Setelah satu Minggu sebelumnya Alina tinggal bersama dengan Liam, entah mengapa rasanya semua yang terjadi menjadi biasa, dan tak ada rasa canggung lagi seperti sebelumnya.
Alina nampak sibuk dengan masakannya di dapur, sementara itu Liam sedang sibuk pula dengan layar laptopnya. Apalagi beberapa hari ini nampaknya jadwal semakin sibuk.
Setelah selesai memasak Alina segera menaruh dan menyiapkan semuanya di atas meja. Sementara Liam masih fokus dengan pekerjaannya, sebelumnya akhirnya ia berhenti saat melihat makanan telah siap.
Alina segera mengambilkan nasi dan lauk di keatas piring Liam, mengingat hal itu sudah menjadi kebiasaan meski mereka baru seminggu tinggal bersama.
Keduanya segera memakan makanan di hadapannya, tidak ada perbincangan di meja makan. Mungkin dikarenakan hal ini masih baru, mengingat sebelumnya keduanya makan ramai-ramai dan sekarang hanya berdua.
"Apa sebaiknya kita menyewa pembantu?" Tanya Liam sambil menyuapkan sesendok makanan.
Alina menggelengkan kepalanya menolak usulan Liam.
"Tidak perlu, aku sendiri baik-baik saja melakukan semuanya." Balas Alina.
"Apa kamu tidak lelah mengurus semuanya sendiri? Bukankah akan lebih baik jika ada yang membantu mengurus rumah."
Alina diam sejenak, entah mengapa selama beberapa hari ini sifat Liam sedikit demi sedikit berubah, meski tidak berubah secara drastis namun dapat Alina ketahui.
Apalagi sebelumnya Liam terlihat begitu cuek seolah tidak perduli dengan sekelilingnya, namun entah mengapa akhir-akhir Liam menjadi sedikit lebih perhatian meski hanya perhatian kecil.
"Tidak, aku lebih suka mengurus semuanya sendiri tentu saja aku berkata seperti ini karena aku mampu melakukannya."
Liam menganggukkan kepalanya ia tak akan memaksa jika memang itu yang Alina inginkan, lagipula selama Alina mampu sepertinya tidak masalah.
"Baiklah tapi jangan terlalu memaksakan dirimu." Jelas Liam masih dengan ekspresi datarnya.
"Terimakasih, tapi boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Alina kembali.
"Tanyakan." Sambil meminum air.
"Apa kau tidak masalah dengan pernikahan kita?"
Liam terdiam sambil memandang intens wajah Alina di hadapannya.
"Tidak." Jawab Liam singkat sembari membersihkan mulutnya dengan tisu.
"Maksud ku bukankah seharusnya kau memiliki seseorang yang kau cintai diluar sana?" Tanya Alina lagi lebih dalam.
"Kau tenang saja akan hal itu, wanita itu sudah tidak ada. Dan jika ia masih ada sudah pasti pernikahan kita tidak akan terjadi."
Alina memikirkan apa yang Liam katakan meski sebenarnya setelah pernikahan ini, membuat Alina memikirkan sesuatu mengenai seseorang yang bisa saja adalah wanita yang Liam cintai.
Namun mengingat Alina yang menikah dengan Liam entah mengapa, Alina merasa bahwa sebenarnya ia hadir sebagai perusak antara Liam dan Wanitanya.
"Maaf." Satu kata yang tiba-tiba keluar dari mulut Alina meski ia sendiri tak paham dengan perasaannya.
Liam mendongak keatas melihat wajah Alina saat ini, ia juga paham apa yang tengah Alina pikirkan juga.
"Jangan menyalahkan dirimu, kita sudah menikah dan jangan terlalu memikirkan sesuatu yang sudah terlewati."
Alina mengangguk ia berusaha menerima perkataan Liam meski rasanya sedikit mengganjal di hati.
"Liam..." Panggil Alina pelan.
"Em?" Sahut Liam yang hendak pergi dari meja makan.
"Jika nanti kau menemukan seseorang yang kau suka, aku ikhlas..."
"Jangan khawatir tentang itu, karena nanti aku hanya akan menyukai mu." Potong Liam yang berlalu pergi meninggalkan Alina.
Mendengarnya membuat Alina sedikit berdebar dengan kata menyukai itu. Alina sendiri tidak tau apakah itu hanya omong kosong Liam atau memang kenyataannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments