Birthday Party

Dengan tawa yang lebar dan wajah yang berseri seri, Cesslyn masih membagikan kartu undangan ulang tahunnya yang akan dilaksanakan malam ini. Saat ini ia tengah mencari keberadaan Chenle, karena satu satunya teman yang belum mendapatkan kartu undangan itu adalah Chenle.

Cesslyn berjalan kesana kemari untuk mencari keberadaan laki laki bermarga Zhong itu. Hingga gadis itu menemukan Chenle yang tengah berbincang sembari mengerjakan tugas bersama dengan Renjun di kantin.

"Dicariin dimana aja ternyata ada disini. Nih, birthday card. Dateng ya, nanti malam." Setelah mengatakan itu, Cesslyn berlalu meninggalkan dua laki laki berdarah China yang sedang berkutat dengan rumus-rumus matematika.

Renjun membuang nafas kasar. "Males banget sebenenrnya mau dateng. Ya, tapi mau gimana lagi, masa nggak dateng, kan udah di undang." Renjun menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi.

"Dateng aja lah, banyak makanan." Chenle terkekeh. "Oh iya, bawa kado apa lo?" tanya Chenle.

"Nggak tau," jawab Renjun malas.

"Pulang sekolah cari kado gimana?" usul Chenle yang jelas ditolak oleh Renjun. Hari ini, pulang sekolah, Renjun sudah berniat dalam hatinya untuk mengunjungi Yoora lalu Jaemin.

"Gue mau ke rumah Yoora nanti," ujar Renjun yang lantas membuat Chenle yang sedang menyantap makanannya tersedak

Uhukk uhukk

"Pelan pelan dong!" Renjun menepuk nepuk punggung Chenle, kemudian memberikan sahabatnya itu air putih.

Setelah menenguk setengah botol air putih yang Renjun berikan, Chenle berkata, "Ngapain lo ke rumah Yoora?"

"Pengen lihat kondisinya aja sih. Sama itu, gue ajak ngomong dikit dikit lah, biar dia nggak terpuruk banget sama traumanya," ujar Renjun.

"Tapi biasanya ya, orang kayak gitu tuh kalo kasusnya masih hangat gini, dia pengennya sendiri." Ada benarnya juga ucapan Chenle. Yoora pasti masih butuh kesendirian, tapi Renjun juga tidak bisa membiarkan Yoora berlama-lama dalam ke sendiriannya, takut jika gadis itu melakukan tindakan menyakiti diri yang bisa saja berakhir bunuh diri.

"Terus gimana? Gue cuma takut aja sih kalo dia kenapa kenapa," ujar Renjun sembari menghela napas panjang.

"Ya nanti aja, kalo sekiranya Yoora udah bener-bener siap buat ketemu dan interaksi lagi sama orang. Harusnya lo ngerti lah, gimana traumanya dia. Dia pasti nggak akan mau ketemu sama lo, atau siapa pun itu," jelas Chenle yang membuat Renjun mengangguk paham.

"Tapi gimana kalo nantinya Yoora berusaha buat mengakhiri-"

"Nggak usah mikir aneh-aneh. Udah, itu selesain tugas lo!" Chenle menepuk kepala Renjun menggunakan buku catatan yang ia gulung.

Renjun mengaduh kesakitan, sebenarnya tidak sakit, hanya saja bersikap sok dramatis agar Chenle merasa bersalah kepadanya. Hahaha.

...🕊🕊🕊...

"Yoora nggak mau, Pa!" Gadis itu terus menangis sembari memohon kepada sang Papa agar dirinya tidak ikut di acara ulang tahun Cesslyn.

Satu fakta menarik tentang Yoora dan Cesslyn. Keduanya adalah sepupu. Sepupu yang tidak terlalu akrab dan cenderung saling tidak suka satu sama lain.

Plakkk

Papa menampar Yoora karena tidak tahan dengan kemarahannya karena sedari tadi Yoora terus bersikeras untuk tidak datang ke acara ulang tahun Cesslyn.

Bukan apa-apa, Yoora hanya masih benar-benar takut untuk bertemu dengan banyak orang.

"Cesslyn itu sepupu kamu! Keponakan Papa! Anak dari adek Papa. Kamu mau tidak datang, hm? Itu tidak sopan namanya! Sudah diundang tapi tidak mau datang!" bentak Papa yang membuat Yoora semakin stres.

"Papa.. Yoora cuma takut.." lirihnya.

"Salah siapa kamu berbaur dengan laki-laki sialan itu. Tersebar kan vidio kamu!" Laki laki yang dimaksud mungkin adalah Jaemin.

"Pa, stop! Pokoknya Yoora nggak mau datang ke acara ulang tahun Cesslyn!" Yoora berteriak, sungguh, ia benar-benar tidak mau datang ke acara itu. Ia takut dipermalukan, membayangkannya saja Yoora sudah merasa sakit. Bagaimana jika ia benar-benar harus datang?

"Jangan membantah ucapan Papa atau kamu Papa pukul lagi?!" tekan Papa sembari berancang-ancang hendak memukul Yoora.

"Papa.." Yoora menggeleng gelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran Papa tirinya itu.

"Ganti baju sekarang!" bentak Papa.

"Yoora nggak mau, Pa!" Yoora ikut meninggikan suaranya.

Tangan Papa mencekeram dagu Yoora sembari menatap anak tirinya itu dengan tatapan mengintimidasi. "Jangan ngebantah!"

Pa.. sekali ini aja. Yoora pengen ngebantah permintaan Papa, sekali aja, Pa.. Yoora capek.. Jika bisa, Yoora tidak ingin mengatakan itu lewat batin ingin ia berteriak sekencang kencangnya di hadapan sang Papa untuk mengatakan itu.

Papa mendorong Yoora hingga gadis itu tersungkur di atas lantai. "Papa tunggu kamu di mobil, cepat siap siap sekarang!" Sembari mengatakan itu, laki laki berkepala Lima itu berjalan meninggalkan Yoora.

Yoora meremas ujung baju yang ia kenakan untuk melampiaskan semua rasa sakit yang menjalar dalam hatinya. "Jahat! Yoora benci sama Papa! Yoora benci semuanya!" Beralih tangan gadis itu memukul mukul lantai rumahnya hingga meninggalkan bekas merah pada jemari jemarinya.

...🕊🕊🕊...

Acara ulang tahun malam ini terlaksana dengan sangat mewah. Di dalam gedung dengan hiasan hiasan indah. Membuat siapa saja yang melihatnya pasti ternganga akan kemewahannya. Saat ini, sudah banyak teman-teman Cesslyn dari sekolah maupun luar sekolah yang datang, gadis itu menyambut teman-temannya di dekat pintu gerbang dengan senyum manisnya.

Hingga senyum manisnya itu berubah menjadi senyum menjengkelkan saat ia berpas-pasan dengan Yoora. Cesslyn seakan memberikan senyum meremehkan kepada Yoora. Cesslyn menatap Yoora dari atas ke bawah, malam ini, gadis itu nampak sangat cantik dengan dress putih semata kaki yang membalut tubuhnya, juga dengan rambut yang dibiarkan terurai. Sangat cantik dan elegan. Membuat sedikit perasaan dengki tercipta pada hati Cesslyn.

Sebenarnya Cesslyn pun tak kalah cantik. Dia dengan dress merah jambu, rambut yang terurai keriting juga sepatu kaca berwarna senada dengan baju yang membuatnya terlihat begitu indah.

Namun, yang namanya Cesslyn tetaplah Cesslyn. Dari dulu, ia selalu merasa iri kepada Yoora.

Yoora yang melihat Cesslyn menyapanya dengan tidak ramah, ia pun tak ambil pusing, ia melewati Cesslyn begitu saja tanpa menyapa dan hanya menatap sekilas saja.

Semua pasang mata kini menatap Yoora sembari sesekali berbisik pada teman sebelahnya. Sungguh, Yoora benar-benar merasa tidak nyaman pada situasi seperti ini. Biasanya, jika hatinya merasa tidak tenang, ketika ada Jaemin, rasa tak nyaman itu seakan hilang, lenyap entah kemana. Namun sekarang, baginya, Jaemin bukan lagi penenang, tapi pemberi luka terbesar yang pernah ia terima semasa hidupnya.

Yoora duduk pada kursi dengan meja penuh makanan yang sudah disediakan. Sesekali ia melirik sang Papa yang tengah berbincang dengan Cesslyn. Sayup-sayup ia mendengar Cesslyn berkata sesuatu pada sang Papa, yang lantas membuat kepalanya seakan penuh tanda tanya.

"Makasih ya, Paman, karena udah bawa Yoora kesini." Cesslyn sedikit membungkukkan tubuhnya pada Papa Yoora, dan itu ucapan yang sayup sayup Yoora dengar.

Memilih untuk abai, Yoora lantas memalingkan pandangannya menatap ponsel, karena sungguh, ia benar benar tidak nyaman ketika ia merasa banyak pasang mata yang menatapnya seperti ini.

Aku pengen pulang.. tolong, siapapun, bawa aku pulang sekarang.. batin Yoora.

Wajahnya memang bisa terlihat tenang dan biasa saja. Namun sungguh, dalam hatinya ia merasa tidak tenang, perasaan takut dan marah bercampur jadi satu.

Tak berlangsung lama setelah itu, Cesslyn mendaratkan tubuhnya pada kursi di samping Yoora. Menyadari itu, Yoora hanya menoleh sekilas pada Cesslyn lalu memutar bola matanya malas. Pandangannya lalu mencari-cari keberadaan sang Papa, hingga pandangannya berhasil menangkap sang Papa yang nampak melajukan mobilnya meninggalkan tempat ini.

Panik. Yoora lantas berdiri, saat hendak berlari menuju sang Papa, tangan Yoora dicekal dengan kasar oleh Cesslyn.

"Mau kemana, cantik, hm?" Bersamaan dengan ia bertanya seperti itu, Cesslyn semakin meremas dengan kasar pergelangan tangan Yoora.

Yoora mengaduh kesakitan sembari berusaha melepaskan tangan Cesslyn. "Lepasin nggak?!" ujarnya penuh penekanan.

"Nggak mau." Sungguh, gaya bicara yang benar-benar terlihat menjengkelkan. Jika saja Yoora memiliki keberanian, ia ingin sekali menampar wajah sepupunya itu.

Cesslyn mengambil sirup yang ada pada meja, kemudian ia siram sirup itu pada kepala Yoora. Dengan tawa yang puas dan menggelegar, Cesslyn mengambil lagi sirup dalam gelas, menumpahkannya pada tubuh Yoora. Berulang kali seperti itu, hingga membuat dress putih indah itu menjadi kumuh tak karuan. Rambutnya pun terasa lengket.

"Pestanya sekalian ngebully dia gimana? Mau nggak?" Ucapan Cesslyn barusan membuat semua yang datang terutama yang mengenal Yoora turut tertawa sembari berjalan mengarah ke arah Yoora dan Cesslyn. Mereka ikut menumpahkan sisa-sisa makanan, bahkan ada sampah yang baunya benar benar tidak enak, juga ada yang mencoreti dress putihnya dengan kata kata yang tidak sepantasnya.

Dalam batin, Yoora menjerit. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan gedung tempat pesta ulang tahun sepupunya ini dirayakan. Namun apa yang bisa ia lakukan sekarang? Dirinya dikerumuni orang orang yang tidak tahu diri. Bagaimana ia bisa berlari pergi?

"Cesslyn, aku mau pergi. Aku nggak suka disini." Yoora menatap Cesslyn dengan tatapan tajam penuh kebencian.

"Sini ikut gue kalo lo mau pergi." Cesslyn meraih pergelangan tangan Yoora, lantas ia tarik paksa, berlalu melewati berbagai manusia-manusia tidak tahu diri itu. Hingga langkah keduanya berhenti di dekat kolam renang yang terangnya melebihi apapun, sangat terang. Lengkap dengan banyaknya hidangan-hidangan makanan mahal, hiasan yang kontras dengan acara ulang tahun.

Meskipun terlihat begitu indah, tetap saja, bagi Yoora, ini adalah tempat yang mengerikan setelah rumah dan sekolah.

"Aku tuh dari dulu nggak suka lihat kamu bahagia, jadi nggak pa-pa lah ya kalo gue mau lo menderita." Cesslyn tertawa sarkas, setelahnya ia dorong Yoora ke dalam kolam renang. Namun, belum sempat Yoora terjatuh, lengan gadis itu ditahan oleh gadis bersurai panjang yang hitam lekat.

Karina

Yoora benar benar dapat bernapas lega setelah Karina berhasil menyelamatkannya. Senyum tipis terukir pada bibir Yoora, gadis itu menatap Karina- sahabatnya, dengan tatapan yang mengatakan terima kasih banyak.

Setelahnya, Karina berlalu begitu saja meninggalkan Yoora. Iya, Karina memang sahabatnya, namun hubungan keduanya memburuk ketika berada di bangku SMP. Sebab masalah remaja, masalah kecil yang menjadi besar. Saat itu, mereka hanya belum bisa mengendalikan keegoisannya, dan cenderung mementingkan diri sendiri.  Setelah kejadian itu, Karina benar benar mendiamkannya, tidak peduli sedikit pun dengan kondisi gadis itu, begitupun dengan Yoora pada saat itu.

Namun hari ini, saat dimana Karina menolongnya, Yoora merasa bahwa Karina pasti masih peduli dengannya. Saat mata keduanya bertatapan, ia juga menemukan mata Karina yang sejujurnya tidak ingin menjauhi dirinya.

Byurrr

Melampiaskan segala rasa kesalnya. Yoora balik mendorong Cesslyn ke dalam kolam renang. Cesslyn yang tidak bisa berenang pun gelagapan di dalam kolam, sembari terus berusaha meminta tolong pada siapa pun. Yoora tahu, dia salah langkah, salah besar ia melakukan hal barusan. Masalah tak akan berangsur mereda jika ia melakukan itu, namun, ia tidak peduli, yang ia butuhkan sekarang adalah segera pergi dari sini.

Yoora berlari di saat semua tengah berusaha membantu Cesslyn keluar dari kolam. Tidak semua, namun, sebagian dari mereka hanya menyaksikan saja, sebagiannya menolong. Kesempatan ini lah yang bisa Yoora gunakan untuk segera kabur.

Yoora berlari, saat hendak keluar dari dalam gedung menyeramkan ini, ia berpas- pasan dengan Karina. Dengan senyum yang terukir pedih, Yoora berbisik pada Karina, "I need You. Aku kangen sama kamu." Setelahnya ia berlari, pergi sejauh mungkin dari gedung ini, berlari entah kemana, ja tak tahu arah, air matanya sudah bergelinang membasahi pipinya.

Jauh Yoora berlari, tidak masalah jika seumpama ia akan tersesat di dalam hutan yang banyak binatang buas, yang siap kapan menerkamnya. Dari pada ia harus berada bersama manusia manusia tidak punya hati itu.

Yoora menangis, meraung-raung sembari terus berlari. Ia rindu, ia merindukan suasana di saat semuanya baik baik saja. Di saat sang Mama masih berada di sini, di saat ia dan Karina masih sering bercanda gurau dan berbagi segala kesedihan bersana, dan.. di saat ia sama sekali tidak mengenal Jaemin. Minjeong menyesal mengenal laki laki itu, namun entah mengapa, ia tidak bisa untuk membencinya, berulang kali berusaha, nyatanya rasa cintanya kepada Jaemin mengalahkan semuanya.

Yoora bisa saja membenci, namun tidak bisa untuk ia menghilangkan rasa cinta itu.

Mulutnya berkata, "Benci! Aku benci kenapa dunia harus mempertemukanku dengan Na Jaemin!" Sembari menangis, meraung raung dan sesekali menjambak rambutnya.

Namun, dalam batinnya ia juga menjerit, Jaemin, aku sayang kamu. Kenapa harus kamu? Aku.. kangen sama kamu..

Yoora terduduk di bawah naungan pohon besar yang minim cahaya. Ada cahaya, namun remang-remang. Yoora menyembunyikan wajahnya di atas lipatan kedua tangannya yang bertumpu di atas lutut. Bahkan, ia tidak tahu dimana ia saat ini. Tempatnya menyeramkan, namun ia tidak peduli. Rasa sakit dalam hatinya seakan membutakan jiwa penakutnya.

Kemudian, tatapannya mengarah pada jembatan yang ada tepat di depannya. "Aku nggak tahu arah jalan pulang.."

Yoora berdiri, berjalan mendekat ke arah jembatan itu. Ia menatap kosong sungai yang terlihat sangat dalam. "Kalau aku jatuh, apa semuanya akan membaik?"

Yoora terus menjatuhkan air matanya. Hancur, kacau, kecewa, semua seakan bertarung menjadi satu dalam kepalanya. Bisikan-bisikan yang memintanya untuk lompat terus mengalun tanpa komandan dikedua telinganya. Yoora ingin menutup telinganya, namun tak bisa dipungkiri, ia juga ingin melompat.

"Bener. Semua akan membaik." Yoora mengangguk sembari tersenyum tipis. Kakinya itu mulai naik ke atas jembatan. Lama ia diam sembari menatap kosong aliran sungai di bawahnya.

"Semua akan membaik." Sekali lagi ia ucapkan kalimat itu untuk benar benar meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik baik saja nantinya.

"SEMUA AKAN MEMBAIK!" Teriakan yang terdengar begitu menyakitkan. Yoora putus asa, segalanya terluka, ia ingin semuanya cepat berakhir, termasuk hidupnya.

Saat kedua kaki itu bersiap untuk melompat, ia merasakan ada kedua tangan yang melingkar di perutnya, menahan gadis itu untuk tidak melompat, sesaatnya Yoora menoleh, mendapati Jaemin yang terus menggeleng sembari menitihkan air mata.

"Jangan." Terdengar sangat lirih dan serak, nyaris Yoora tidak dapat mendengarnya. Jaemin memeluk Yoora, membawa gadis itu ke dalam hangatnya dekapan di tengah dinginnya angin malam ini.

Tak ada penolakan dari Yoora. Gadis itu membiarkan Jaemin membawanya kedalam pelukan. Hal kecil yang sangat ia butuhkan saat ini. "Kenapa kamu jahat?" lirihnya, sama seperti suara Jaemin barusan. Nyaris tak terdengar saking pelannya.

"Jangan diem aja. Jawab?" Kepala yang mulai lelah itu sengaja disandarkan pada dada bidang milik Jaemin.

"Tahu nggak? Aku benci kamu, Jaemin.."

"Bukan." Suara Jaemin bergetar karena sedari tadi tangisnya tiada henti bersuara.

"Percaya, ya?" lirihnya.

Sakit. Yoora sakit mendengar itu. Bagaimana ia bisa percaya jika bukti sudah betulan ada di depan mata.

"Sakit, Jaemin. Sakit banget.." Seharusnya Yoora bisa kapan saja menampar, mencakar laki laki itu. Namun, entah mengapa ia tidak bisa.

"Jisung kangen sama kamu. Setiap hari nanyain kamu. Kamu nggak mau ketemu sama dia? Dia sakit.. katanya butuh semangat dari kamu." Tangan Jaemin meraih satu tangan Yoora. Terlihat ada bekas yang memerah pada pergelangan tangan gadis itu.

"Pulang, kamu harus pulang. Untuk saat ini, obati luka kamu sendiri, ya? Suatu saat nanti, di saat semua kebenaran sudah terungkap, aku akan kembali, kembali menyembukan semua luka kamu." Jaemin tersenyum.

"Semua akan membaik. Seperti yang kamu bilang.." bisik Jaemin.

"Arah pulangnya, kamu lewat depan aja, kalau lewat kayak yang kamu lewati tadi, gelap. Di depan sana ada gang, kalau kamu lewat situ, nanti tembusnya di jalanan kota. Ada halte bus di sana. Pulang naik bus, ya? Hati hati, maaf aku belum bisa nganter kamu pulang. Aku takut, luka hati kamu yang masih basah, akan bertambah sakit kalau kamu sama aku. Maaf ya karena lancang menghampiri kamu. Aku cuma nggak mau kamu ngelakuin hal bodoh tadi."

Buktiin, Jaemin.. Buktiin kalo beneran bukan kamu yang sebarin vidio itu.. kamu harus buktiin. Walau bukti udah ada di depan mata kalo kamu penyebarnya...

...🕊🕊🕊...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!