada Nina penyebab mengapa ia harus menerima pernikahan ini.
"Astaga Alina ... Kenapa bisa hal seperti itu bisa terjadi? Dan kamu juga bukanya ngasih jawaban malah diam aja."
"Aku lupa Nina ... Kamu tau sendiri kan gimana sibuknya aku akhir-akhir ini?" Balas Alina membela diri.
"Ya ... Terus bagaimana? Mana mungkin kan kamu tiba-tiba bilang sekarang kalau kamu tidak setuju dengan pernikahan itu?"
Alina diam sejenak ia membenamkan bibirnya dalam-dalam sambil berusaha memikirkan sesuatu.
"Iya juga sih ... Tapi aku harus gimana Nina? Aku masih belum siap nikah. Ditambah aku nggak tau calon suamiku itu seperti apa, bisa aja om-om buncit!"
Nina diam sejenak sambil menahan tawanya, ia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika yang dikatakan Alina itu benar tentang menikah dengan om-om buncit.
"Haha! Mungkin yang kamu katakan benar Lin!" Ejek Nina.
"Nina! Nggak lucu tau candaannya!" Alina menyilangkan tangannya sambil menggembungkan pipinya.
"Maaf Lin ... Tapi memangnya kamu beneran belum pernah liat calon suami kamu seperti apa?"
Alina menggelengkan kepalanya dikarenakan memang ia sama sekali belum pernah melihat pria yang akan menjadi suaminya itu.
Namun disisi lain Alina juga ingat semalam Mommy nya berkata bahwa mereka hari ini akan melakukan pertemuan dengan keluarga si pria.
"Tapi semalam Mommy bilang ... Malam ini ada pertemuan dengan keluarga calon suamiku, dan bisa aja malam ini aku bakalan tau seperti apa tampang pria itu!"
"Kalau begitu itu bagus, jadi kamu bisa tau seperti apa tampangnya dari pada cuma menduga-duga."
Alina mengangguk pelan tanda ia setuju dengan ucapan sahabatnya itu.
"Kalau begitu nanti pulang kerja, gimana kalau kita ke toko baju?"
"Ngapain kita ke toko baju?"
"Aduh Alina ... Ya buat pertemuan kamu nanti malam. Kamu harus datang dengan keadaan semaksimal mungkin dong!" Ucap Nina menasihati sahabatnya.
Alina kembali mengangguk tanda ia setuju, ia tak protes karena yang dikatakan Nina benar juga. Meski saat ini ia masih belum tau seperti apa pria yang akan menikah dengannya, namun tidak ada salahnya berpenampilan menarik.
***
"Ellen aku bisa sendiri."
Ellen tak perduli ia tetap membetulkan dasi Liam yang nampak tidak simetris dan sedikit miring kepinggir.
"Tenang aja cuma benerin dasi kok." Sahut Ellen sembari tersenyum manis.
Beberapa orang nampak melihat aktivitas itu, tapi semuanya hanya diam dan seolah sudah terbiasa dengan yang mereka lihat.
Ellen Lorenza wanita cantik yang selalu mengejar-ngejar cinta Liam. Ellen bisa dibilang memiliki hal yang bagus dalam karirnya, apalagi dirinya merupakan seorang aktris yang sedang naik daun saat ini.
Popularitas yang besar tidak lain dikarenakan identitas sang ayah yang merupakan seorang pebisnis terkenal juga. Memiliki koneksi yang luas, bukanlah hal yang sulit untuk Ellen meraih mimpinya.
"Seperti biasa Ellen selalu mencari perhatian." Ucap Nina yang seolah tak suka.
"Biarkan saja mereka, selagi tidak merugikan kita tidak masalah." Balas Alina berlalu pergi meninggalkan pemandangan di hadapannya.
"Bukankah Pak Liam sudah sering menolaknya. Kenapa dia masih saja mengejar-ngejar pria itu?" Tanya Nina penasaran.
"Entahlah, padahal dia bisa mendapatkan pria yang lain. Malahan kelakuannya terlihat seperti seorang pengemis." Jawab Alina tersenyum kecil.
Keduanya hanya tertawa kecil membicarakan itu sembari melihat sekeliling, takut jika ada yang mendengar hal itu.
"Jangan keras-keras Lin! Nanti kedengaran bisa ditendang kita dari perusahaan!" Seru Nina sembari tersenyum kecil.
Alina hanya tersenyum kecil sambil menutup mulutnya. Apa yang dikatakan Nina ada benarnya, bisa gawat jika ada yang mendengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments