Harus Bertahan!

Jika kalian mungkin bertanya tanya kenapa Jaemin bisa ada di dekat sungai dan menemukan Yoora saat gadis itu hendak mengakhiri hidupnya? Itu karena, sekarang Jaemin tinggal di sekitar tempat itu. Tepatnya di rumah Nenek. Jaemin tidak ingin merepotkan Paman Jung, meskipun Paman Jung dengan senang hati menerima Jaemin dan Jisung untuk tinggal di rumahnya.

Tadi, Jaemin ingin mencari angin di luar, hingga tak disangka-sangka, ia melihat sosok gadis dengan teriakan "SEMUA AKAN MEMBAIK" dengan dress putih yang mencolok di minimnya cahaya malam itu, yang akan bersiap melompat pada sungai yang alirannya sedang sangat deras. Buru-buru Jaemin berlari, menghampiri gadis itu yang ternyata adalah Yoora.

Malam ini, Jaemin dibuat hancur sehancurnya dengan keadaan Jisung yang tak kunjung membaik. Sedari tadi, Jisung terus memuntahkan darah, dan saat ini, Jisung mengalami kejang yang begitu hebat. Padahal obat sudah rutin Jisung minum, kemotrapi juga rajin dilakukan, operasi transplantasi sumsum tulang juga baru saja dilakukan. Tapi kenapa kondisi Jisung benar benar drop? Sungguh, Jaemin sakit melihat adiknya seperti itu.

"Nak, kamu bawa ke rumah sakit saja bagaimana?" Nenek juga tak kalah panik dan hancur dari Jaemin, melihat kondisi cucunya yang terus mengejang. Memang bukan cucu kandung, namun Nenek betulan menyayangi Jisung layaknya ia menyayangi Jaemin.

Geming. Di satu sisi, Jaemin ingin sekali membawa Jisung ke rumah sakit, tapi di sisi lain, saat ini laki laki itu sama sekali tidak memiliki pegangan uang sepeser pun. Dari tatapan Jaemin, Nenek langsung mengerti. Berakhir, mereka berusaha menguatkan satu sama lain untuk terus bertahan.

"Kuat, Jisung.. kamu pasti kuat." Jaemin menangis, sembari menggenggam kuat tangan sang adik.

"Ss-sesak, Kak.." Nafas Jisung tersendat di kala kejang terus menghujam tubuhnya.

"Bertahan.. kamu pasti bisa. Bertahan terus, ya, Dek?" Sekarang, air mata Jaemin seakan habis ditelan rasa sakit. Air mata itu kini tak lagi keluar, hanya sesak yang terus menyiksa hatinya.

Sakit. Hancur. Terluka. Saat Jaemin tidak bisa melakukan apa apa di kala ia menyaksikan Jisung dengan tubuh kurusnya itu terus mengejang.

Jaemin menyangga kepala Jisung menggunakan bantal. Terus ia genggam tangan sang adik, sembari terus memanjatkan do'a kepada Tuhan.

"Jangan ambil Jisung.. Jaemin butuh dia, Tuhan.." gumamnya dengan suara yang terdengar bergetar ketakutan.

"Jangan.." Sesak semakin menjalar, namun kejang tak kunjung mereda.

"Sakit, ya? Harusnya Kakak yang ngerasain itu, jangan kamu, Dek." Hatinya sangat hancur, ia membayangkan betapa tersiksanya Jisung saat ini.

"Kakak.." Tepat setelah satu kata itu terucap dari mulut Jisung, mata indah itu terpejam. Jisung memejamkan matanya.

Jaemin panik, ia menggoyang goyangkan pipi sang adik. "Jisung?" Suaranya terdengar ketakutan.

"Nek, Jisung, Nek?" Jaemin menarik tangan snag Nenek.

"Jisung sudah istirahat sekarang. Nggak apa apa, nanti kalau sudah sadar, pasti kondisinya membaik," ujar Nenek.

Saat itu lah Jaemin akhirnya bisa bernapas lega. "Jisung baik baik aja kan, Nek?" tanyanya dengan suara yang masih parau.

"Dia akan segera membaik."

"Jaemin takut.. takut kehilangan lagi.. takut kehilangan untuk yang kedua kalinya. Jaemin takut.."

"Kamu tidak akan kehilangan lagi. Jisung pasti akan segera sembuh." Nenek meraih telapak tangan Jaemin. Tangan cucunya utu benar benar dingin.

Jaemin menatap Nenek dengan tatapan yang seakan mengatakan apakah benar yang Nenek katakan? Apakah benar jika ia tidak akan kehilangan lagi?

"Kehilangan itu sakit banget, Nek. Sakitnya Jaemin waktu ditinggal Bunda belum sembuh, Jaemin nggak mau kehilangan lagi." Laki laki itu menundukkan wajahnya, menyembunyikan mata yang sudah terlihat sembab karena air mata terus berlinang tiada henti.

Nenek tak sanggup mengatakan apa apa lagi manakala melihat cucunya hancur  cucunya yang memperlihatkan segala kuka yang ada pada dirinya.

"Jisung harus bahagia, Nek.." lirih Jaemin.

"Selama kamu tidak kemana mana, Jisung akan selalu bahagia, Jaemin." Nenek membelai lembut surai Jaemin, belaian penuh kasih sayang yang tulus, seakan memberi tahu Jaemin bahwa semuanya benar benar akan membaik.

"Jangan pernah tinggalin Jisung dan Nenek, ya?" lirih Nenek.

Jaemin tersedu sedu dalam hati yang bisu. Sibuk bertanya tanya, apakah benar semua akan baik baik saja? Apalah henar Jisung akan sembuh? Apakah benar Jisung bisa bahagia?

...🕊🕊🕊...

...-Diary Jisung-...

Kebahagiaan terlihat abu abu sekarang. Rasanya, harapan untuk hidup bahagia hilang. Bukannya menyerah, hanya saja lelah dengan hidup yang selalu mempermainkan Jisung dan Kak Jaemin. Kalau sekali dua kali nggak apa apa, tapi ini berkali kali.

Tuhan? Jisung itu beban banget..

Bisa nggak sih kalau Jisung pulang aja biar nggak ngebebanin Kak Jaemin,  Jisung kangen sama Bunda..

Pengen peluk Bunda, siapa tahu, setelah itu nanti, lelahnya Jisung hilang..

Jisung capek..

Sakit.. Jisung capek nahan sakit sendirian. Jisung kasihan sama Kak Jaemin kalau harus tahu apa yang selama ini Jisung rasain itu sakitnya betulan nyata, sakit banget..

Jisung pengen pulang..

Biar nggak jadi beban..

Biar Kak Jaemin bisa tidur tenang tanpa harus ngurusin Jisung yang penyakitan ini.

Jaemin menutup buku diary milik sang adik yang tergeletak di atas ranjang itu. Jaemin tidak tahan, sakit saat ia harus membaca penderitaan hidup adiknya selama ini. Apalagi jika membayangkan bagaimana sakit yang dirasakan Jisung selama ini. Bagaimana rasa sakit itu, apakah semenyakitkan yang Jisung katakan di buku diary itu?

Jaemin menatap Jisung yang terlelap dengan tenang. Hatinya seperti tersayat ribuan pisau. "Sakit ya, Dek?" Suaranya bergetar karena mati matian menahan air matanya. Jaemin benci jika harus menangis lagi, ia tidak suka menangis, tapi keadaan seakan menyuruhnya untuk terus menangis. Menangisi permainan dunia yang tidak ada habisnya.

Menyakitkan. Itu sungguh.

Jaemin menghela nafas panjang, ia beranjak dari tepi ranjang, menaikkan selimut Jisung yang merosot sampai perut. Kemudian ia terdiam sembari menatap nanar wajah Jisung yang memucat. Jaemin mengusap surai Jisung yang menipis, lantas ia kecup kening sang adik dengan sefala rasa sayang yang ia punya.

"Bertahan. Kak Jaemin nggak akan pernah pergi tinggalin kamu," bisiknya pada dekat pada telinga Jisung. Lantas ia tersenyum tipis.

Keputusannya bulat. Bagaiamana pun caranya, pagi nanti, ia harus membawa Jisung ke Rumah Sakit. Kondisinya sangat memburuk, jika tidak segera dirawat dengan alat medis, Jaemin takut akan hal hal yang tidak ia inginkan terjadi.

"Kakak bakal terus berjuang untuk kesembuhan kamu." Lantas ia beranjak pergi dari kamar Jisung, menghampiri Nenek yang tengah merajut cardigan yang akan diberikan pada Jisung dan Jaemin.

Di dalam kamar sana, Jisung yang setengah tidur dan mendengar semua tangis Jaemin tadi, ia menjatuhkan air matanya. Dari sini ia benar benar yakin, bahwa selama ini, dirinya hanyalah beban, parasit yang terus menempel pada Jaemin.

"Maaf, Kak.." Tangisnya terasa sesak. Membuat sakit pada sekujur tubuhnya tergantikan dengan sakit hati yang terus mendera.

🕊🕊🕊

Terpopuler

Comments

Amegatari

Amegatari

nggak dek, kamu nggak beban

2023-06-29

0

Helmi Sintya Junaedi

Helmi Sintya Junaedi

bener2 sedih,,, lanjut thor

2023-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!